-ʜʏᴀᴄɪɴᴛʜ-

244 37 7
                                    

-𝑺𝒕𝒊𝒍𝒍 𝒘𝒊𝒕𝒉 𝒚𝒐𝒖-

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

-𝑺𝒕𝒊𝒍𝒍 𝒘𝒊𝒕𝒉 𝒚𝒐𝒖-

__________________________________________

Jikalau tidak berada-ada, masakan tempua bersarang rendah.

Kau tahu, kekecewaan yang nyaris menyarang penuh dalam hati hampir membuat otak ini bebal, hingga rasanya tidak ada lagi yang mampu dipikirkan selain dirimu dan aku. Bagaimana kata ‘kita’ yang mutlak berubah menjadi dua penyebutan asing untuk satu perasaan tanpa keredaman akan cinta.

Rentan hati mengupas rindu. Tangis, tawa, dan ikhlas. Yang terakhir itulah, terlalu berat untuk dirasai. Jika saja hati mudah terlapang untuk kata maaf dan saling memaafkan, namun sayangnya hati ini terlalu kecil untuk sekadar menopang selontar maaf yang meski terdengar sangat tulus kala ituㅡlima tahun lalu dengan penyelesaian tanpa ada penjelasan pasti yang telak menjadi si biang kerok. Hancur, terombak, dan asing. Dan yang terakhir itulah, perasaan sekarang. Kendati satu hati masih berlabuh pada rasa yang sama, tetapi cinta bertepuk sebelah tanganlah yang mungkin pantas menjadi ungkapan kini. Agaknya tidak mungkin ‘kan, lelaki dengan paras yang serupawan dahulu ini masih bertahan untuk pusat hati yang mutlak menjadi kenangan buruk?

Suara rintik hujan menjadi nyanyian tenang, membawa hawa semakin dingin dan tangan mengepal kuat di atas pangkuan sendiri, di bawah meja, hingga tidak ada yang menyadari kegugupan hati yang sedang mati-matian dirinya tahan hampir tiga puluh menit lamanya dalam hening tanpa umbar kata yang masih bertahan dalam diri masing-masing. Gugup, dingin, dan hujan. Anehnya memang, seolah cuaca mendukung duduk bertatap ini untuk bisa terjebak lebih lama.

Caffè macchiato.” Serak, rendah, dan rindu. Lee Jina kepalang merindu pada aksen serak berat seperti ini memasuki pendengarannya.

Namun, segala bentuk pengobat kerinduan ini sudah selayak embun di ujung rumputㅡsesuatu yang lekas menghilang. Hanya meredamnya sebentar. Lee Jina ingin sekali memeluk raga sedikit menggigil di balik kemeja putih tanpa mantal penghangatnya, merengkuh saling menghangatkan layaknya dahulu. Tetapi kesadaran itu kembali menguasai diri, dan siratan kerinduan dari pancar netra teralihkan. Astaga, bagaimana jika Kim Taehyung masih menyadarinyaㅡperasaan yang seharusnya sudah dari lama Jina matikan kobarannya dalam diri.

“Apa kabarmu, Taehyung?” Seolah bersikap biasa saja, degub jantung di balik rongga dada hampir membuat tangan gemetaran hingga mungkin dapat memuntahkan isi cangkir dengan dalamnya yang disebut lelaki Kim tadi, Caffè Macchiato, masih menjadi hal favoritnya.

Kim Taehyung tersenyum tipis, hampir membuat Jina bereaksi di luar kendali. Asal kalian tahu, meski setipis itu sudah mampu menambah perpecahan di hati dan akal Jina. “Kurasa baik,” begitu jawabnya.

Lee Jina kelimpungan di dalam hati, akal, dan jantung yang bergerumuh semakin kencang berdetaknya. Mengumbang lirih sebelum menyesap sejenisan kopi favoritnya itu, sebagai usaha kecil untuk terlihat biasa saja; tanpa gugupnya, dan tanpa hal tidak lumrah dalam dirinya. Lee Jina harus sadar diri, sepenggal kalimat itu yang ia tanamkan pada serebrum untuk mempertahankan kewarasan. Lee Jina harus sadar diri, jika Kim Taehyung bukan lagi sosok yang sama. Perbedaannya telah kontras, semakin menggelapkan hati Jina dengan umbaran kalimatnya dahulu, “Aku akan menikah. Bukan, bukan denganmu. Tetapi dengan gadis setulus hujan yang menyirami tandusnya diriku. Dan kau, kau memang setulus mentari yang menghangatkan, akan sayangnya, sang mentari selalu berujung terombak oleh malam. Aku tidak bisa bertahan lagi denganmu.” Status, itulah perbedaan yang mutlak menjadi penghalang rasa tidak lumrahnya milik Jina.

𝐑𝐀𝐈𝐍: 𝐇𝐲𝐚𝐜𝐢𝐧𝐭𝐡 ✓Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon