15. Epilogue

94 10 8
                                    

───────────────

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

───────────────

"Apa perutku terlihat besar?"

Aku berputar di depan cermin, mematut diriku yang mulai gusar apakah pakaian yang kukenakan tidak terlalu menonjolkan kandunganku yang hampir mencapai usia lima bulan.

"Memangnya kenapa kalau terlihat besar?" Rintaro balas bertanya.

Saat itu aku sadar bertanya padanya bukanlah pilihan yang tepat.

Malam ini akan menjadi kali pertama bagiku untuk bertemu dengan keluarga Rintaro, yang minggu ini sengaja datang dari Aichi ke Hyogo untuk sebuah makan malam.

Gugup?

Tentu saja. 

Aku sudah tidak ingat berapa kali aku melihat pantulan diriku sendiri di kaca, memastikan bahwa aku cukup layak untuk bergabung dalam makan malam mereka.

"Ini sudah yang kedua puluh kali!" Rintaro mengingatkan.

"Memangnya kenapa? Aku tidak boleh mempercantik diriku sendiri?"

Pria tinggi itu memutar bola mata yang seolah berkata 'terserah' menanggapi pertanyaanku.

Dia bangkit dari bibir ranjang, lalu berdiri di samping dinding kaca untuk melihat pemandangan di bawah sana sementara tangannya memainkan chuupet yang masih tersegel bungkusnya.

Aku menyusul langkahnya ke dinding kaca, turut melihat pendar lampu yang menyala di bawah sana. Mengingatkanku pada malam pertama yang kami lewatkan bersama ketika masih kuliah.

"Mau?" Rintaro mengulurkan setengah potong chuupet-nya ke arahku. 

"Aku harap kau tidak menjejali anak ini dengan <i>chuupet</i> setelah ia lahir nanti." Kataku, meskipun aku menerima potongan itu.

"Kenapa? Ini enak."

Aku diam, mulai menghisap kudapan beku itu tanpa berniat untuk menyahut pernyataan Rintaro. Kedua mataku masih terpaku pada kerlip di bawah sana.

"Indah, bukan?" Ucapnya kemudian.

Aku juga ingat kapan pertama kali dia berkata demikian. "Indah," sahutku sambil menoleh dan tersenyum ke arahnya.

Dia mendekat, mengulurkan jemarinya untuk menyingkirkan anak rambut ke belakang telingaku. Lalu menempelkan bibirnya yang dingin oleh kudapan favoritnya itu pada bibirku. Rasanya geli, tapi aku tidak pernah protes dengan kebiasaanya ini. Walaupun aku sering bertanya kapan aku akan mulai terbiasa dengannya.

"Gugup?"

"Menurutmu?"

"Pernikahan kita tidak akan batal hanya karena orang tuaku tidak cocok denganmu." Dia mencoba menghibur meskipun tak sepenuhnya membuat rasa cemasku berkurang. 

"Aku tahu," sahutku. Lalu menempelkan dahiku padanya yang berusaha menunduk agar selisih tinggi kami tak menghalangi. "Rin, aku mencintaimu."

"Aku juga."

───────────────

🎉 Kamu telah selesai membaca [Finished] a Haikyuu!! Fanfiction|Rêverie|Suna Rintaro x Reader 🎉
[Finished] a Haikyuu!! Fanfiction|Rêverie|Suna Rintaro x ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang