Chapter 19 - Gaya Implusif

Mulai dari awal
                                    

"Aturan itu berlaku jika kita sudah memiliki Flower Winter, maka kita harus segera pergi. Tetapi jika belum, tidak jadi masalah." Izar punya pikiran negatif tentang pertanyaan Fisika.

Sedari tadi, dia sudah merasa ada hal aneh yang terjadi jika membiarkan Fisika bersama Sagi tanpa pengawasan.

Izar ingin ikut untuk mengawasi kedua rekannya. Namun, akibat kondisi sekarang. Izar hanya bisa pasrah selama seminggu di atas tempat tidur.

.
.
.

Sagi dan Fisika telah kembali ke penginapan. Fisika langsung terlelap begitu kepalanya menyentuh bantal, sedangkan Sagi di kamar sebelah sedang berbaring sambil membaca sebuah buku. Sesekali, pria itu melirik ke arah jendela. Entah apa yang sedang ia awasi.

Sorot mata Sagi terlihat waspada. Seolah-olah dia menyadari. Perjalanan menembus dunia paralel, bukan hanya dia, Izar dan Fisika saja. Rasa-rasanya, ada makhluk lain yang turut serta mengintai di kejauhan.

.
.
.

Matahari sudah cukup tinggi saat Fisika terbangun. Ia merasa semua yang terjadi hanyalah mimpi belaka, namun realita telah menamparnya bahwa semua itu adalah kenyataan.

Bergegas Fisika pergi membasuh diri. Lalu bersiap menghampiri Sagi di kamar sebelah.

"Gi? Sagi?" Fisika mengetuk pintu dengan buku-buku jarinya. "Sagi? Pagi ... pagi Sagi? Maaf gue terlambat."

Berulang kali Fisika mengetuk pintu. Tetapi nihil, tidak ada sahutan yang terdengar dari dalam. Takut ditinggal pergi Sagi, Fisika pun berinisiatif turun ke lantai dasar menghampiri resepsionis.

"Em, maaf. Apa Anda melihat pria di sebelah kamar saya?" tanya Fisika dengan nada bicara formal.

"Suami Nyonya? Dia pergi setelah selesai sarapan pagi."

"Eh? Serius? Apa ada pesan?" tanya Fisika kembali.

"Tidak Nyonya. Tuan Aerglo tidak meninggalkan pesan apapun."

Fisika mengacak-acak rambutnya frustasi. Ia pun segera berjalan cepat keluar penginapan. Tetapi ia bingung, di mana mulai mencari Sagi.

Lalu mendadak, sebuah lampu pijar menyala dalam kepala Fisika. Wanita itu kembali masuk ke lobi penginapan, kemudian duduk di kursi tunggu sambil mengeluarkan sebuah buku sihir di dalam tas dan mulai membaca sesuatu dengan raut wajah serius.

Bersamaan dengan itu, masuk seorang remaja laki-laki berwajah bintik-bintik dengan tas selempang penuh dengan gulungan koran.

"Selamat siang Lady yang manis. Bagaimana kabar Lady?"

Fisika menurunkan buku dari wajahnya. Lalu melirik ke arah meja resepsionis. Dia melihat si remaja berwajah bintik-bintik sedang menyisir rambutnya yang ikal dengan  begitu dramatisis pada wanita yang ia panggil Lady dari balik meja resepsionis.

"Koran hari ini. Tidak ada yang menarik. Kecuali fesfival perburuan. Sudah memiliki peserta taruhan, Lady?"

"Aku memegang Yang Mulia Pangeran Mahkota, Migel. Dia pasti menang."

"Pilihan terbaik, Lady Rebecca."

Migel mengedipkan sebelah matanya. Lalu Rebecca memberinya dua keping perak sebagai bayaran. Saat Migel berbalik, ia tercengang melihat wajah Fisika yang sedang menatapnya penuh waspada.

"Selamat siang, Nyonya. Takdir yang agung, ya?"

Fisika menutup buku, kemudian memasukkannya dalam tas dan berjalan menghampiri Migel.

"Um, kau bocah yang kemarin, 'kan?"

Migel terkekeh pelan.

"Bisa sihir?" tantang Fisika tiba-tiba.

Kuanta (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang