Chapter 14 - RADAR

Start from the beginning
                                    

Sedetik kemudian Fisika sadar. Izar memang sedari dulu adalah anak yang berprestasi. Jelas, segala hal yang pernah ia pelajari. Akan selalu tersimpan di dalam otak.

Ditambah, ia juga berteman dengan seorang Kaisar yang maniak fisika. Mustahil, kalau ilmu keduanya tidak pernah diasah.

"Kalau lo butuh contoh," sela Sagi memberitahu. "Antena pada pesawat berfungsi sebagai pemancar dan penerima gelombang mikro yang dipancarkan. Lagi pula, RADAR digunakan dalam dunia penerbangan dan pelayaran sebagai pemandu agar tidak menabrak objek lain. Lo tenang aja, gue akan ajarin lo soal persamaan ini nanti."

"Oh, thanks." Fisika tersenyum kecut. Dia agak bingung. Apa ia harus tersenyum bahagia atau bersedih dengan bermuram durga.

.
.
.

Persiapan yang dimaksud oleh Izar memakan waktu dua hari persiapan. Berkat pembayaran dimuka. Fisika segera menuju aplikasi belanja online. Ia membeli beberapa potong pakaian yang akan menyesuaikan pekerjaannya, sebuah tas ransel berwarna cokelat multifungsi, dua buah sepatu kets dan beberapa benda lainnya yang ia anggap berguna. Alhasil, tas punggung yang digunakan Fisika membuat tas tersebut jadi sangat berat untuk dipikul.

"Izar," panggil Fisika saat Izar sedang sibuk di ruang tamu. Selama masa persiapan dan pingsannya Fisika. Mereka bertiga telah menempati sebuah unit apartemen yang telah disewa Izar untuk keperluan misi.

"Apa?"

Seperti biasa. Izar tidak pernah lepas dari laptopnya. Ia masih tetap terlihat sibuk dengan jari-jari yang terus mengetik keyword.

"Lo ada tas sihir gak? Yang berapa pun banyak isinya. Tapi tuh tas tetap enteng dipikul. Ya, cara kerjanya mirip kantong ajaib Doraemon," seru Fisika dengan kekehan kecil.

"Oh, itu. Ada kok," balas Izar. "Gue udah nyiapin tas seperti itu. Niatnya mau kasih sama lo. Tapi gue lupa."

Hanya dalam satu jentikan jari. Sebuah tas selempang kulit berwarna cokelat mendarat di telapak tangan Fisika.

"Ada beberapa benda yang gue masukkan ke dalam tuk pelengkap misi. Lo bisa lihat-lihat kalau mau." Izar pun kembali sibuk dengan laptop di tangannya.

Pikir Fisika, barangkali Izar sedang sibuk menulis naskah novelnya yang sedang kerja deadline. Tanpa berniat mengganggu sang rekan. Fisika pun kembali berjalan ke kamarnya.

.
.
.

Keesokan harinya, selepas sarapan pagi semuanya telah bersiap di ruang tamu dengan semua persiapan yang telah dilakukan.

Sagi menggunakan tunik berwarna hitam dengan celana yang sejenis. Ia menggunakan sabuk yang memiliki sebuah tas abu-abu kecil di pinggang bagian kanan.

Izar menggunakan tunik berlengan pendek berwarna cokelat tua. Tas ranselnya diganti oleh tas pinggang berwarna hitam dengan sebuah simbol emas yang menggunakan huruf runne, sedangkan Fisika menggunakan tangtop hitam legam dengan rompi kulit, celana legging cokelat tua panjang serta boot kulit panjang.

Persamaan dari outif mereka adalah jubah hijau zamrud yang digunakan bersama-sama.

Jubah tersebut dikenakan di atas tunik masing-masing. Diikatkan di dada dengan sebuah bros kecil.

"Siap?" tanya Izar memastikan. Ponsel mereka sudah berada dalam genggaman tangan masing-masing. "Setelah kita terhisap ke dalam hyperspace. Ponsel tersebut akan tenggelam ke dalam mana masing-masing. Tentu, ini mencegah kejadian sebelumnya yang menimpa ponsel Fisika."

Izar menatap Fisika dengan penuh perhatian. Untuk melakukan ini, Fisika harus belajar pengendalian tingkat dasar mana. Dia pikir ini akan semudah yang dibayangkannya. Namun, realita justru menampar Fisika.

Mengendalikan mana untuk diberikan secara sukarela membuatnya hampir pingsan dalam tiga jam latihan bersama Sagi dan Fisika. Untuk tingkatkan sihir terampil tahap ini bukanlah hal yang susah.

"Gue paham. Thanks buat bimbingan lo berdua," balas Fisika.

Staminanya sudah kembali terisi berkat ramuan sihir yang dibuat oleh Sagi. Dan Izar meminta Fisika untuk tidak menanyakan bahan-bahan yang digunakan olehnya. Dibilang seperti itu, Fisika langsung merasa mual dan berlari ke dalam toilet.

Setelah mengaktifkan AIR. Aplikasi tersebut seketika melepas gelombang elektromagnetik yang menangkap tiga sumber frekuensi berbeda untuk membuka celah.

Saat terjatuh melewati Hyperspace, Izar seketika mengarahkan tujuan untuk pergi ke alam semesta dengan kode dunia 0511 dalam waktu 2 menit.

Ketika mereka kembali transisi. Fisika merasakan sentuhan air yang menenggelamkan mereka dalam sebuah arus yang cukup kuat. Fisika berusaha menahan napas sambil melihat sekitar. Tetapi air tersebut tampak sangat kabur.

Dengan dingin yang menusuk tulang. Fisika bergegas berenang ke atas permukaan. Saat kepalanya menyembul. Ia melihat Sagi yang sedang terengah-engah. Sadar bahwa Izar belum kunjung muncul. Fisika menoleh ke sekitar sungai.

"Izar!" Fisika berteriak. "Izar! Lo di mana?"

Sagi kini telah menyelam kembali ke dalam air. Dikeluarkan energi mana untuk menarik energi mana punya Izar dan sekali lagi, ia pun menyembulkan kepala dari dalam air.

Tampak di dekat Fisika, tubuh Izar mengambang dengan kondisi tak sadarkan diri. Wanita berdarah O itu pun segera melingkarkan tangan di leher Izar dan menarik tubuhnya untuk menepi.

Hujan turun dengan sangat lebat. Angin yang berhembus kencang semakin meningkatkan intesitas cuaca tersebut.

Dengan dibantu oleh Sagi. Keduanya pun menyeret tubuh Izar ke tepi lapangan terbuka. Tanpa di komando, Sagi segera melakukan gerakan CPR sebagai bentuk penyelamatan darurat.

Selang beberapa detik berlalu. Kelopak mata Izar terbuka dan ia terbatuk-batuk sambil memuntahkan air sungai.

"Lo gak apa-apa?" tukas Fisika dengan khawatir. Mereka telah tiba di dunia paralel 0511 dengan cuaca yang sangat buruk.

"Ya," sahut Izar dengan napas tersenggal-senggal. "Gue baik-baik saja."

Ia lalu menatap ke arah Sagi, lalu menundukkan kepala dengan rasa bersalah.

"Maafkan hamba, Bigbos. Seharusnya gue bisa lebih baik membuat tempat pendaratan yang jauh lebih baik."

Sagi hanya tersenyum kecil sambil menepuk pundak kiri Izar. Jika semuanya masih hidup dan tidak kekurangan apa-apa. Seharusnya semuanya baik-baik saja.

Akan tetapi, saat Sagi beralih memandang Fisika. Wanita itu mendadak terduduk kaku. Mata cokelatnya melebar ke arah sesuatu dibalik punggung Sagi. Tepat saat Sagi menoleh ke belakang.

Tampak sesosok makhluk berbulu hitam dengan mata merah yang menyala terang. Keberadaannya di tengah guyuran hujan sangatlah tidak lazim.

Makhluk itu memiliki satu tanduk dibagian kiri. Ia menggeram dengan deretan gigi-gigi runcing yang siap mencabik-cabik apapun. Ekornya yang berduri panjang dengan ujung  berwarna hijau pucat, bergoyang-goyang mengikuti arah angin dengan sangat menakutkan.

"Oh, sial!" Fisika melirik Izar yang mulai bangkit. "Kita kedatangan monster."

"Yeah, monster yang mengucapkan salam selamat datang," timpal Sagi dengan bilang pedang bertipe bastard sword di tangan kiri.

Pedang itu memiliki dua sisi yang kontras. Di sisi sebelah kiri, bilahnya berwarna hitam dan bilah di sebelah kanan berwarna merah. Ganggangnya berbentuk salib dengan batu ruby berwarna semerah darah. Terdapat ukiran kepala naga yang sedang membuka mulut untuk melahapnya.

Saat Sagi mengayunkan pedangnya ke udara. Bilah tersebut mendadak seperti di aliri sambaran petir yang menari-nari.

"Lo tetap di belakang kami berdua," seru Izar pada Fisika. Tangan kanannya pun telah memegang sebuah pedang berbilah perak.

Fisika hanya bisa mengganguk. Ia masih belum siap menghadapi monster seperti itu. Ditambah, bukan hanya satu monster saja. Enam makhluk serupa perlahan muncul dari dalam kabut.

"Oke, ini akan menyenangkan." Sagi memainkan lehernya sebentar sebelum berlari menebas monster yang telah terlebih dahulu melompat dengan cakar yang siap melukai lawannya.

__/_/_/_____/___
Tbc

Kuanta (End)Where stories live. Discover now