[Teaser] Rumah Besar

Start from the beginning
                                    

"As your wish, Lady," ujar Sebastien mengedipkan sebelah matanya padaku. Oh, ya, hanya Sebastien yang bisa kuajak bicara karena aku tak bisa banyak bicara dengan suami irit bicaraku ini.

Sebastien sudah puluhan tahun mengabdi di keluarga ini. Pria 61 tahun yang berkebangsaan Prancis itu juga membuatku merasa memiliki teman di sini. Dia bahkan ikut andil dalam pernikahanku dengan Akira. Sangat besar.

Aku tersentak dari lamunanku saat kurasakan sebuah lengan kukuh tiba-tiba melingkar di pinggangku. Dia menarikku menempel ke tubuhnya dengan posesif.

"Bersikaplah sewajarnya," bisiknya rendah di dekat telingaku.

Aku bisa melihat dari sudut mataku Sebastien mengatupkan bibirnya rapat lalu menunduk. Kutebak pasti menahan senyum geli melihat sikap tak biasa Tuan Muda-nya ini. Sepertinya aku harus lebih bersabar dengan sifat bunglon suamiku ini. Ya, setidaknya hanya di depan keluarganya. Kami memasuki ruang utama yang sedemikian rupa disulap oleh para pelayan menjadi ruang makan besar berhias bunga mawar segar berwarna-warni. Oh, ini kesukaan Obaa-chan, Nenek Akira.

Senyumku terkembang melihat Kakek dan Nenek yang sudah duduk di kursi paling ujung meja makan panjang. Raut wajah Kakek datar saat melihat suamiku. Berbeda dengan Nenek yang langsung tersenyum lebar dan melambai padaku.

"Selamat malam, kami sedikit terlambat," sapa Akira datar. Kami ber-ojigi.

Para paman dan bibi Akira sudah duduk di meja seberang. Sisi terpisah khusus bagi para tetua. Sisi satunya untuk para muda. Aku merasa seperti disidang dengan tatapan mereka. Para sepupu Akira mengambil tempat di samping kami. Aku duduk di kursi dekat Nenek yang langsung menatapku teduh. Sejak awal bertemu, Nenek sangat menyayangiku.

Keluarga Shimizu memang terkenal dengan aset dan kekayaannya yang tidak akan habis hingga beberapa dekade ke depan. Relasi dari luar negeri juga menambah pengaruh bisnis keluarga ini.

"Kau sudah datang rupanya, Akira," sapa Satsuki, menantu laki-laki di keluarga ini sekaligus suami Yuki-sepupu Akira. Pria Jepang itu tersenyum simpul. Dari caranya menyapa, terlihat jelas sekali dia tidak begitu akrab pada suamiku.

"Selamat malam, Akira, Hara-chan." Setidaknya Yuki tersenyum lebar ke arahku. Yuki memang lebih muda dari Akira, tapi aku tak tahu kenapa dia suka sekali memanggil Akira tanpa embel-embel 'kak'. Aku tersenyum membalasnya. Kulihat keluarga besar suamiku sudah berkumpul.

Kakek Itou dan Nenek Masako yang meskipun sudah di usia senja masih terlihat sangat sehat dan bugar duduk dengan kharisma bagai bangsawan dengan kimono mereka.

Bibi Ako, anak perempuan tertua keluarga ini ditemani suaminya, Paman Hiroshi, memiliki putri semata wayangnya, Keiko beserta suaminya Minamoto Shinji. Oh, Keiko dan Minamoto-san tak bisa hadir karena sedang berada di Washington DC. Mereka memiliki anak laki-laki menggemaskan, Yukio.

Bibi Mako, kembaran Bibi Ako ditemani paman Nishio suaminya, memiliki tiga anak yaitu Yuki, Yuri dan Yui yang masih bersekolah.

"Whoaa! Paman Akira!" seru Yukio, anak laki-laki berumur enam tahun itu menubruk Akira. Aku heran kenapa anak itu begitu mengidolakannya.

Aku melirik Akira, menunggu reaksinya. Di luar dugaan, Akira mendudukkan Yukio di pangkuannya dan mengacak-acak rambutnya. Membuat si pemilik rambut mengerucutkan bibir kesal. Oh, Akira cukup menyukai anak-anak? Entah kenapa hal kecil itu membuat dadaku sedikit berdesir.

"Kembali ke tempat dudukmu," perintah Akira rendah. Aku cukup sadar untuk mengalihkan perhatianku daripada terpesona padanya.

"Un." Yukio menurut dan turun kembali berlari ke kursinya.

Beyond His Cold HeartWhere stories live. Discover now