Woman in White Dress (1)

Start from the beginning
                                    

"Lalu?"

"Aku menolak. Kemudian mereka mulai bersikap seperti bajingan kecil pada umumnya."

"Aku tebak, mereka pasti tidak berhasil menyentuh selembar rambutmu. Lalu bagaimana akhirnya?"

Zhang Qiling meneguk minumannya lagi, dan berkata, "Mereka meringkuk di ujung gang, di antara bak sampah yang hancur."

Ugh ... Wu Xie meringis ngilu. Bayangan preman tengik babak belur di bak sampah membuatnya ngeri sekaligus geli.

"Aku kasihan pada mereka. Berkelahi demi isi dompetmu yang tak pasti. Jika aku tahu jalan kecil itu rawan maling, akan kusuruh Xiao Hua mondar-mandir di sana. Setidaknya walaupun babak belur, merampok pemuda kaya tidak terlalu memalukan dan mengundang tertawaan orang."

Zhang Qiling cemberut.

Bicara tentang uang, pikiran Wu Xie sesaat melayang pada kondisi tokonya. Bisnis sedang buruk akhir-akhir ini, seburuk suasana hatinya jika tanpa Zhang Qiling.

"Aku pernah berjanji padamu untuk bermain ski di ___ , kau masih menginginkannya?" Zhang Qiling berkata setelah mereka terdiam beberapa saat, dan berusaha mengalihkan topik.

Wu Xie memikirkan gagasan liburan yang hemat biaya. Walaupun dia bisa saja mengandalkan Zhang Qiling, tetapi dia sedang tidak tertarik main ski. Dia membayangkan lereng perbukitan atau lembah yang tenang dengan pemandangan indah mengelilinginya.

"Sepertinya aku ingin mengubah tujuan. Ini belum separuh perjalanan. Kukira tidak masalah jika mengubah arah."

"Aku ikuti keinginanmu." Zhang Qiling mengalah, seperti biasanya.

"Tempat apa yang akan kita tuju?"

Wu Xie nampak berpikir serius, kemudian menjentikkan jari.

"Tetapi sepertinya aku ingin mengubah tujuan. Aku ingin ke desa Pengbuxi di kaki pegunungan Hengduan. Kau pasti sudah dengar tentang pilar-pilar kuno yang berdiri bagaikan penjaga bisu di atas hutan belantara pegunungan terpencil. Katanya, pesona mereka bagaikan dari dunia lain. Mereka masih menyimpan semua kekuatan yang dirahasiakan."

Zhang Qiling mengetahui sekilas tentang menara-menara Pengbuxi yang dibicarakan Wu Xie, tetapi sepertinya pemuda itu membaca sumber yang agak dramatis.

"Perjalanannya akan cukup panjang," sahut Zhang Qiling.

"Ada jalan raya baru yang dibangun menuju jalur itu dengan pemandangan hutan cemara dan pinus. Udaranya sedingin silet, menusuk, lumayan perih. Begitu yang kudengar."

Dalam hatinya Wu Xie bermonolog tentang udara dingin pegunungan yang akan membawa mereka pada suasana yang lebih romantis. Mungkin. Dia tidak sabar ingin melihat binar di mata Zhang Qiling yang selalu dingin.

"Ini terdengar seperti melarikan diri," komentar Zhang Qiling. Tepat sasaran.

"Kau benar. Bisnis yang buruk dan kejenuhan membuatku hampir mati bosan. Meski nasib Wang Meng lebih menyedihkan, tapi harus ada seseorang yang tetap berjaga di toko itu." Wu Xie mengatakan hal mengenaskan tentang pegawainya dengan sangat santai. Tidak ada pilihan lain selain meninggalkan Wang Meng sendirian saat ia sangat ingin melarikan diri bersama Zhang Qiling. Tidak mungkin baginya mengajak pemuda itu dalam perjalanan romantis mereka.
Yang benar saja.

"Bagaimana kabar Wang Pangzi? Kalian masih suka bertemu?"

Wu Xie menggeleng. "Cukup jarang. Terakhir kali aku bertemu si gendut tiga bulan lalu. Aku dengar dia bergabung dengan tim pemburu barang antik dan dalam misi ke gunung Xin Nin."

Pemuda itu mempoutkan bibir saat membayangkan perjalanan penuh liku, menantang bahaya, dan berspekulasi dengan hidupnya. Pernah ada hari-hari di mana ia menikmati dan sangat antusias menjalani semua itu, didorong rasa ingin tahu dan naluri pertualangan yang menggebu. Akhir-akhir ini, dia kehilangan gairah dan hanya ingin melakukan perjalanan santai bersama orang yang istimewa baginya.

𝐍𝐞𝐜𝐭𝐚𝐫 𝐨𝐟 𝐌𝐞𝐦𝐨𝐫𝐲 (𝐏𝐢𝐧𝐠𝐱𝐢𝐞) Where stories live. Discover now