Weekend Kacau

14.8K 264 5
                                    

Arkan pov.

Aku terus mendengarkan penjelasannya, padahal sebenarnya aku lebih memerhatikan wajahnya. Ah... kenapa dia begitu cantik? Rambut hitam sebahu itu seperti melambai menyapaku, dan mata yang bening itu... ugh! Aku ingin cepat dewasa saja biar langsung menikahinya! Dan dia akan menjadi milikku seutuhnya! Tapi... yang terpenting adalah dia begitu humoris dan baik, dan yang terpenting adalah... dia selalu tidak bisa berbohong kepadaku. Itulah daya tariknya!
"Lu udah ngerti Ar?" Tanya Qanita yang membuyarkan khayalan gilaku.
"Hah? Oh, ngerti dong!" Balasku, sebenarnya aku sangat mengerti materi ini, tapi aku berpura pura tidak mengerti agar aku bisa dekat seperti saat ini.
"Yaudah, cepet kerjain!" Ucapnya
"Siap Bos!" Aku menghormat dan kemudian mengerjakan soal yang dia suruh. Kudengar dia tertawa. Astaghfir... bahkan suaranya saja bisa seindah ini.
"Yaudah, gua balik dulu ya, kalo lu gak ngerti BBM gua aja. Ok? Assalamualaikum"
Qanita segera berjalan keluar dari rumahku.
Aku melambaikan tanganku dan senyum yang terus mengembang. 
"Bye, my angel" Gumamku.

Fathan pov.

Aku langsung duduk di pinggir lapangan dan meneguk air di botol yang kubawa dari rumah. Entah faktor kehausan atau apa, tanpa kusadari airnya sudah habis dalam satu tegukan.
"Weh... lu haus atau apaan Than?" Ucap Sandhy dengan tatapan matanya yang seperti takjub melihatku minum.
"Au dah, eh sekarang jam berapa?" Tanya ku ke Sandhy. Sandhy pun melihat ke jam yang ada di HP nya.
"Jam 9, ngapa?"
"Oh... yaudah gua duluan ya"
"Woi! Mau kemana lu?"
"Mau ke sekolah"
Aku segera berlari keluar dari lapangan futsal dan berlari ke Sekolah. Ok, jadi lapangan yang sering digunakan tim ku latihan futsal tidak jauh dari sekolah. Baiklah, akan kujelaskan, jadi setiap hari sabtu tim futsalku selalu latihan. Dan sekolah libur, tapi ada beberapa murid yang datang ke sekolah untuk mengerjakan tugas kelompok atau sekedar berwifi-an.

Sesampai di sekolah aku mencari sosok yang ingin kutemui saat ini. Ah... itu dia sedang berjalan di koridor. Refleks, aku pun menghampirinya.
"Qanita! Keponakan kurang ajar!" Panggilku tiba tiba yang membuatnya terlonjak kaget.
"Ih omcil! Kalo keponakan om yang unyu unyu ini jantungan gimana?" Protes Qanita. Uh... dia memang terlihat imut.
Aku pun mengacak rambutnya dengan kedua tanganku hingga membuatnya benar benar berantakkan.
"Ih om! Gak usah sok sok romantis dah, ayok om!" Qanita menarik narik tanganku ke arah gerbang sekolah.
"Tunggu, masa langsung berangkat, capek woi!" Protesku sambil berusaha menghentikan Qanita berjalan ke gerbang.
"Salah sendiri latihannya sampe jam segini" Omel Qanita.
"Kan om juga yang udah janji mau nemenin Qanita beli buku" Tambah Qanita
"Emangnya lu gak malu jalan sama gua? Gak liat gua masih pake baju yang keringetan gini" Aku menunjukkan baju jersey ku yang penuh dengan keringat. Qanita terdiam sebentar. 
"Yaudah, om ganti baju dulu gih sana. Qanita tungguin di taman, ok?" Qanita langsung berlari ke arah taman belakang sekolah.

Aku melihat pantulan wajahku di cermin yang ada di kamar mandi. Tidak buruk. Ya... aku memang tidak buruk, orang wajahku tampan, cewek mana yang akan tahan? Apalagi aku berpenampilan sangat keren saat ini, ya karena aku akan pergi dengan Qanita, keponakanku. Aku senang saat dia mengajakku menemaninya ke toko buku. Ya, itu karena aku menyukainya. Aku tahu ini perasaan yang salah, tapi aku yakin hanya akan sesaat. Tak apalah.

Ku lihat dia sedang tiduran di kursi yang ada di taman dengan musik yang menemaninya. Aku segera menghampirinya dan berdiri di sampingnya.
"Ayo berangkat" Ucapku. Dia melihatku sejenak dan kemudian mengangkat sebelah tangannya.
"Bangunin" Ujarnya dengan suara cukup kecil.
Aku berdecak kecil dan tersenyum, kemudian menarik tangannya tadi. Setelah terbangun dia memasukkan HPnya dan menarik tanganku pergi.
Setelah sampai di gerbang, aku dan Qanita langsung kaget dengan kehadiran Tommy-Kakak Qanita-

Author pov.

"Kak Tom?! Ih kak, kan Nita udah bilang kalo Nita mau berangkat sendiri!" Omel Qanita, sedangkan Tommy malah cengengesan mendengar adiknya ngomel.
"Cepet ayo masuk, lumayan kan dapet tumpangan gratis. Sekalian kakak juga mau nyari buku" Ucap Tommy.
Sial! Batin seseorang.

Selama di perjalanan, keheningan menguasai mobil yang dikendarai oleh Tommy. Tidak ada yang membuka suara, paling tidak hanya terdengar gumaman Qanita yang mengumamkan lagu favorite nya. Sesampai di Toko buku, Tommy menyuruh Qanita dan Fathan turun duluan, sementara Tommy memarkirkan mobilnya.
"Sorry Om, gua gak tau kalo kak Tommy bakal ikut" Ujar Qanita dengan nada semelas mungkin.
"Gak papa kok, emangnya ganggu ya?" Balas Fathan
"Enggak, gua gak enak aja sama om"
"Kan udah dibilang gak papa" Fathan kembali mengacak rambut Qanita.
"Weh weh! Baru ditinggal sebentar udah romantis kayak gini, ayo masuk" Ucap Tommy yang mengagetkan Qanita dan Fathan.
"Ih kak, kan gak mungkin Qanita sama Omcil relationship! Ngaco ih" Omel Qanita, Tommy hanya kembali tertawa kencang, tapi wajah tampannya tetap terpancar (Author ngayal).
"Ya, lu bener Qan" Batin Fathan.
Mereka bertiga pun langsung menganga lebar saat melihat toko buku yang begitu penuh dengan ratusan atau mungkin ribuan orang yang datang.
Ternyata hari ini, Toko buku yang mereka datangi sedang mengadakan diskon besar besaran. Ya... tidak heran kalau pengunjung yang datang sampai membludak begini.
"Kita ke toko buku lain?" Tanya Tommy
"Gak! Cuma di toko buku ini doang yang ada komik Chocolate Magic! Pokoknya harus tetep disini!" Niat Qanita memang sudah bulat, apalagi kalau sudah bersangkut paut dengan komik kesukaanya.
"Yaudah, tapi kita harus tetep pegangan tangan!" Tommy segera menggenggam tangan kanan Qanita erat dan Qanita memegang erat tangan kanan Fathan. Jadi si Qanita itu posisinya di tengah tengah antara Fathan dan Tommy.
DEG
Dengan cepat Fathan melihat tangannya yang dipegang erat oleh Qanita. Jantungnya mulai perang dunia ke 3 dan sepertinya banyak granat yang sudah meledak. Dia begitu merasa gugup saat ini.
"Ayo!!"

Saat berusaha melewati pengunjung yang lain tiba tiba tangan Tommy terlepas dari genggaman Qanita, dan tak berselang lama Qanita sudah tidak bersama Fathan. Qanita begitu panik, dia berusaha mencari Tommy dan Fathan. Tapi hasilnya nihil, semua itu karena tubuh mungilnya yang tidak dapat melihat Tommy maupun Fathan dari segerombolan orang yang berdesak desakan. Qanita bingung apa yang harus dilakukannya sekarang. Tanpa disadari Qanita sudah di pojok ruangan karena di dorong dorong orang lain.
Dia mulai berjongkok lalu menyembunyikan wajahnya di kakinya yang ditekuk kemudian menangis terisak. Fikirannya sudah begitu kacau.
"Ceroboh"
Qanita pun mendongakkan kepalanya setelah mendengar suara yang seperti mengumpatnya.

***************

Jiahh Author Apdettt!! Chapternya pendek yak? Sori cuman pengen deg deg serr gitu doang kok. Pasti gak deg degan kayak Fathan kan? (Reader : Gak Thor -_-)
Yaudahlah, Author mengharapkan Vote + Comment kalian biar semangat lanjutin Chapter selanjutnya! ~(•_•~)
Bye bye

My Little UncleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang