Misunderstandings

613 58 2
                                    

Hari yang buruk.


Firasat itu sudah William rasakan tatkala ia melihat betapa ramainya kafe yang baru saja dibuka di dekat rumah miliknya—sebuah rumah yang dijadikannya sebagai tempat pelarian bersama Louis sesudah peristiwa jatuhnya ia bersama Sherlock ke Sungai Thames.


William menengadah ke atas langit. Meski pengelihatannya sedikit terhalangi berkat tudung kepala yang dipakainya demi menyamarkan identitasnya, namun William dapat meyakini bahwa sekarang baru pukul 8 pagi. Baru satu jam berlalu semenjak kafe itu mulai beroperasi, namun ramainya pengunjung bagai tak pernah ada habisnya. Walau begitu, ada satu menu yang ingin ia coba dan sejujurnya ingin ia berikan kepada Louis, karenanya William rela hendak berdesakan di antara banyak orang meski tahu wajahnya kini sedang diburu para polisi London.


"Kak, tidak perlu ikut menunggu. Biar aku saja. Aku tidak ingin Kakak berdesakan di sini." Suara Louis menyita perhatiannya.


William menggeleng. Sebuah senyuman yang sudah terlalu banyak dilihat Louis sebagai bentuk formalitas itu terpatri di wajah sang figur yang lebih tua. "Tidak apa-apa. Aku yang ingin datang ke sini, Louis tidak perlu repot-repot untuk ikut menunggu—" Suara William tercekat. Kalimatnya tidak jadi terlantun seutuhnya ketika iris merah darahnya tak sengaja menangkap dua sosok familiar yang kini juga memandangnya, di depan pintu kafe.


Sherlock ...


... dan Mary.


Meski mereka takkan mengenalinya, namun dengan adanya Louis di sebelahnya, membuat kemungkinan bahwa penyamarannya terbongkar semakin besar. William mengalihkan pandangnya ke arah lain.


"Tuan Holmes." Louis angkat bicara, memanggil pihak satunya dengan suara datar. Dari gestur juga rahang yang mengeras akibat dari menahan amarah di dalam diri, William tahu adiknya tengah berusaha menjaga emosi agar tak melayangkan tinju pada wajah Sherlock.

"Liam—"


"... Ayo pergi, Louis." William berujar pelan dan memotong perkataan Sherlock, kemudian menggenggam tangan sang adik. Ia berharap dengan genggaman lembut itu Louis paham bahwa sekarang bukanlah saat yang tepat untuk menunjukkan emosi berlebih pada detektif terhebat London tersebut.


Sang adik yang menurut pada perkataan William pun mengikuti langkahnya. Mereka akan kembali ke tempat persembunyian mereka. William sejujurnya merasa bersalah karena sudah mengingkari janjinya sendiri hanya karena ia hendak menghindari sang surai biru dongker. Ia melirik Louis di sebelahnya kala mereka sudah sampai di depan pintu rumah mereka, yang masih setia balas menggenggam tangannya dan tak mengeluarkan banyak tanya.


"Maaf, Louis."


"Tidak perlu meminta maaf, Kak Liam. Aku bersyukur kau membawaku pergi dari sana, daripada aku harus membuat keributan karena menonjok wajah Tuan Holmes." Suara kala kalimat itu meluncur dari bibir Louis terdengar bercanda, namun juga terdengar serius. "Lebih baik Kakak masuk dan menenangkan diri. Aku akan buatkan teh." Louis membuka pintu rumah dan mempersilakan sang kakak untuk masuk lebih dulu.


"Terima kasih, Louis." William tersenyum—sebuah senyum yang Louis tahu hanyalah diulas paksa demi menyenangkan hati sang adik. Genggaman tangan yang entah semenjak kapan kian mengerat itu perlahan dilepaskannya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 13, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Be With You [Kumpulan FF SherLiam]Where stories live. Discover now