Mukjizat AlQur'an

1.4K 9 0
                                    

Alqur'an Buatan Nabi?

alhikmah.com - Setiap kegiatan yang memerlukan panduan atau petunjuk selalu disertai dengan rasa percaya. Percaya bahwa panduan tersebut bisa menjadi pedoman dalam menyelesaiakan pekerjaannya. Seorang pekerja harus pula percaya pada petunjuk kerjanya—untuk dipraktekkan—agar memperoleh hasil kerja yang baik. Begitu pula, bagaimana mungkin seseorang akan membeli obat penyembuh sakitnya bila ia sendiri tidak yakin terhadap akurasi resep dokter yang memeriksanya—terlepas dari alasan finansial ?

Demikianlah kedudukan iman, apalagi terhadap alQuran, sumber tuntunan setiap segi kehidupan. Berangkat dari keadaan ini, maka pertanyaan di atas, bagi seorang muslim tidak lagi memerlukan jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’, tetapi hendaknya dijadikan pemicu guna mempertanyakan kembali keyakinan pada firman-firman Allah SWT. Keyakinan yang meresap ke dalam jiwa untuk berupaya mengamalkannya. Minimnya nilai qurani yang dipraktekkan dalam keseharian dapat menjadi jawaban seberapa besar animo kita pada alQuran, yang padaakhirnya menjadi indikasi tentang seberapa besar kadar iman kita pada alQuran alkarim, rukun iman yang ketiga ini. Artinya, kesepakatan menjadikan alQuran sebagai pedoman hidup masih dalam tataran formal. Bisa jadi—salah satu—penyebabnya adalah kekuatan iman kita menjadi lemah ketika mulai berhadapan dengan ayat-ayat alQuran, di mana judul di atas muncul dalam benak kita.

Upaya beriman pada alQuran yang dimulai dengan judul tulisan ini, berarti harus menghadirkan alasan-alasan logis, bahwa alQuran bukan buatan atau gubahan Nabi Muhammad SAW. Namun, perlu diketahui terlebih dahulu mengenai sisi pribadi Rosul, guna mengantarkan kita pada pemahaman lebih lanjut mengenai keistimewaan alQuran. Pertama, sisi keadaan Nabi sebagai seorang ummiy, yakni tidak pandai membaca dan menulis, serta tidak pernah belajar pada satu satuan pendidikan pun. Maka, jika ada yang mengatakan alQuran adalah modifikasi Taurat, Injil dan hasil pemikiran Nabi Muhammad, jelas hal inimengada-ada. Karena, hingga abad keenam masehi pun (masa kehidupan Nabi), belum ada satupun kitab Taurat dan Injil yang diterjemahkan dalam bahasa arab (Deedat, Ahmed, The Choise, Dialog Islam dan Kristen , Pustaka Alkautsar, Jakarta, 1999, hal 52).

Kedua, sisi lain keadaan Nabi sebagai seorang yang bergelar al-Amin, yakni orang yang dapat dipercaya karena selalu jujur dan tidak pernah berbohong. Untuk gelar inipun, adalah pemberian masyarakat quraisy yang sebagian besar dari mereka tidak menyukai keberadaan Nabi bersama ajaran yang dibawanya, alQuran. Demikianlah integritas kepribadian Nabi yang mulia ini terbukti oleh sejarah, guna menghilangkan keraguan ummatnya. Untuk itulah, maka argumentasi yang akan dikemukakan ini terutama bertujuan untuk memberikan jawaban secara nalar, sembari mengajak hati untuk memulai hadir, sebagai pembentuk iman.

Logika Subjektivitas

Membuat suatu aturan yang dapat diterima setiap orang dalam jumlah yang banyak dan dalamkurun waktu yang cukup panjang tidaklah mudah. Meskipun dalam pembuatannya telah disertakan berbagai wakil dari kelompok masyarakatnya. Mekanisme pemilu salah satu contohnya, --bahkan hingga kini pun-- kita masih mendengar berita tentang kecurangan pemilu, hasilnya yang tidak ditandatangani, dan penyelewengan aturan lainnya, yang hal tersebut menguatkan pernyataan di atas. Mengapa demikian ? Jelas, bahwa setiap diri yangterlibat, sangat sulit membebaskan diri dari kepentingan, juga kebutuhan pribadi atau kelompoknya, yang ini memang manusiawi.

Maka, bagaimana bisa suatu aturan hidup yang demikian luas cakupannya ini dikatakan sebagai kata-kata hasil pemikiran Rosulullah SAW, padahal telah nyata aturan tersebut diterima oleh banyak lapisan masyarakat dunia ? Di sinilah, logika nalar kita menyebutkan: pembuat aturan tersebut (alQuran) adalah Ia yang tidak memiliki kepentingan apapun terhadap manusia, sekaligus Ia pula yang paling mengetahui hakikat kebutuhan setiap manusia di seluruh dunia ini, agar aturan yang diciptakan-Nya diterima dan diamalkan.

Di antara sifat aturan yang disusun oleh manusia ialah adanya potensi yang dimilikinya untuk mengalami perubahan. Tidak adanya kemampuan manusia untuk mengetahui apa sebenarnyayang akan terjadi nanti, menyebabkan semua aspek yang ada pada masa datang tidak termasukdalam bagian pertimbangan ketika membuat suatu keputusan dan peraturan. Paling-paling, hanya berupa prediksi, analisa dan itu menjadi lemah karena tidak detil. Dan seandiainyaanalisa dan prediksi itu betul, biasanya tidak bertahan lama dengan adanya perubahan fakta yang terjadi. Jadi, apapun yang menjadi produk pemikiran dan kerja manusia akan mengalami perubahan seiring dengan waktu, ia dinamis dalam perubahannya. Maka pertanyaan'apakah alQuran buatan Nabi?' menjadi terbantahkan. Al-Quran, hingga kini belum dan tidak akan pernah mengalami perubahan redaksi meski pun sedikit.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 23, 2009 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Mukjizat AlQur'anWhere stories live. Discover now