Tiup Lilin

19 1 9
                                    

(Lembayung) re : Penuh energi, seakan-akan tidak pernah istirahat. Ia kerap kali mengganti hubungan dan tidak jatuh cinta secara mendalam kepada siapapun.
Dalam urusan karier, ia meraup bayaran tinggi dan karir yang hebat.

|| "mengutip dari : namamia.com" ||


________°° •• °° ________


Tahun Baru, 1 Januari 2022, setelah meniup api jingga yang mentereng di atas lilin kecil, Lembayung genap berusia 20 tahun. Asap yang membungbung karena tiupan angin dari bibirnya melantunkan pengharapan, setidaknya untuknya.

Di hari Sabtu yang kelabu ini, Lembayung berlindung dibalik rumah sederhana milik kedua orangtuanya. Lantainya hanya berlapis tikar dan peluran semen. Atap dan dindingnya hanya terbuat dari anyaman bilik bambu, membuat beberapa cahaya luar seakan mencoba menembus.

Di dalam kamarnya, Lembayung menaruh semua pengharapan itu. Lembayung sadar dia hanya gadis desa, tapi tidak satupun orang-orang sekitarnya yang berhasil memadamkan tekadnya itu. Termasuk Bapaknya yang bersikeras menjodohkannya dengan Rojak; pengepul sayur di pasar sebrang-.

Lembayung ingin kuliah, katanya menjadi jurnalis adalah mimpinya sejak dia masih duduk di bangku sekolah menengah. Brosur kampus banyak tersusun rapi di laci kecilnya, meskipun beberapa dibuang Bapak, karena baginya tidak butuh anak gadis berkuliah, hanya menghabiskan duit saja.

“Teteh, selamat ulang tahun.” Suara riang terdengar di balik gorden, Lembayung menoleh dan mendapati Gayatri menghampirinya sumringah.

“Makasih ya neng.” Lembayung mengusap kepala adik perempuannya. Tidak lama si bungsu mengekor di belakang. Lelaki kecil berusia tujuh tahun berjalan dengan sebuah pisau roti yang baru saja dia ambil dari dapur.

“Teteh, Guntur mau kuenya atuh, boleh engga?”

“Iya boleh atuh, sok aja. Sini Teteh potong.” Lembayung mengambil alih pisau dari tangan sang adik, mulai membelah bolu pandan murah yang dia beli di pasar dekat rumah.

“Teteh dapet kuenya dari saha atuh? si Rojak bukan?” - (“Kakak dapet kuenya dari siapa? si Rojak bukan?”) Gayatri menggoda sambil tertawa.

Ihh amit-amit. Daripada dikasih kue sama dia mending Teteh gak ulang tahun. Ya beli sendiri atuh.!” Lembayung bersungut-sungut sambil tetap menaruh potongan kue di atas piring dan menyerahkannya kepada dua adiknya.

“Hehehe, maap atuh Teh, cuman bercanda. Gayatri juga gamau punya aa ipar si Rojak. Udah bapak-bapak atuh dia teh, masa mau sama Teteh yang cantik. Gak adil pisan.” Gayatri berceloteh dengan mulutnya yang penuh bolu pandan. Guntur yang belum mengerti hanya memerhatikan kedua kakak perempuannya. Diam-diam tangannya akan mencolek krim putih di atas bolu.

“Aduh ini teh anak-anak Ibu lagi pada ngapain? ngerayain ulang tahun teh Ibu meni gak diajak ihh,” ucap seorang wanita paruh baya. Umurnya mungkin di ujung 40 tahun. Dia memakai kain sarung menutupi kakinya di tambah atasan blouse kembang-kembang.

“Guntur tuh Bu, kuenya di abisin sama dia.”

Ihh da Teteh juga,” Guntur menyelak Gayatri, tidak terima menjadi bahan tuduhan sang kakak.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 27, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Lembayung SenjaWhere stories live. Discover now