"LAH TERUS GUE ANAK DARIMANA?"

"Ya sabar dulu goblog, gue belom kelar cerita"

Ei mendengus menatapku sebal karna aku memutus ceritanya, namun kemudian kembali berfokus dengan laptopnya.

"Mama tu gatau pas hamil elu, pas tahu kelamin lo cowok, tu Mama udah keburu cerai sama Papa, lo tahu kenapa Mama keras banget sama lo?"

"...Kenapa?"

Ei menatap keluar jendela kantornya, tatapan menerawang.

"Mama masih berharap Papa bakal balik kalo lo bisa jadi pimpinan perusahaan kita, karna itu Mama keras banget sama lo, dia takut lo gagal jadi penerus, Mama takut gagal bikin Papa balik lagi, at the end, she so stupid! What the fuck is she thinking?! " Dengus Ei tidak habis pikir, aku terdiam beberapa saat, sejenak ada perasaan iba namun aku juga tidak bisa bohong tentang luka hatiku.

Ribuan rasa sakit dan rasa takut yang menyelimutiku dulu, bukanlah suatu hal yang mudah untuk kubiasakan sejak kecil, Mama boleh terluka, tapi aku tak ada hak untuk menanggung lukanya, tapi wanita itu membuatku menanggungnya.

"Tapi kenapa perlakuan Mama ke lo beda banget?
Like— why dia ga pernah kasar sama lo?"Tanyaku akhirnya, setelah bungkam karna sibuk berperang dengan pikiran sendiri.

Ei menatapku lalu tersenyum getir.

"She treat Makoto, not me, thats why "

Aku mengerti sekarang, Mama tidak pernah melihat Ei, dia hanya merasa bersalah karna kematian Makoto hingga menumpahkan penyesalannya pada Ei, Mama lupa jika yang dihadapannya itu Ei, bukan Makoto.

"...I am sorry to hear that "

Ei terlihat terkejut beberapa saat karna ucapanku, namun kemudian terkekeh dan kembali merapikan berkasnya.

"Why you have to say sorry? Its not your fault "

"I have to, " aku menghela nafas " Gue terlalu berfokus sama luka gue sendiri dan gamau tahu kalo lo nanggung luka yang berat juga "

Ei tersenyum.

" Jujur aja, gue tu tiap kali liat lo, selalu ada perasaan bersalah, gue pengen banget nolong lo, tapi gue gatau harus gimana, berakhir gue cuma bisa liatin lo dan nyalahin diri sendiri karna sikap pengecut gue, "

Ei menatapku lekat.

" Maafin Kakak ya Kuni "

Aku tercekat dengan ucapan Ei yang tulus, sebaris kalimat yang sudah lama ingin sekali kudengar, buru-buru kuseka air mataku lalu terkekeh.

" Apasih lo, tapi makasih ya Kak "

Ei mengangguk dan memberiku selarik senyuman hangat diwajah cantiknya.

" Anyway, gue boleh nanya lagi ga? "

" Silahkan"

"Penyebab Kak Makoto meninggal apa? Jujur, sampe sekarang gue gatau apa-apa soal Kak Makoto, selain gue tahu itu almarhum kembaran lo"

"Dia punya fisik yang lemah, emang dari kecil dia sakit-sakitan, terus dia pernah demam tinggi tapi Mama telat pulang karna meeting, akhirnya yah Makoto meninggal pas perjalanan ke rumah sakit, oiya waktu itu Papa lagi dinas di luar kota, makanya gabisa ngurus Makoto"

"Ahh gitu.."

Srakk

Ei meletakkan berkasnya di rak lalu menghela nafas lega sambil berkacak pinggang.

"Akhirnya kelar ye kak?"

"Iye anjrit, cape gue"

Aku tertawa, bagaimana bisa dalam sekejap jarak diantara aku dengan Ei lenyap begitu saja? Dan rasanya Ei lebih hangat padaku.

Sebelumnya selalu ada jurang yang memisahkan kami, jangankan untuk saling mendekat, untuk menatap satu sama lain saja rasanya enggan.

" Sesuai janji, gue bakal ikut sama lo "

Aku menghela nafas sambil mengepalkan tanganku, Ei menepuk pundakku sambil tersenyum lembut.

"Gue tahu ini berat buat lo, tapi inget, sekarang lo ada gue"

Aku tersenyum getir, Ei benar, aku tidak sendiri karna sekarang aku punya lebih banyak orang untuk meniti masa depan.

Sudah saatnya aku mulai bangun dan melepaskan apa yang seharusnya.

Sudah saatnya aku mulai bangun dan melepaskan apa yang seharusnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Lengkara || PungudProjectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang