"Tidak. Itu tidak perlu sama sekali."

"T- Tuan Muda. Tuan Besar dan Nyonya Ruri melihat kemari." Ren dengan kikuk mengharap atensi Valias. Ketika Valias menoleh ke arah Hadden dan Ruri keduanya sama-sama tengah menengok ke arahnya. Dari tempatnya dia melihat mereka berdua bergantian menyebut namanya dalam bentuk lafal mulut mereka.

"Apakah Anda akan menghampiri mereka? Saya yakin jika tidak mereka lah yang akan kemari," ujar Mallory dengan kekehan kecil.

Valias bergumam mengiakan. "Aku akan menemui mereka."

Dengan jarak yang semakin menyempit pasangan itu ikut serta mengambil langkah andil dalam menghapus jarak di antara mereka. Valias berdiri di depan mereka dengan senyum sederhananya. Jika orang lain melihat mereka orang itu pasti dengan seketika menangkap dinamika dari sepasang orangtua yang tengah berhadapan dengan seorang putra yang kian melepaskan diri dari gapaian tangan mereka. Meskipun hubungan di antara mereka baik, sebuah tabir tak kasat mata memisahkan mereka. Bahkan jika sang orangtua bisa menyentuh fisiknya, mereka tidak bisa menyentuh jiwa yang ada di dalamnya seberapapun mereka berusaha.

"Ayah, ibu."

Wajah Hadden membendung duka. Siapapun bisa melihatnya. Begitupun Valias yang merupakan ujung kedukaan itu tertuju. Valias membiarkan sepencil kekikukan lepas di depan Hadden. "Ayah. Maaf sudah membuatmu khawatir. Adakah yang bisa aku lakukan?"

Hadden menenangkan diri dengan meniupkan napas kecil dari mulutnya. Mata kristalnya menelisik wajah Valias. "Bagaimana kabarmu, putraku."

"Aku baik-baik saja. Aku tidak merasa kelelahan belakangan ini. Aku juga akan beristirahat cukup untuk melegakan kekhawatiranmu," Valias menjawab terus terang.

Hadden mengangguk sendu. "Aku khawatir. Kau begitu jauh hingga aku kesulitan menemukanmu."

Valias terhenyak. Dia melihat Hadden dengan lebih berhati-hati. "Jauh?"

Hadden menghembuskan napas yang nampak tertahan. "Kesempatanku untuk berbincang denganmu sangatlah sedikit. Kau banyak meninggalkan rumah. Aku berduka kau tidak merasa betah di sini dan menghindari interaksi dengan saudara-saudarimu juga aku dan Ruri."

Valias terdiam. Dengan hati-hati dia berucap. "Aku tidak meniatkan itu sama sekali. Itu tidak disengaja. Maafkan aku."

"Boleh kami tau urusan seperti apa yang sedang menyibukkanmu?" Ruri ikut bertanya dengan suara lembut nan sendu.

"Hm. Ada yang kudiskusikan dengan Putra Mahkota," Valias menjawab.

Hadden terhenyak. "Apa yang kalian diskusikan?"

"Hanya perbincangan santai," Valias menjawab berkilah. "Karena aku cukup seumuran dengannya. Dia ingin lebih banyak berbincang denganku daripada dengan saudaranya."

"Kenapa kau? Apakah Putra Mahkota sebegitu merasa akrabnya denganmu?" Kening Hadden berkerut.

Valias mengangguk. "Dia bilang dia merasa lebih leluasa untuk membicarakan persoalan yang tidak bisa dia bicarakan dengan orang lain."

Wajah Hadden tertekuk cemas. Namun segera dia merilekskan wajahnya sendiri. "Kalau aku meminta waktumu untuk berbincang denganku, apakah kau akan bersedia?"

Valias memandang Hadden. Mengangguk. "Kapan saja."

Hadden menoleh pada Ruri yang juga menoleh padanya. Ruri mengangguk. Hadden kembali melihat pada Valias. "Esok pagi, bisakah aku mengundangmu meminum teh?"

Valias mengiakan. "Aku akan berada di rumah."

Hadden nampak merasa lega. Sesuatu yang belakangan ini memberatkan kedua bahunya terangkat dari sana.

[HIATUS - 2026] Count Family's Young Master 백작가의 젊은 주인 (🌘CFYM)Where stories live. Discover now