"Apakah William sudah melamarmu?" Dimitri bertanya dengan santai
"Dad...kau tahu maksudku. Memang William belum melakukan itu tetapi aku tidak bisa membiarkan hal ini terus berlarut-larut sampai William melamarku dan aku terpaksa harus menolaknya. Aku tidak ingin menyakiti dirinya, aku meyukai William, hanya sebatas teman tidak lebih. Aku tidak mencintai William."
Alis Dimitri saling bertautan, karena dahinya mengerut mendengar penjelasan putrinya. "Jangan kau katakan bahwa dirimu jatuh cinta dengan James, pria yang baru saja kau kenal, bahkan hampir-hampir tidak kau kenal."
Sikap diam Maddy sudah cukup men jadi jawaban. "Jangan bodoh, Maddy. Apa yang kau rasakan hanyalah ketertarikan seksual."
"Apa pun sebutannya, semua ini membuatku menyadari perasaanku, rasa ini lebih kuat dari perasaanku terhadap William, Dad."
Sambil menahan amarah Dimitri berkata," Seandainya Dad tidak pernah mengundang James Cavanaugh kemari."
Maddy menggelengkan kepalanya. "Bahkan jika aku tidak bertemu dengan James, cepat atau lambat aku akan menyadari bahwa perasaaku terhadap William tidak cukup membuatku ingin menghabiskan sisa hidupku dengannya."
Sesudah beberapa saat, Maddy menambahkan dengan tenang, "Aku senang menyadarinya sebelum kami berakhir di pelaminan."
Ada jeda yang panjang sebelum akhirnya dengan berat hati Dimitri berkata, "Baiklah, jika kau sudah yakin dengan perasaanmu, tidak ada lagi yang bisa aku katakan."
"Maafkan aku, dad. Aku tahu semua ini akan membuatmu kecewa."
"William sudah ku anggap seperti putraku sendiri. Dad berencana untuk mewariskan kepada kalian berdua perusahaan Wright...."
"Oh, Dad..." mata Maddy berkaca-kaca.
Dimitri menggapai dan mengelus-elus tangan Maddy. "Jangan sedih. Dad juga tidak ingin kau menikah dengan pria yang tidak kau cintai hanya untuk menyenangkanku. Jadi kurasa demi kepentingan semua orang sebaiknya kauberitahu William secepatnya."
Menyadari bahwa hal ini adalah persoalan yang tak dapat dibicarakan melalui telepon, segera setelah sarapan pagi Maddy pergi ke kantor dan mintabertemu empat mata dengan William. Ketika Maddy diantar ke ruangan William, pria itu berdiri dan menatap heran. "Wah, apa yang membawamu ke sini? Bukankah kau baru akan mulai kerja sebulan lagi?"
"Aku memang belum bekerja. Kedatanganku kemari karena aku ingin membicarakan sesuatu hal padamu." Mata William tampak sedikit waspada seolah-olah ia dapat mencium sesuatu hal, ada yang tidak beres, dan bertanya, "Katakan saja..."
Rasa bersalah membuat pipi Maddy tampak kemerahan, tapi ia berterus terang, "Semalam aku tidak mengatakan padamu yang sebenarnya. Tidak enak badanku hanya alasan untuk menghindari ajakanmu."
"Maksudmu kau membohongiku?"
Maddy mengumpulkan keberanian, "Aku bertemu pria lain dan aku tertarik dan ..."
"Kau menolak ajakanku hanya supaya kau bisa pergi keluar dengan pria lain?"
"Bukan, bukan begitu..."
"Jadi kau tidak pergi dengannya?" William menatap mata Maddy tajam
Sambil menggigit bibir bawahnya, "Aku pergi dengannya... Walaupun saat aku menolakmu, aku belum tahu bahwa ia akan mengajakku pergi."
"Jika kau tidak tahu ia akan mengajakmu keluar, kenapa kau menolak ajakanku?"
"Pria ini ada di benakku selama ini, dan bagiku rasanya tidak adil jika aku pergi denganmu, tetapi memikirkan orang lain. Maafkan aku," Maddy menambahkan dengan sedih.
bersambung....
Jakarta, 31 Januari 2022
Bagaimana ceritanya??
Jangan lupa di follow, beri koment dan di like yaaaaa
Happy reading.....
YOU ARE READING
💞💖 L O V E..💖💕
RomanceBagaimana jika ada kesalahpahaman di antara sepasang kekasih? Akan kah mereka tetap melanjutkan hubungan mereka? Atau kah mereka lebih memilih jalan lain yaitu berpisah? Walau pun cinta dan gairah yang berkobar terlihat jelas di antara mereka. Pilih...
Chapter 4
Start from the beginning
