"Iya sayang iya, aku percaya." Jawab Jungkook dengan nada yang sengaja dibuat lembut.

"Apa?!"

"Ingin berkeliling?" Tawar Jungkook sebagai pengalihan obrolan. Tatapan Taehyung yang semula seram berubah semangat.

Demi apapun, Jungkook suka saat melihat perubahan pada raut wajah Taehyung yang begitu konstan. Si manis itu sangat ekspresif.

"Tunggu, tapi apa kau sudah membaik?" Tanya Taehyung ketika ekor matanya menemukan lebam keunguan yang masih terlihat diujung bibir Jungkook.

"Tentu."

"Geng mu juga ada disini?"

"Ya."

"Lalu dimana mereka sekarang?"

"Ada. Ayo pergi!" Jawab Jungkook final, sebelum Taehyung bertanya lebih jauh lagi. Karena pasti, Jeon Jungkook tak kan bisa menjawabnya.

Berbekal masker yang menutupi sebagian wajah. Dua insan dengan usia selisih dua itu pun memulai penjelajahan mengenali Venesia secara langsung. Ralat, mungkin hanya Kim Taehyung saja. Karena sebenarnya ini kunjungan yang ketiga bagi Jeon Jungkook. Ia sudah cukup hafal detail jalan dan berbagai pusat wisata terbaik ketika dulu baru pertama berkunjung ke salah satu pulau indah milik Italia itu.

.

Jungkook merasakan sensasi nyata akan keteduhan hati dalam semburat senyum yang tercipta dari sosok manis itu yang tiada henti.

Pijakan kaki ketiganya ke Italia kali ini terasa berbeda. Terasa lebih istimewa dan itu karena sosok menggemaskan yang dibawanya. Langit bahkan sudah berganti gelap, seharian penuh mengajak Taehyung menjelajah pusat wisata Venesia sama sekali tak membuat Jungkook lelah jika ditemani senyum manis dari sosok yang dua tahun lebih tua darinya itu.

Berkeliling Rialto Bridge, lalu Correr Museum, hingga St. Marks Basilica. Beberapa diantaranya adalah katedral, atas permintaan si religius Taehyung sendiri tentunya. Hingga disinilah mereka, berjalan tak tentu arah meski tahu raga sudah lelah. Namun semangat juang si lebih tua masih saja membara, apalagi ketika retinanya mendapati sebuah perahu yang banyak disewa oleh beberapa turis manca negara.

"Jungkook, ayo kita naik itu!" Ajak Taehyung sambil menunjuk letak titik keinginannya berada.

"Apa?"

"Itu! Perahu kecil itu!" Menunjuknya amat antusias.

"Gondola?" Tanya Jungkook ketika ekor matanya mengikuti arah jari telunjuk Taehyung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gondola?" Tanya Jungkook ketika ekor matanya mengikuti arah jari telunjuk Taehyung.

"Oh.. namanya Gondola?" Taehyung mengulangi apa yang didengarnya.

Jungkook mengangguk kecil. "Kau mau naik itu?" Lalu betanya meyakinkan. Lekas dibalas anggukan semangat dari yang ditanya. "Oke ayo kesana."

Selanjutnya senyum idiot benar-benar tak tertahankan di wajah Taehyung yang menjadi balasan kebaikan Jeon Jungkook pada malam itu.

"Seratus euro untuk satu kali perjalanan tuan."

"Naik perahu kecil begitu saja seratus euro?" Sahut Taehyung tiba-tiba. Ia yang tadinya sibuk menatap berbinar perahu kecil menggemaskan itu seketika mendelik pada sang petugas saat mengatakan tarif sewa yang harus dibayar oleh mereka.

"Aku bisa membayarnya." Jungkook cepat menyela sebelum Taehyung lebih banyak bicara.

"Mau dengan iringan musik juga, tuan? Tarif sewanya hanya bertambah dua puluh euro." Ujar sang petugas itu lagi.

"Mau dengan iringan musik ju—

"Tidak! Kami sewa perahunya saja!" Belum sempat Jungkook menyampaikan penawaran itu pada Taehyung, si manis itu sudah lebih dulu menyahut dengan nada ketus.

Lupakan perdebatan pria menggemaskan dengan petugas Gondola. Nikmatilah saat ini, hanya mereka berdua disebuah perahu kecil bernama Gondola yang menjadi aksen besar di Venesia. Ralat, maksudnya bertiga bersama petugas gondola.

Hening menyapa. Hingga akhirnya yang lebih tua tiba-tiba membuka bersuara. "Kau beruntung Jungkook.."

"Maksudmu?" Yang lebih muda mengerutkan kening, rasa heran menerpa pikirannya dalam menyaring maksud pembicaraan yang lebih tua.

"Sudah hampir lima tahun aku hidup sendirian. Orang tuaku tiada karena di bunuh para rentenir sampai seluruh keluargaku mengasingkan ku, aku merasa benar-benar tak punya siapa-siapa. Aku rindu Appa dan Eomma."

Tak ada tanda-tanda tanggapan dari yang diajak bicara. Hingga yang lebih tua kembali melanjutkan kalimatnya.

"Kau tak rindu mereka juga?"

Jeon Jungkook yang tadinya sibuk memandang sekitarnya, mau tak mau mengalihkan seluruh atensi pada entitas pria yang bertanya hal yang baru kali ini, tidak ia mengerti.

"Siapa?"

"Keluargamu."

Pemuda dua puluh lima tahun itu terdiam kaku, menatap mata indah yang penuh binar dimalam gelap gulita. Seperti cahaya bintang yang memperindah malamnya kota Venesia ditengah kerlip lampu yang memantul ke perairan sungai panjang yang menjadi jalan arus Gondola yang dinaiki.

Sayangnya, netra ini jauh lebih indah dari bintang juga lebih tenang dari air. Iris cokelat bersinar inilah yang membuat Jeon Jungkook merasakan getaran tak biasa saat mereka pertama kali jumpa.

"Kenapa bertanya begitu?" Akhirnya. Yang sedari tadi diam menjawab juga setelah menelan beberapa menit hampa.

"Ku dengar kau masih memiliki ibu dan satu adik perempuan. Kau pasti rindu mereka kan?"

"Dari mana kau tahu?"

"Jimin."

"Brengsek!" Umpat yang lebih muda. Hatinya memanas, Jungkook tak suka ada orang yang membahas soal keluarganya. Namun pernyataan selanjutnya, yang muncul tanpa beban dari bibir indah yang lebih tua membuatnya diam tak bersuara.

"Aku ingin bertemu mereka."

•••

ILY from 195 CountriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang