Menginap

2.4K 6 0
                                    

Aku tengah menonton drama di ponselku, ketika mendengar suara ramai dari luar kamar. Kubuka pintu kamar sedikit, dan mengintip ada apa di luar sana. Ternyata kakak sulungku pulang ke rumah bersama dengan suaminya. Satu Minggu yang lalu ayah mengatakan kalau rumah Mbak Alma akan di renovasi dalam waktu dekat ini, jadi dari pada mereka mengontrak lebih baik menetap di sini untuk sementara waktu sampai rumah mereka beres. Kebetulan jarak rumah kami ke tempat mereka bekerja juga tidak memakan banyak waktu.

Mbak Alma dan Mas Seno menikah satu tahun yang lalu. Namun, hingga saat ini Mbak Alma belum juga hamil. Ibu mengatakan, mumpung belum hamil sebaiknya membeli rumah dahulu dan semua keperluan agar nanti setelah punya anak mereka tidak lagi repot untuk membeli apa yang diinginkan.

Mbak Alma bekerja di sebuah Bank sedangkan Mas Seno bekerja di perusahaan iklan. Mereka bertemu ketika Mas Seno ingin membuka rekening, lalu keduanya pun menjalin hubungan sekitar sembilan bulan kemudian memutuskan menikah.

"Dila, di mana, Bu?" Terdengar suara Mbak Alma menanyaiku.

"Ada di kamar," sahut Ibu.

"Dila?" Mbak Alma mendorong pintu kamarku yang memang tidak kututup rapat.

"Masuk aja, Mbak," kataku.

"Ngapain kamu di dalam kamar aja, Dil?" tanya Mbak Alma yang saat ini memakai celana katun dan kaos oblong terlihat sangat santai.

Kakakku ini memiliki tubuh yang proposional, wajahnya juga cantik, dan berkulit putih mulus. Sebenarnya tidak berbeda jauh denganku sih, hanya saja aku tidak tinggi.

"Lagi nonton drakor, Mbak. Hehehe ...," ujarku nyengir.

Mbak Alma tidak mengatakan apa-apa lagi, lalu melangkah keluar dari kamarku.

.
.

"Dil, temenin gue yuk," ajak Sandra ketika kami sedang menikmati siomay di kantin.

Sejak dia mengajak berteman denganku, aku dan dia menjadi pusat perhatian dari sebagian masyarakat sekolah. Pasalnya, banyak yang mengatakan kalau Sandra itu murid yang nakal, dan sering bolos. Namun, aku tidak terlalu mempermasalahkannya, karena sejauh ini hubunganku dan Sandra baik-baik saja.

"Ke mana?" tanyaku sembari menyeruput es teh.

"Nginap di rumah gue, nyokap gue mau dinas ke luar kota. Jadi, gue sendirian deh," ujarnya kelihatan sendu.

"Um, gimana ya," kataku masih berpikir.

"Pliis, Dila. Mau ya, sekalian ajarin gue pelajaran Matematika, gue bego kalo soal itu," ucapnya dramatis.

"Tapi, lo yang izin ke ibu gue, ya, San?"

"Oke, sip. Tenang aja," ujarnya senang.

Sepulang sekolah Sandra ikut denganku pulang ke rumah sekalian dia mau minta izin buat ngajak aku menginap di rumahnya. Sebenarnya tidak masalah sih, toh di rumah juga lagi ramai ada Mbak Alma dan suaminya.

"Memang ibunya ke mana?" tanya Ibu ketika Sandra meminta izin.

"Lagi dinas, Tante," ucap Sandra memberitahu.

"Kamu anak tunggal ya?" tanya Ibu lagi.

"Ada abang, tapi dia jarang pulang ke rumah."

Oh, Sandra punya kakak, aku baru tau, pikirku.

"Ya sudah, tapi gak aneh-aneh ya, di rumah saja jangan kelayapan. Apa lagi ini malam minggu," ucap Ibu mengingatkan.

"Siap!" kata Sandra dengan senyum senangnya.

Aku pun mempersiapkan tas ransel dan mengisinya dengan beberapa potong pakaian ganti. Setelah itu berpamitan pada Ibu untuk berangkat ke rumah Sandra.

Sandra sudah memesan taksi online dan saat ini drivernya pun sudah tiba.

"Hati-hati," kata ibuku dari dalam rumah.

Taksi online yang kami tumpangi berhenti di depan sebuah rumah yang terlihat mewah menurutku. Jadi, ini rumah Sandra.

"Ayo, turun!" ajak Sandra setelah membayar seraya membuka pintu mobil.

Aku pun mengekor di belakang Sandra. Seorang sekuriti yang berjaga di depan rumahnya membuka gerbang.

"Non Sandra dari mana?" tanya sekuriti yang nampaknya sudah berumur itu.

"Main, Pak," jawab Sandra. Aku hanya menunduk melewatinya lalu mengikuti Sandra yang sudah hampir mencapai teras rumah.

"Lo, tinggal sendirian di rumah segede ini, San?" Kepalaku memutar ke segala arah mencari pergerakan barang kali saja ada orang lain di sini.

"Ada Bibi, Dil."

Aku manggut-manggut. Kami naik ke atas menuju kamar.

"Lo mau tidur di kamar bareng gue apa di kamar sebelah aja?" kata Sandra menawarkan kamar padaku. "Saran gue kita pisah kamar aja ya," bisiknya.

"Kenapa?" tanyaku.

"Gue takut, Ervan dateng," ujarnya.

Aku membuka mulutku kaget.

DilaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang