★ - 4

336 38 8
                                    

THIS CHAPTER CONTAIN ADULT CONTENT!
🔞
.
.
.
.
.

Lenguhan panjang terdengar dari mulut [Name], ia menatap jam di dinding kemudian menyeka keringatnya. Saat itu pukul tujuh malam, sudah hampir waktunya untuk Erwin pulang.

"Semangat [Name]!" katanya, menyemangati dirinya sendiri.

Wanita yang bekerja sebagai ibu rumah tangga ini mulai merapihkan semua pakaian yang ia bawa, dengan cekatan [Name] merapihkan pakaian-pakaian tersebut lalu memasukkannya kedalam lemari. Tak lama, wanita itu pun selesai melakukannya.

Matanya tertuju pada sebuah pakaian berwarna hitam yang bergantung didalam lemari. [Name] meraih pakaian tersebut, senyumnya merekah kala ia melihat pakaian itu. Sudah lama ia tak memakainya, itu adalah dress kesukaan Erwin. Dress berwarna hitam dengan model halter strap dan dihiasi dengan lace yang hanya akan menutupi sebagian pahanya saja saat dikenakan.

Sebuah ide terbesit dibenaknya, tanpa berpikir panjang wanita itu memasuki kamar mandi. Cukup lama [Name] didalam sana. hingga saat pintu kamar mandi terbuka, wangi semerbak bunga mawar langsung memenuhi seisi kamar.

[Name] menatap dirinya dari pantulan kaca, sudut bibirnya masih terus membentuk senyuman. Rambut yang biasanya ia ikat, sekarang ia gerai. Make up tipis juga menempel di wajahnya yang memang sudah cantik.

Wanita ini terus menatap dirinya sendiri sembari menyisir rambutnya dengan jari, memikirkan skenario-skenario saat suaminya pulang nanti. Tanpa ia sadari, corak merah muncul di pipinya yang cukup tembam.

Sementara itu, Erwin yang sudah sampai langsung memasuki rumah. Dari wajahnya sudah bisa terlihat, pria itu hanya ingin beristirahat tanpa adanya gangguan.

"Papa!" Armin berteriak kala melihat Erwin berjalan melewati ruang tamu. Di sana Armin dan Historia tengah belajar bersama.

Erwin mengerutkan alisnya, sedikit kebingungan karena ia tak melihat sosok sang istri. Biasanya [Name] pasti akan menemani keduanya belajar hingga pukul delapan nanti. Namun, nyatanya rasa lelah lelaki itu lebih besar ketimbang rasa penasarannya. Erwin melirik kedua anaknya kemudian pergi menuju kamar, tak menghiraukan Armin ataupun rasa penasarannya.

"Eh? mas?" Pintu kamar terbuka, menampakkan sosok [Name] didepan pintu.

Mata lelaki berusia tiga puluhan itu sedikit berbinar kala melihat sang istri dihadapannya, Erwin menatap lamat [Name] dari atas hingga bawah. Membuat wanita itu sedikit tersenyum.

"Kamu udah makan?" Pertanyaan [Name] mampu membuyarkan fokus Erwin, pria itu menatap kearah lain sembari ber-deham.

Tak langsung menjawab pertanyaan tersebut, Erwin berjalan menuju kasur kemudian duduk diatasnya, melepaskan jas dan dasi yang ia kenakan. "Udah." Satu, dua kancing kemeja Erwin lepaskan.

"Buatkan aku teh saja," lanjut pria itu.

[Name] mengangguk, ia segera menuju dapur untuk membuatkan suaminya teh. Erwin menatap kepergian [Name], ia menghela nafas, mencoba menetralkan detak jantungnya.

Erwin berjalan menuju kamar mandi, berniat menghilangkan semua keringat serta penat malam itu. Hatinya terasa tenang kala ia masuk kedalam kamar mandi, lilin aroma terapi terbakar, menyebarkan wewangian ke seluruh pojok ruangan.

Selesai membersihkan diri, Erwin keluar dari kamar mandi sembari mengusap kepalanya dengan handuk. Dirinya kembali terpaku ketika melihat [Name] yang terduduk diatas kasur dengan sudut bibit yang terangkat.

"Mas?" Erwin mengangkat salah satu alisnya.

"Sini deh, sebentar aja. Aku mau ngomong sesuatu," ujar [Name], ia menepuk-nepuk tempat dihadapannya. Jantungnya sudah berdegup kencang sejak tadi.

"Penting gak?"

"Udah sini dulu ih"

Erwin menghela nafasnya, ia duduk dihadapan sang istri, membelakanginya. Tangan lembut [Name] menempel di kedua pundak Erwin, dengan pelan ia memijat tubuh sang suami.

Helaan nafas kembali terdengar dari mulut Erwin, tubuhnya seketika terasa tenang. Ia menutup matanya, terdiam untuk beberapa saat.

"Mau ngomong apa?" Nada bicaranya malam itu sangat berbeda, terdengar lembut dan tulus.

"Pasti capek banget ya, setiap hari kamu kerja dari pagi sampai malam," ujar [Name] sembari terus memijat. "kamu... gaada niatan cuti sebentar gitu? refreshing barang sehari saja.."

Tawa miris terdengar. "Buat apa aku buang-buang waktu untuk liburan gak jelas kaya gitu?" Erwin menggelengkan kepalanya sembari terus tertawa, sangat tidak setuju dengan ide sang istri.

"Tangan kamu." Erwin menepuk tangan [Name], sedikit menyingkirkannya.

Wanita itu langsung menarik tangannya, menatap Erwin yang beranjak dari kasur menuju meja kerjanya. Pria itu membuka laci, mengambil sebuah amplop coklat yang cukup tebal kemudian memberikannya kepada [Name].

"Apa ini mas?" [Name] melirik Erwin penuh tanya, sama sekali tidak berniat membuka amplop tersebut.

"Uang bulanan." Erwin menatap [Name], raut wajahnya terlihat kesal. Ia menelan ludahnya kala melihat pakaian yang [Name] kenakan. "Uang belanja kamu udah aku transfer"

[Name] terdiam, masih menatap Erwin yang kini mengambil laptop dan secangkir teh yang baru saja ia buatkan. "Aku masih banyak kerjaan, tidur duluan aja." Ia keluar dari kamar tanpa melirik [Name] sedikit pun.

Wanita itu melirik amplop yang Erwin berikan, helaan nafas keluar dari mulutnya.

"Aku butuh kamu mas, bukan uang"

RESPONSIBILITY

★★★★

FBI OPEN UP

You guys read the disclaimer right? Aku gamau mencemari para kalian yang masih minorಥ‿ಥ.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 29 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Responsibility - Erwin SmithWhere stories live. Discover now