🎧Part 1||Pembelaan Dari Jabran

100 24 71
                                    

Jam istirahat pertama biasanya sebagian siswa menghabiskan waktu di kantin, mengisi perut sekenyangnya agar bisa menghadapi pelajaran ronde kedua, seperti yang dilakukan Jabran dan teman-temannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jam istirahat pertama biasanya sebagian siswa menghabiskan waktu di kantin, mengisi perut sekenyangnya agar bisa menghadapi pelajaran ronde kedua, seperti yang dilakukan Jabran dan teman-temannya. Mereka memilih duduk di kantin Pak Aiman guru olahraga yang sekaligus merangkap tugas membantu istrinya jualan di kantin saat jam istirahat. Alasan memilih warung Pak Aiman, karena di warung ini tersedia bakso yang isinya terbilang cukup banyak dengan harga lima ribu rupiah saja, rasanya juga tak kalah enak. Di sekolah ini ada beberapa warung yang semuanya hampir diisi oleh istri dari guru yang bertugas di sini, bisa dikatakan "Kantin Orang Dalam".

Selain dari orang dalam sulit ditemui di kantin ini, jika pun ada pasti saudaranya, kebanyakan mereka menjual minuman yang sama, tapi jenis makanan yang berbeda, seperti sudah diatur untuk tidak menyamakan barang dagangan.

Semenjak Jabran berpacaran dengan Anindita, dia sering banget di ledeki sama Ehan yang terbilang usil. "Ran, enggak ke Musala, Lo," ledeknya. Jabran langsung memukuli ubun-ubun Ehan dengan kerupuk yang baru saja diambil untuk di santap dengan bakso, "berisik, lu," jawaban Jabran membuat teman lainnya ikut tertawa.

"Kasihan gue sama Dita, kok, bisa, sih, cewek sebaik dia dapat cowok kayak si Ran, heran gue," sambung Izzul.

"Enggak usah ikutan, Zul, lu fokus makan aja, kalau enggak, gak gue bayari bakso, mau," senjata Jabran untuk mengancam Izzul itu sederhana.

"Eh, jangan, dong, cuci piring ntar gue, orang udah mau habis juga baksonya."

"Giliran Izzul di bayari, lah gue bayar sendiri, berasa teman tiri," timpal Ehan.

"Lo orang kaya." Jabran melahap satu sendok kuah bakso di tambah kerupuk yang sudah di remes dalam kuah bakso tanpa melihat ke lawan bicaranya. Ehan.

Seketika Ehan mendadak mengagetkan Jabran. "Tuh, Dita ke kantin," sorot Ehan ke arah Dita yang hendak berjalan menuju kantin sendirian, dirinya baru saja keluar dari Musala selepas melaksanakan shalat Dhuha, hal itu sering dilakukan Dita saat waktu belum terlambat. Jabran langsung menemui Dita disambut puluhan suitan teman-teman Jabran juga teman sekelas Anindita yang laki-laki. Merona merah di pipi Anindita membuatnya semakin malu dan menunduk saat menyadari Jabran menyapanya.

"Enggak perlu nunduk gitu, Dit. Kita hampir setahun pacaran, kamu masih malu?"

"Bu-bukan gitu, Kak. Aku cuman enggak enak aja sama ...."

"Sama siapa? Teman-teman aku atau teman-teman kamu?"

"Bukan mereka, tapi Pak Aiman dan guru lainnya."

Jabran tertawa kecil dan menyadari sepasang mata milik Pak Aiman melihat mereka, "oh, hm, kamu udah makan?"

Anindita menggeleng, "belum, Kak."

"Aku traktir, ya."

"Enggak usah, Kak. Yaudah aku mau ke kantin ujung, takut masuk, nih."

Jabran melihat jam tangannya, tinggal beberapa menit lagi bel masuk akan berbunyi. Dia segera mengangguk permintaan pacarnya.

SORRY, DIT! (ON-GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang