Intro

8 1 0
                                    

Di sudut jalanan kota yang sudah sepi, terduduk perempuan belia dengan kaki lemas terkulai di halte bis. Jam sudah lewat pukul 11. Agaknya tidak ada orang yang lewat di jam segini. Biasa, efek PPK*

"YAILAH! Kenapa kecopetan sih!!"

Yep, it's me. You're probably wondering how did i ended up in this situation

Perjalanan dari sana ke mess karyawan membutuhkan paling cepat 30 menit. Dia juga sebenarnya mana mau diutus jauh jauh begini kalau di tengah kota padat. Belum lagi macetnya. Dan sekarang apa? Kecopetan. Nahas sekali pemirsa, MC kita ini! (MC : WOY LU YANG BIKIN!)

Dari jauh, suara deru mobil terdengar samar.

"Saya gaakan minta imbalan apa-apa, kok. Gitu kata lu, Ru. Ish! Sendirinya ingkar janji! Tapi ... TAPI GIMANA LAGI DONG AELAHHH!!"
Dia mengacak rambutnya kesal berharap orang yang sudah dia hubungi sebelumnya mau untuk datang,

"Hah? Selain dompet apa lagi yang hilang? Tidak terluka? Yasudah sekretaris saya yang ke sana," Katanya

No family, limited deposit, lot of tasks, no friend, engga .. ada sih, tapi nanti kalau dihubungi, yang ada dia malah yang lebih panik. Mana lagi di kota orang, pula.

"Neng cantik, main sama abang, kuyy"
Bau alkohol menyeruak ke dalam hidungnya. Dia tidak sadar keadaan sekitar dan saat dia mengangkat kepalanya, 2 orang pria dengan mata setengah terbuka berdiri tidak jauh dari dia. Dia mengernyit. Membuat muka antagonisnya semakin antagonis
"Ish gitu amat mukanya. Makin cantik, dehh" salah satu pria mabuk itu mendekat ke arahnya.
"Saya ingatkan, jangan dekat dekat. Saya gamau berkelahi. Cukup, ya, golongan kalian menyusahkan saya!"
"Uwidiihh garang gitu. Suka nih gue yang garang gini. Biasanya lebih hmm nakal"
Kedua pria mabuk itu sekarang lebih dekat. Tiba-tiba lampu sorot terang sekali mengarah ke mereka. Klakson dibunyikan keras keras 3 kali. Kedua pemabuk itu lari terbirit tanpa menoleh ke belakang.

Pria berjas rapi keluar dari sedan Mercedes mengkilat seri terbaru itu,
"Anda tidak apa-apa?"
"I-Iya, terima kasih. Padahal maunya saya tendang itu perut mereka"
"Apa?"
"E-Engga. Terima kasih sudah datang, pak"
"Panggil saya Ares. Pak Arga menyuruh saya untuk datang"
"Iya, maaf, pak. Saya jadi merepotkan. Maunya saya tidak mau ngerepotin gini. Tapi nomor yang ada di tas saya cuma ada .. nomor beliau.. jadi..."
"Tidak apa, Nona. Lagipula untung anda selamat. Berarti, handphone anda juga hilang?" Ares menganalisis keadaan
"Eh engga engga. Handphone saya memang ketinggalan di kantor. Saya malas ambil awalnya. Tapi ternyata butuh, ya"

Ares tersenyum sedikit dan menunjuk mobil di belakangnya, "ayo, biar saya antar ke rumah. Atau ke kantor dulu untuk ambil barang?"
"Ah, iya. Ke kantor saya saja deh, pak. Mess saya ga jauh dari sana. Makasih banyak ya, pak. Aduh beneran saya gaenak"
Tanpa menjawab, Ares tersenyum, dan membukakan pintu.

Sekitar 15 menit perjalanan, mobil berhenti di depan mini market. Ares keluar dari pintu dan membukakan pintu di seberang. Pria berjas lainnya, lebih rapi, masuk ke dalam mobil. Di dalam mobil langsung terisi dengan wangi parfumnya. Ares menutup kembali pintunya.

'Iyakk eng ing eng. Mampus gue. Ngapain nih. Senyum dulu deh'

"Gimana? Henfon juga hilang?"
He! Gue belum senyum, malih
"Eh, engga, pak. Dompet doang, kok"
"Trus kenapa tadi telfon lewat nomor aneh begitu?"
"B-Bukan nomor aneh, pak. Itu telfon umum" yaila orang kaya
"Oh. Masih ada, ya, begituan" mukanya datar. Tidak ada ekspresi

Wah, sialan. Jadi kaya ngaca nih gue, kata Issy sih datar gini terus ekspresi gue tiap hari

"Anu, pak. Maaf saya jadi ngerepotin"
Mobil dinyalakan, sesaat kemudian melaju dengan kecepatan rata-rata.
"Kan saya sudah bilang, kalau berkenan, telfon saya. Jadi ini termasuk imbalan"
"Soal toilet mampet kemarin?"
Dia menoleh dengan muka memerah
"AH! ANU! Maksud saya ular!" Arga membuang nafas dan mukanya ke arah lain.

"Nama"
"Ah? Apa, pak?"
"Nama kamu siapa? Saya mana bisa panggil kalau gatau namanya"
"Haru, pak"
"Hm? Nama Korea?" Menoleh kembali, sepertinya tertarik
"K-Kata ibu saya, sih, nama Jepang. Artinya Musim Semi"

Diam.
Tidak ada tanggapan sampai tiba di kantor magang Haru.

"Kerja di sini?"
"Saya magang, pak. Baru mulai minggu ini. Y-Yasudah saya turun, pak. Terima kasih, Pak Arga, Pak Ares"
Ares tersenyum lewat kaca depan, Arga tidak ada jawaban.

Dup. Pintunya tertutup bahkan dengan suara minimal. Memang mobil mahal. Haru menunduk untuk menghormati sebelum pergi.

Tiba-tiba kaca mobil turun.
"Besok Haru makan siang di sini lagi?" Dia menunjuk restoran di balik pintunya
"Ah, kurang tau, pak. Tapi kayanya iya"
"Kalau bersedia, saya traktir besok. Biar hutang saya lunas"
"Pak, aduh. Kan sudah lunas ini"
Arga melirik Haru sebentar, "saya gaakan ngapa ngapain. Saya cuma punya hutang moral"
Yailah om om ngotot amatt
Haru menghembuskan nafas pelan, takut ter-notis
"Baik, pak. Saya tunggu di sana jam makan siang"
Arga menengok cepat lagi ke arah Haru

Aduh apa sih maunya ekspresi itu!

"Yasudah"
Kaca mobil ditutup kembali, melaju, dan hilang di belokan.

Haru, 21 tahun, membuat janji makan siang dengan orang kaya kisaran usia tengah 30-an. Ingin menolak tapi sifat dasarnya mudah mengalah dan menghindari konflik.

"Haaah. Apes banget yatuhan" facepalm

Dia berjalan ke arah kantornya. Mencoba untuk membuka gerbangnya, digembok. Dia melihat ke arah pos satpam, tidak ada orang. Dia melirik jamnya, 12 tepat. Waktu bagi satpam untuk keliling. Biasanya memakan waktu sejam.
"Yatuhan .. tidak cukupkah kau siksa aku dengan dompetku hilang .... UDAHLAH PULANG AJA!"

Setelah mandi dan bersiap tidur, Haru menoleh ke isi tasnya yang berantakan di atas meja. Tasnya yang sudah robek dia biarkan di lantai. Dia mengambil kartu nama,
"Arga .. tipikal om-om hot di Inter-toon"
Dia bolak-balik kartunya. Sedikit menarik senyum simpul
"Yhaa toilet mampet hahaha"

***

Perjalanan pulang, sebagaimana biasanya, di dalam mobil sepi sekali. Selain pembicaraan soal jadwalnya, kebanyakan Arga diam tidak berbicara apapun.
Sampai di rumah, dia turun dari mobil. Sesaat sebelum membuka pintu rumahnya, dia berhenti

"Makan siang besok, kamu gausah ikut. Saya aja sendirian"
"Baik, pak" pintu rumah terbuka, "sedikit mirip ya, pak?" Lanjut Ares

Arga berhenti kembali beberapa detik, lalu melambaikan tangannya. Menyuruh Ares untuk kembali ke rumahnya. Pukul 12:30, jam kerja Ares berakhir.

"Kali ini lumayan banyak bicara. Sepertinya perkembangan bagus"

******

Author : "Berani juga lu, Ru, telfon orang yang baru pertama kenal"
Haru : "Diem ga lu, cot. Cuma itu doang adanya"
Arga : "Saya cuma bayar hutang"
Author : "....... y-yaudah. Lanjut ke bagian 1!"

Nova : Dalam Waktu yang Relatif PendekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang