"Thank you. Aku pikir kamu nggak bakalan datang."

                "Sori. Gue kesulitan mencari teman untuk pergi ke sini. Untung aja ada Adel." Arka melirik Adel yang sejak tadi hanya diam, kemudian dia memberi isyarat pada saudaranya itu untuk berusaha bersikap ramah pada Elena.

                Adel menghela napasnya, kemudian tersenyum seadanya dan mengulurkan tangan. "Adel."

                Dengan kernyitan tak percaya, Elena membalas jabatan tangan Adel. "Saudara kembarnya Arka, kan?"

                "Hm."

                "Wow."

                "Wow?"

                "Hm, maaf. Aku cuma nggak nyangka aja bisa ketemu sama kamu, Del." Elena mencium kedua pipi Adel dengan sikap ramahnya. "kamu tahu, akhir-akhir ini nama kamu sering dibahas dimana-mana. Anggota DPR termuda dan yang paling pemberani." Elena melirik Arka dengan senyuman manisnya. "thank you, ya, Ka, udah bawa saudara kamu ke sini."

                Arka mengangguk dengan senyuman yang dikulum. Kemudian Elena mempersilahkan mereka berdua duduk di tempat yang dia minta khusus pada pelayan. Arka melirik Adel sejenak kala mereka berjalan mengikuti kemana Elena membawa mereka, dan saudara kembarnya itu terlihat memutar bola matanya malas, membuat Arka tersenyum geli dan mengedipkan sebelah matanya.

Elena menyuguhi mereka berdua dengan menu makanan terbaik yang dimiliki restorannya. Sembari menjelaskan keunggulan masakan itu, serta cita rasanya yang berbeda dari restoran lainnya, Elena juga menjelaskan dari mana saja bahan-bahan makanan terbaik yang digunakan di sana dia dapatkan.

                Dari caranya bicara, tutur katanya, sikap ramah dan sopannya, Adel tahu kalau wanita di hadapan mereka ini sangat berattitude, sepertinya berasal dari keluarga baik-baik. Dia tidak pernah menolak panggilan siapa pun, menghampiri siapa pun yang memanggilnya, menerima pelukan dan segala hadiah untuknya dengan senyuman dan ucapan terima kasih yang tulus.

                Dan Adel pun juga tahu, sepertinya Elena ini menyimpan perasaan khusus pada Arka. Karena sejak tadi, siapa pun yang memanggilnya, kemana pun dia pergi untuk menemui orang-orang, Elena pasti tetap akan kembali ke meja mereka, menemani mereka makan dan mengajak Arka mengobrol.

                Adel menggelengkan kepalanya pelan, dan menatap wanita cantik itu dengan tatapan kasihan. Arka memang bermulut manis, wajahnya tampan dan dia senang sekali bersikap baik pada seluruh orang.

Tapi, hingga detik ini, sebagai orang yang paling dekat dengannya, Adel tahu kalau Arka sulit untuk jatuh cinta. Tidak. Dia bahkan tidak pernah jatuh cinta. Punya pacar saja juga belum pernah. Sekalinya ada yang menyukainya, Arka malah bingung dan tak enak hati.

                Yang Arka tahu hanyalah bermain bersama Alma, mengikuti Alma kemana pun. Alma, Alma, dan akan selalu Alma. Adel pernah mengira kalau mereka berdua berpacaran, tapi saat meluangkan waktu berharganya untuk mengamati kedua orang berisik itu, Adel menyesal telah membuang-buang waktu.

                Mana mungkin Alma dan Arka berpacaran, kalau setiap kali bertemu saja mereka hanya berbaring sembari bermain game, menonton film sembari saling memaki satu sama lain, atau yang paling tidak waras adalah melakukan taruhan saat menonton pertandingan sepak bola dimana yang kalah harus menjaili rumah tetangga dan menerima hukuman dari orangtua masing-masing.

                "Gimana? Kamu suka nggak?" tanya Elena pada Arka yang baru saja selesai menghabiskan satu prosi Steak.

                Arka mengangguk sembari mengelap sekitar bibirnya dengan serbet putih. "Suka. Enak banget, El. Gue yakin restoran lo bakalan sukses besar."

MenungguWhere stories live. Discover now