1. KE KOTAMU AKU PULANG

441 57 27
                                    

"Hai, Kapals. Balik lagi di K-FM, dan kamu masih dengerin 'Prime Music' bareng Eriska Sutomo. Lagu yang barusan hadir cocok banget nih sama suasana Kota Malang hari ini. Yang adem dan bikin kita mager. Maklum lah, ya. Emang lagi musim hujan. Bikin males ke mana-mana. Bawaannya pengen rebahan aja. Eh, tapi jangan kebablasan, ya. Masih belum larut, nih. Mending kamu share aktifitas kamu ke Eris lewat jejaring sosial K-FM. Siapa tahu kamu yang beruntung dapet giveaway dari kami..."

Andra membelokkan motor sport-nya ke pelataran kantor K-FM dan memarkirnya di salah satu sisi gedung bersama dengan beberapa sepeda motor lain dan dua unit mobil.

Laki-laki itu segera melEpas jaket dan sarung tangannya setelah turun. Kemudian melepas ear piece dan mematikan radio di ponselnya. Bukan kebiasaan baik berkendara sambil mendengarkan musik. Namun Andra tidak peduli. Sampai saat ini, dia masih baik-baik saja ketika melakukan itu. Karena dia selalu fokus dan hanya menggunakan sebelah ear piece.

Andra membetulkan kemeja flanel yang melapisi kaus berwarna abu-abu serta merapikan rambut sebahunya yang terlihat berantakan sambil berkaca pada spion. Dia segera memasuki kantor K-FM setelah memastikan bahwa penampilannya telah rapi. Andra menyapa seorang kru perempuan yang bertugas di meja resepsionis malam itu. Kemudian berlalu menuju ruang gatekeeper yang dibatasi pintu kaca.

"Hai, Ari," sapa Andra pada seorang kru K-FM yang serius menghadap komputer. Lalu menarik sebuah kursi beroda di dekat Ari untuk duduk. Telunjuknya menaikkan kacamata berbingkai hitam tipis yang bertengger di hidungnya sebelum menyalakan komputer.

"Oi, Ndra." Ari menoleh sekilas pada Andra dan kembali menghadap layar di hadapannya. "Tumben datang jam segini?"

"Ya kan emang biasanya datang jam segini." Andra meletakkan backpack-nya di bawah salah satu meja gatekeeper sebelum menarik papan ketik di hadapannya. Ia meng-klik beberapa menu pada komputer dan mencari file materi siarnya.

"Tadi mbak Sofi pesan, kalau kamu siaran jangan lupa direkam. Buat observasi kayak biasa," ucap Ari tanpa melihat pada Andra. Jemarinya sibuk meng-klik dan menyalin data-data pendengar yang masuk.

"Lagi?" Andra menoleh pada Ari. "Bukannya kemarin udah?"

"Ndra, Ndra, kayak nggak tahu mbak Sofi aja. Kerja di sini udah berapa lama, sih? Setahun?"

"Delapan belas bulan alias satu setengah tahun," koreksi Andra.

"Nah." Ari memutar kursinya menghadap Angga. "Harusnya kamu tahu kalau Program Director kita itu perfeksionisnya na'udzubillaah. Apalagi kamu sekarang siaran Curhat Malam. program prestisiusnya mbak Sofi yang dirancang bareng direktris kita, bu Anita."

Andra mengacak rambutnya dengan gusar. "Perasaan aku udah lewat masa training, deh," gumamnya.

"Ya kalau mbak Sofi mah, bodo amat kamu masih baru atau udah lama kerja di sini. Ini biar performa kamu bagus terus. Semua penyiar di sini juga gitu," jelas Ari sebelum memutar kursi menghadap komputer kembali. Andra menghela napas, lalu mengangguk.

Entah ini bagian dari keberuntungannya atau bukan saat diterima bekerja di K-FM. Stasiun radio swasta ini cukup populer di Kota Malang. Andra menemukannya secara tidak sengaja ketika baru tiba di kota apel sekitar dua tahun yang lalu.

Saat itu, dia sedang menunggu jemputan di Stasiun Malang Kotabaru usai turun dari kereta api yang membawanya dari Jakarta. Karena bosan dengan platform musik daring, Andra membuka aplikasi radio ponsel dan menemukan frekuensi K-FM usai mengacak saluran radio.

Dengan cepat K-FM menjadi stasiun radio favorit Andra. Dia menyukai konsep program dan jenis-jenis lagu yang diputar di sana. Mengingatkannya pada stasiun radio favoritnya semasa tinggal di Jakarta. Setelah beberapa bulan hanya menjadi pendengar, Andra diterima sebagai salah satu penyiar saat tempat itu membuka lowongan.

Satu bulan sebelum kepindahannya ke Malang, sang papa meninggal dunia usai berjuang melawan komplikasi paru-paru. Andra yang seorang penulis lagu dan arranger, sedang mengerjakan proyek album terbaru salah satu solois terkenal Indonesia saat itu.

Begitu kabar meninggalnya papa tiba kepadanya, laki-laki itu segera mengambil penerbangan terakhir agar sampai di kotaMalang, tempat papa-mamanya bermukim sejak sepuluh tahun yang lalu.

"Andra mau temani Mama di sini? Mama kepingin dekat sama anak setelah papa nggak ada," ucap Kinanti, mama Andra, usai pemakaman sang papa. Mereka hanya berdua di kamar Kinanti. Sementara di luar, terdengar hiruk pikuk para saudara dan tetangga yang mempersiapkan pengajian.

Saat itu, Anandari, Kakak perempuan Andra satu-satunya, masih shock dan terbaring di kamar lain ditemani oleh suaminya yang warga Australia. Keduanya baru tiba dari Bali, tempat tinggal mereka, tepat sebelum jenazah papa diberangkatkan.

Andra tampak bimbang. Dia ingin menemani mamanya. Namun di sisi lain, kariernya sebagai musisi dan penulis lagu di Jakarta juga sedang baik. Tawaran sedang banyak berdatangan untuknya.

"Kamu nggak perlu jawab sekarang, Nak," ucap Kinanti lagi. "Mama nggak minta kak Riri, karena dia sudah ikut suaminya. Apalagi Jake punya pekerjaan tetap di Bali."

Memang tidak mugkin. Jake, kakak iparnya, mengelola sebuah resort di Ubud. Sementara Anandari adalah seorang chef. Keduanya juga telah berpindah kependudukan menjadi warga Bali. Satu-satunya yang diharapkan Kinanti, tentu saja Andra yang belum menikah. Dia hanya memiliki dua anak.

Bagi Andra, wajar jika mamanya meminta demikian. Selama ini, dia dan papa hanya hidup berdua. Kalaupun ada asisten rumah tangga yang membantu mengurus rumah, dia hanya datang setiap Senin sampai Sabtu dari pukul delapan pagi sampai empat sore. Sekarang setelah papanya tiada, sudah pasti mamanya kesepian.

Maka, dengan segala kerelaan hati dan berusaha meyakinkan diri bahwa apa yang dia lakukan adalah yang terbaik, Andra terpaksa melepas beberapa proyek dan mempersiapkan kepindahannya ke Kota Malang.

Awalnya, pindah ke kota yang baru setelah bertahun-tahun tinggal di ibu kota, adalah hal yang menakutkan. Andra khawatir dia tidak akan betah di kota kelahiran papanya ini. Dia sudah terlalu biasa dengan Jakarta. Dengan kemacetan, udara, hingga ritme kehidupan yang serba cepat. Namun ternyata, setelah dua tahun menetap di kota yang memiliki banyak universitas ini, tidak buruk.

Malang memang tidak semacet Jakarta, tetapi nadinya berdenyut sama dinamis dengan ibu kota. Gedung-gedung di Malang tidak sebanyak pencakar langit di Jakarta, tetapi tempat ini tetap terlihat modern. Andra masih mendengar bahasa Malangan di mana-mana, yang sampai sekarang masih dia pelajari. Berselang-seling dengan bahasa Indonesia dan bahasa asing lainnya. Namun tidak masalah. Hal itu justru membuat kota ini terlihat unik dengan paduan tradisi serta modernitasnya.

Pada akhirnya, Andra tak begitu menyesal. Dengan karier barunya sebagai penyiar, dia mulai kerasan tinggal di kota ini. Apalagi, meski hanya melalui perantara teknologi, Andra ternyata tetap dipercaya oleh para musisi yang dia kenal untuk mengerjakan lagu-lagu mereka. Dia juga mulai memiliki teman-teman baru, dekat dengan mamanya, mengikuti komunitas, dan–

"Halo, pacar," sapa sebuah suara diiringi dengan rangkulan dari balik punggungnya.

***

Selamat datang di bab pertama. Sudah kenalan sama Andra? Sudah mulai menghalukan dirinya? Hehehe.

Lanjuta baca lanjutannya, yuk. Tapi sebelumnya, kasih pendapat kamu, ya. terima kasih.

***

Let Me (SELESAI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang