Temaram Malam-02

4 0 0
                                    

Uap panas mengepul dari secangkir kopi yang kugenggam. Terasa hangat sangat kontras dengan udara malam ini yang terasa menusuk kulit. Sengaja kuambil tempat duduk di luar cafe, agar aku bisa melihat gelapnya langit. Kuseruput cairan pahit kesukaanku. Cukup untuk menghilangkan sakit yang tak kasat mata. 

Untuk kesekian kali, kulihat pesan terakhirku yang belum mendapat balasan darinya—lima hari lalu. Helaan napas keluar dari mulutku. 

Aku menoleh kala kursi yang ada di depanku berdecit, ada seseorang yang duduk di sana. Lelaki yang sama kutemui dua hari lalu. 

"Kita bertemu lagi, Nona." Begitu kalimat sapaan darinya. Aku hanya mengangguk kecil.

"Apa kau sedang menunggu seseorang, Nona?" tanyanya. Aku mengangkat pandanganku. Apa sangat terlihat jika aku sedang menunggu seseorang? 

"Apa terlihat begitu?" dan dia mengangguk. 

"Ya, aku sedang menunggu," lanjutku dengan sedikit ragu. 

"Dan orang yang kau tunggu tak kunjung datang, Nona?" dahiku mengerut. Kenapa dia tahu semuanya? Apa aku seperti buku yang terbuka di hadapannya? 

Aku kembali menghela nafas kemudian mengangguk kecil. 

"Bukankah sangat melelahkan, Nona?" aku membuang pandanganku. Aku benci ketika lelaki yang baru kutemui ini bisa membaca diriku dengan mudah. 

"Seseorang itu akan menyesal membuatmu menunggu dalam keraguan. Langit yang gelap itu mungkin saja selalu menantikan cahaya bulan. Kamarin kau bertanya, apakah itu sebuah keajaiban atau kutukan. Aku menjawab itu keajaiban, Nona. Kau masih bisa terlihat menawan bahkan saat kau dalam kesepian. Langit itu seperti dirimu, dan orang itu tak pantas menyia-nyiakan waktu berhargamu, Nona. Kau tetap indah menawan, bahkan dalam keraguan menantikan seseorang." aku menatapnya setelah kalimat panjang itu terlontar, pertemuan pertama aku membuatnya diam dan pertemuan kedua aku dibuat bungkam. 

Temaram MalamМесто, где живут истории. Откройте их для себя