Euphoria

417 57 12
                                    

Helaian surai perak adalah pemandangan pertama kala aku mengangkat kelopak mata, bau ciri khas kesukaanku menyapa indra penciuman tatkala kudaratkan hidung dipucuk kepalanya. Paras elok berkulit tan ini merupakan sosok penting yang selalu kujaga, setiap langkah dan perintahnya bagai hal mutlak yang sulit dibantah.

Kadang kala ia mengeluh, bibir manis yang sering kukecup ini berbanding terbalik dimata orang lain. Sadis, kasar dan tak punya hati. Mungkin kalimat itu cukup mendeskripsikan seperti apa dirinya sekarang.

Cantik, tapi merusak.

Sejak kematian Takemichi dan teman polisinya, nama kami terus melambung tinggi didunia bawah. Melambung hingga lupa bagaimana cara menapak di tanah. Aku ragu pada diriku sendiri, orang yang dulu kuanggap pahlawan pertama mati ditanganku sendiri. Bau darah, teriakan, wajah ketakutan dan tangisan Takemichi bisa kuingat namun sama sekali tak bisa kurasakan.

Kosong. Entah di mana sekarang aku berpijak.

Aku penjahat dari cerita ini.

"Pagi" sapanya padaku.

Mata seindah bunga iris ungu amat menarik ku dalam keharuman yang memabukkan, yang membuat lupa seperti apa diriku dulu.

"Izana" panggilku lembut. Kedua alisnya naik sembari menatapku penasaran, wajah cantik yang menutupi kegelapan dalam hatinya.

"Aku takut kau meninggalkanku" wajah letih khas bangun tidurnya tertawa pelan.

"Aku tidak akan meninggalkanmu" suara yang begitu meneduhkan badai dalam benakku.

"Hari ini kau harus bekerja keras lagi"

Cukup. Aku lelah.

Bagaimana cara untuk menghentikan semua ini? Aku tidak suka kau terus menerus membunuh tanpa alasan yang jelas.

"Kapan kita akan berhenti?" kudaratkan dahiku pada dahi Izana. Mengecup lembut bibirnya lalu menatap lekat iris di depanku.

"Kau mau meninggalkanku?" Tidak. Hentikan tatapan memelas itu, aku tidak sanggup membalasnya.

"Aku tidak akan pernah meninggalkanmu, aku cuma ingin menjalani hidup seperti dulu lagi" bibir berisi itu melengkung ke bawah, tampaknya ia tak senang mendengar perkataanku.

"Aku takut kau pergi" kedua lenganku memeluk tubuh kurusnya erat.

Takut. Aku sangat takut kehilanganmu.

Kedua tangan kecilnya menangkup pipiku, ibu jarinya mengusap lembut bekas lukaku, tanpa sadar aku memejamkan mata. Hangat, aku suka kehangatanmu.

"Kejar aku, itu tidak sulitkan?"

Bak bumi berhenti berputar, seketika suasana hening menyelimuti. Bukan itu yang kutakutkan.

Izana bangkit, menyibak selimut putih yang menutupi tubuh telanjangnya. Kaki indah itu berjalan menuju pintu balkon, tangan mulusnya mengambil sekotak rokok yang tergeletak di meja.

"Wah hari ini mendung" ujarnya sebelum membuka pintu kaca itu.

Aku seorang monster.

Aku bangun dari tidurku, memakai celana lalu membawakan kemeja putih. Kututupi tubuh indahnya dengan kemeja kebesaran milikku. Padahal cuaca sedang dingin tapi kau tidak takut kedinginan.

"Jangan merokok dulu" kuambil paksa benda itu, membuangnya ke tempat sampah kemudian dihadiahi raut jengkel Izana.

"Aku tidak suka saat kau menghisap benda itu" tanganku bergerak melingkari pinggang kecilnya, membawa tubuh Izana mendekat padaku.

Euphoria [KakuIza]✔Where stories live. Discover now