Jatuh Hati

15 7 6
                                    

Kaki Reiner mulai berjalan dengan normal, tapi tetap saja ia masih tak bisa berlari. Nenek sangat senang, cucunya sedikit demi sedikit bisa bangkit.

“Rei, makan dan tidurlah,” suruh nenek.

“Iya, Nek.” Reiner menghabiskan makanannya lebih cepat kemudian pergi ke kamar. Menidurkan tubuhnya dan tersenyum menatap atap langit kamarnya. Jantungnya berdegup kencang, padahal ia mau tidur dan tak sabar bertemu Kyra. Kali ini ia gugup sekali, mau tidur kok begini rasanya, seperti mau pergi kencan dengan pacar atau si doi.

Lama sekali ia akhirnya bisa terlelap. Seperti biasa Kyra sedang berada di kursi penonton. Reiner berlari kecil dari lapangan menuju Kyra.

“Kok lama?” tanya Kyra. Biasanya satu jam sebelumnya Reiner sudah ada di alam mimpinya.

“Maaf ya, tadi aku susah tidur.”

“Kenapa? Kamu gak sakit, kan?” Kyra menempelkan punggung tangannya di dahi Reiner.

Reiner merasa sangat gugup, sentuhan tangan Kyra begitu nyata terasa.

“Aman, gak panas.”

“Memang enggak.”

“Syukurlah.”

Reiner masih sedikit gugup, entah mengapa jantungnya juga berirama aneh tak beraturan. Apalagi Kyra hari ini terlihat sangat cantik berbeda dari biasanya. “Kyra.”

“Hm?”

“Apa mungkin aku jatuh hati padamu?”

Kyra menatap Reiner dalam dan kedua memegang punggung tangannya. “Mungkin, karna aku juga jatuh hati padamu Reiner.”

“Aku pasti sudah gila.” Reiner berpikir ini sangat konyol dan terkena gangguan mental jatuh cinta pada sosok yang tercipta dari imajinasi otaknya. Sosok yang tak nyata.

“Reiner, kamu tidak gila.”

“Kamu ada karena aku memikirkan tentang kamu. Kamu hanya imajinasiku, Kyra.” Kenyataan memang menyakitkan, tapi terlalu banyak berharap pada suatu yang tak mungkin itu akan jauh lebih sakit.

“Karenamu aku ada, dan aku memang ada.”

Reiner sering tak paham apa maksud dari perkataan Kyra termasuk perkataannya kali ini. “Tapi, mungkinkah, kamu ada?”

“Aku ada Reiner, aku memang ada. Kamu lihat aku berdiri di sini di depanmu. Kau bisa memegangku, merasakan detak jantungku.” Kyra meletakan tangan Ryner tepat di jantungnya.

Reiner merasakan detak jantung Kyra yang hampir sama dengannya. Nyata sekali, seperti bukan mimpi tapi ia tahu ini hanya mimpi.

“Kau masih tak percaya?”

Reiner terdiam. Melihat Ryner yang masih tertegun merasakan detak jantungnya. Kyra mencium pipi Reiner. “Apa kau masih tak percaya aku memang ada dan nyata?”

“Kyra, aku percaya sekarang.”

Reiner menarik Kyra dalam pelukannya yang sangat erat. Mencium kening dan bibirnya dengan hangat.

****

Tiga tahun berlalu, Reiner sudah di akhir semester sekolah lanjutan. Ia mengambil jurusan guru olahraga, walau tak bisa mewujudkan mimpinya setidaknya guru olahraga masih berhubungan dengan basket dan mimpinya selama ini.

Dia melamar ke sekolah lamanya, nilai dan prestasi juga alumni membuatnya mudah diterima di sana. Kebetulan guru olahraga di sana sudah pensiun. Seperti sangat pas sekali, akan tetapi perjalanannya masih belum mulus. Ia masih berstatus guru magang sampai ia bisa menghantarkan salah satu muridnya ke tim Daymon seperti dirinya dulu.

“Dulu kau menghancurkan harapan kami, sekarang buatlah harapan baru untuk kami. Guru magang, akan tetap jadi statusmu selama belum ada yang bisa masuk ke tim Daymon,” ujar kepala sekolah.

Tidak adil memang, walau belum ada yang bisa masuk ke tim Daymon, tapi dalam pertandingan kecil tim murid yang dilatih Reyner, selalu menang. Bahkan, dalam kejuaraan antar sekolah untuk olahraga cabang lainnya, Reiner selalu pulang membawa piala juara pertama. Namun, itu belum cukup bagi kepala sekolah. Baginya, sekolah ini terangkat dulu karena Reiner yang bisa masuk ke Daymon.

Memang setelah Reiner, tak ada seorang pun murid di sekolah ini yang mampu masuk, apalagi punya bakat dan kehebatan di basket seperti Reiner Fin.

****

Dalam alam mimpi Reiner, Reiner tiduran dengan kepala di pangkuan Kyra. Kyra mengelus rambutnya sangat lembut, membuat hati Reiner begitu tenteram dan damai.

“Kepala sekolah tak adil, bagaimana mungkin dia tak menghargai prestasi selain Daymon.”

“Daymon adalah mimpi semua orang, Kyra.”

“Tapi di sana, bahkan sahabat bisa jadi musuh.” Kyra memanyunkan bibirnya. “Apa hebatnya.”

“Aku tak pernah menganggapnya musuh,” ucap Reiner santai dengan mata terpejam.

“Tapi dia menganggapmu sebaliknya.”

“Aku yakin dia menganggapku sama.” Membuka matanya, ia menatap Kyra yang terlihat sangat kesal dan tersenyum kecil melihatnya. “Kau terlihat sangat imut jika kesal begitu.”

“Kamu tidak boleh menganggap semua orang itu baik sepertimu. Aku sebel deh sama kamu. Kenapa tidak kau usir saja aku dari sini.”

Reiner bangkit dan duduk menatap Kyra. Makin merasa sangat aneh. Mengusirnya dari sini, apa iya membuatnya bisa masuk ke dunia nyata. Ia membantah pikirannya sendiri. “Aku tak akan mengusirmu dari sini, se-la-ma-nya. Walau dalam dunia nyata, aku tak punya siapa-siapa. Tapi aku punya kamu di sini, aku hanya punya kamu. Walau aku harus tertidur setiap hari dan tak bangun lagi, aku rela asal kamu ada di sini.”

Kyra terlihat begitu terharu, matanya menitikkan air mata. Reyner berkata dalam hatinya. Aku mungkin memang sudah gila, bertahun-tahun bersamanya, memikirkannya dalam kenyataan. Mencintai dan menyayanginya hingga dalam kehidupan nyata. Mencemaskannya, mengkhawatirkannya seperti seseorang yang benar-benar nyata dan ada. Aku benar-benar sudah gila, bahkan aku tak sanggup mengatakan isi hatiku sekarang, karena takut menyakitinya yang tidak nyata.



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 13, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Real DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang