Kencan Buta

1 0 0
                                    

"Ya Allah, ini bujang satuuu ...."

Pagi hari sudah beranjak siang kala jarum jam menunjuk pukul sebelas. Kegiatan manusia yang seharusnya sudah berjalan sejak jam subuh, tetapi Andrew justru manfaatkan untuk bangun siang.

"Lho, Bu, ke sini enggak kasih kabar?" Andrew yang baru buka mata dan berjalan sempoyongan ke ruang tengah, kini dikejutkan dengan sosok sang ibu yang berkacak pinggang khas model di karpet merah.

"Dari kemarin kamu kenapa gak bisa dihubungin?" Wajah sang ibu melotot, memandang anaknya yang menggaruk-garuk kepala sampai seperti benang kusut.

Andrew serius tentang benang kusut. Dia beranggap; sekali sang ibu datang, maka kebebasannya hilang untuk beberapa pekan. Membuat pemuda itu hanya bisa mendengkus dalam diam, bersabar dengan semua hal yang ibunya lakukan.

Termasuk hari ini.

"Aku lembur biar kerjaanku selesai." Andrew menguap lebar, memilih duduk di sofa ruang tengah, kembali memejam tanpa menghiraukan ibunya—Rida. "Baru tidur habis subuh tadi."

"Kamu ini. Ibu dari kemarin tuh pengen ngasih tahu. Hari ini kamu harus datang ke kencan buta! Ibu sudah pilihkan teman kencan. Dia anak teman Ibu."

Kantuk Andrew seketika hilang. Dia menatap Rida yang sibuk membuka lemari es. "Bu ...."

"Udah, deh. Kamu itu setiap Ibu minta kencan pasti begitu. Proteees mulu kayak netizen waktu pemerintah keluarkan peraturan baru. Sekali-kali nurut, Andrew. Ini perempuannya sesuai kriteria kamu, lho."

"Mungkin maksudnya kriteria Ibu," gumam Andrew dengan tatapan malas.

Rida adalah sosok ibu yang memaksa sekali Andrew untuk menikah—menurut pribadi. Wanita itu tidak segan meminta anak semata wayang untuk hadir di tengah-tengah teman arisannya, lalu mengatakan banyak hal yang intinya sama; mempromosikan Andrew.

Andrew tidak ada niat untuk memasang tampang malas di depan Rida, tetapi perlakuan wanita itu membuat sang pemuda berpikir; apa sebegitu tidak lakunya dia sampai sang ibu berbuat demikian?

"Kamu ngomong apa?"

"Aku baru ingat badanku bau." Andrew mengganti kalimat. Bisa-bisa dirinya dicoret dari kartu keluarga bila mengulang ucapannya dengan jujur.

Rida menyumbingkan bibir atas ke kiri, menatap sinis sang putra yang menggaruk ketiaknya.

"Mandi sana! Nanti jam dua siang kamu harus ketemu sama dia! Namanya Yeni, cantik anaknya. Jangan sampai kamu bau badan, bisa-bisa calon mantu potensial Ibu kabur."

"Oh, gitu?" Andrew sengaja bertanya, mengangkat tinggi alisnya sambil menatap Rida antusias.

"Ya iyalah, Andrew! Mana ada perempuan tahan sama bau badan ...."

"Kalau gitu aku gak usah mandi, ah. Biar dia kabur aja."

Dan tepat sebelum wortel terlempar, Andrew melesat ke dalam kamar. Meninggalkan Rida yang berseru kesal dengan tingkahnya.

***

Dan di sinilah Andrew berada. Berbaju formal dengan jas yang dia sampirkan di kepala kursi restoran, kemeja biru muda dengan dasi hitam, celana kain senada dasi, rambut tertata—hak cipta dari Rida yang memaksa, dan dua hidangan tidak tentu membuat perut kenyang. Andrew duduk di salah satu kursi restoran tempat Sully bekerja.

Dirinya kemari bukan untuk menemui Sully, melainkan sosok Yeni yang Rida canangkan sebagai calon menantu. Padahal hari masih siang untuk ukuran kencan buta "romantis" ini.

Namun, pemuda itu mengernyit kala melihat Yeni datang. Wajah gadis itu tidak menunjukkan kearifan lokal, berbanding terbalik dengan namanya. Sehingga tanggapan pertama Andrew adalah ... "Kamu keturunan mana?"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 27, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

ASMR Boyfriend (Sequel "Daun Tangan")Where stories live. Discover now