Bagian 2 - Kecemasan dan Kabar

1 0 0
                                    

Setelah kepulangan Ares, rumah jadi sangat sepi. Tidak ada orang lain yang tinggal di sini kecuali Arga. Bahkan sebenarnya baru hari ini dia di dalam mobil tadi tidak dengan Ares saja. Biasanya hanya berdua.

Pukul 1. Lebih cepat dari hari hari lainnya. Karena memang ada alasan untuk pulang, yaitu menjemput, tidak, menolong Haru tadi.

Seperti malam lainnya, malam ini pun tidak tenang. Dia mondar mandir dari ruang kerja-ruang tengah-kulkas-ruang tengah-taman belakang-dapur-ruang kerja begitu seterusnya. Langkahnya pelan tapi pasti. Selalu dengan kepala berat yang dia sendiri ingin tahu, apa bisa dia melepasnya barang sejenak. Untuk istirahat, paling tidak semalam, tidak, tiga jam saja untuk tidur dengan tenang.

'Seandainya memang penjara dalam pikiran itu ada, trus bagaimana caranya aku keluar dari sana?'

Perjalanannya malam itu berakhir di ruang tengah. Dia menyalakan lampu baca dan duduk di sofa ternyaman yang pernah dia beli. Rumah ini tidak mewah, hanya memang luas. Langit langitnya yang tinggi bisa membuat siapapun ingin berteriak atau bernyanyi di sana. Di dalam masing masing ruangan, hanya terisi 50% dari seluruhnya. Membuat gelombang suara terpantul kemana mana dan menyebabkan gema.

"Haaahh.." dia mengembuskan nafasnya, tidak terhitung berapa kali dia lakukan selama 2 jam ini. Pandangannya menyapu ruangan. Semua perabot, piano, lukisan, lampu, bahkan aroma dalam rumah, tidak ada yang berubah. Yang berubah hanya ... suasana.

Hanya ... sepi.

Tiba-tiba sebuah bayangan muncul di kursi piano, memainkan piano dengan lihai.

Fantaisie : Impromptu Op. 66 — Fryderyk Chopin
*saran : akan lebih dapat feel-nya kalau musiknya juga dimainkan

Musik dari negeri yang jauh. Penggambaran musiknya seolah terbang di udara. Menciptakan suasana dengan bagian awalan penuh ambisi. Cepat, tangkas! Masalah? Terjang saja! Siapapun pasti mengira tidak ada jalan keluar dari sana. Mundur hanya untuk pengecut! Setelahnya, hampa ...

Sampai pertengahan bagian lagu, bagai tiba di negeri nun tenang, semua keinginan dapat dipenuhi. Sebuah utopia yang dihidupkan dari harapan orang-orang. Tergambar sungai mengalir indah, sawah panen dengan baiknya, hewan hidup dengan seimbang. Burung terbang bebas mengangkasa.

Sesosok wanita dengan dua anak kembar duduk beralaskan karpet di depan Arga. Keduanya tertawa, dunia ini sudah bahagia. Tidak akan ada apa apa di sini. Apakah itu hanya halusinasinya? Mungkin saja, tapi ...

Bayangan keganasan dengan ambisi, irama dan nada yang sama dengan bagian awal menghampiri tiba tiba. Tidak ada yang namanya bahagia! Hidup ini hanya lara!

Bayangan itu hilang. Menyisakan bayangan pemain piano.

Arga tercekat. Nafasnya seakan terhenti di bagian atas paru-parunya. Jantungnya tidak bisa berfungsi dengan baik.

Semakin lama bayangan itu memainkan lagunya, asap hitam menyelimuti ruang tengah. Semakin lama tempo semakin cepat. Arga terengah.

"Ada apa? Kenapa baru sekarang kamu melihat kami?"

Mukanya tidak berwujud. Mata di sini dan di sana, mulutnya kadang muncul kadang tidak. Kepalanya asimetris. Mendekat dan semakin dekat dengan wajah Arga. 

Nova : Dalam Waktu yang Relatif PendekWhere stories live. Discover now