Chapter 7 : Kembali atau Menetap?

Start from the beginning
                                    

Ku rasakan kini tangan Kak Difta menggenggam erat tangan ku, rasanya hangat... Aku benar-benar tak siap jika aku harus melepaskan genggaman tangannya ini. "Dengerin gue, Maya. Entah itu di dunia lo, ataupun di dunia ini, lo bakal tetap menjadi Adik kecil kesayangan gue. Meskipun di dunia ini, gue dan lo gak ada ikatan sedarah." Kini pipi ku mulai basah oleh air mata ku yang sedari tadi ku bendung.

"Sini, gue gendong. Gue ajak lo ketemuan ama Chandra, ya? Gue tau dia ada dimana sekarang," Aku pun bangkit dan naik ke gendongan Kak Difta. Kami berdua lalu keluar dari rumah dan pergi ke suatu tempat dimana Chandra sedang berada. "Lo tau? Selama berbulan-bulan ini, gue dapet ingatan kehidupan gue di dunia asal lo. Dari awal gue lahir, sampe gue mati. Gue inget semuanya." ujar Kak Difta.

Ia lalu tertawa kecil setelah berkata seperti itu. "Ternyata gak gue sangka, gue punya Adik disana. Gue gak kesepian ternyata." Ku eratkan pegangan tangan ku, rasanya hati ku kini terasa sakit mendengar setiap kata yang diucapkan oleh Kak Difta. "Adik kecil gue ternyata udah gede ya sekarang... Lo tumbuh dengan sehat dan cantik, sesuai apa yang gue harapin. Maafin gue ya karena gue malah ninggalin lo..." Aku menggelengkan kepala ku.

"Enggak, ini bukan salah Kakak." timpal ku. Tak terasa, kini kami tiba di sebuah taman yang terlihat sepi. Di sebuah jembatan kecil, aku dapat melihat sosok Chandra yang tengah memberi makan ikan-ikan di kolam tersebut. Namun, justru ia tak sendirian. Disana... Disana ada Arka. Ku rasa sepertinya Arka sudah menceritakan semuanya pada Chandra.

Aku pun turun dan menghampiri mereka berdua bersama dengan Kak Difta. "Jadi itu bener, ya?" tanya Chandra. Ia sama sekali tak menoleh ke arah ku, ekspresi wajahnya nampak terlihat serius. "Maaf..." lirih ku. Chandra menghela nafasnya lalu menatap ke arah langit. "Setelah hari ini berlalu, gue gak akan bisa lagi liat hamparan langit yang sama kayak yang lo liat. Haha... Gue gak tau lagi harus gimana," lanjutnya.

Aku terkejut ketika Chandra menarik tangan ku dan tangan Kak Difta, ia lalu mengeluarkan kamera polaroidnya dan memotret kami berempat sebanyak dua kali. "Pergilah. Gue gapapa disini, lo gak perlu khawatirin gue." Kini suasana diantara kami benar-benar hening, tak ada satupun orang yang berbicara.

"Sekarang gue telfonin Mikey, ya? Gue suruh dia sama yang lain anter kepergian lo. Gak jauh dari sini, ada pohon tua dan besar yang dimaksud lo berdua," Aku mengepalkan tangan ku setelah mendengar ucapan Chandra. Bodoh... Bukan jawaban itu yang ingin ku dengar saat ini. Apa kau benar-benar tak menyadari perasaan ku, Chandra?

Tak berapa lama kemudian, Mikey dan yang lain tiba di lokasi tempat kami berada. Ekspresi wajah mereka kini menampakkan kesedihan yang luar biasa. "Secepet ini lo mau pergi ninggalin kita...? Kita baru aja baikan seminggu yang lalu, May..." ujar Mikey. "Dek, jujur kita gak bisa lepasin lo... Tapi kalo ini emang kemauan lo buat pergi, kita gak akan larang. Mungkin di dunia sana, lo bakal lebih aman lagi." timpal Kak Ryan dan Izana. "Kalo Kak Maya pergi, nanti siapa yang bakal bantuin Emma kalo masak ataupun lagi dijailin Mikey?" Hentikan... Ku mohon, aku tak sanggup melihat kalian seperti ini.

Chandra dan Arka lalu menggandeng tangan ku, tatapan mereka berdua kini berusaha meyakinkan ku bahwa segalanya akan baik-baik saja. Kami semua pun pergi menuju suatu bukit yang tak jauh dari taman kami berada. Setiap langkah yang ku lewati, perasaan ku semakin sakit. Tidak... Aku tidak mau kembali ke dunia asal ku. Aku ingin tetap ada disini.

"Nah ini pohonnya."

Kini kami semua berdiri tak jauh dari sebuah pohon yang besar nan rindang, terlihat sekali usia pohon ini sepertinya sudah sangat tua. Mereka semua kini satu per satu memelukku, melepas kepergian ku dengan senyuman. Kecuali Chandra, ia tak memelukku sama sekali.

"Ayo pergi, Maya."

Arka menggandeng tangan ku dan membawa ku tepat ke depan pohon tersebut. Aku menundukkan kepala ku dan menatap tanda yang berada di pergelangan tangan ku, ku usap tanda tersebut. "Arka... Maaf. Mungkin gue terkesan egois, tapi sejak seminggu yang lalu gue udah mutusin buat gak balik lagi ke dunia asal kita." ujar ku.

"Maksud lo apaan, May? Waktu itu kita udah janji kan bakal pulang bareng?"

"Ya tapi gue gak bisa... Gue gak mau pulang."

Aku meraih pergelangan tangan Arka yang terdapat tanda tersebut dan mengusapnya. "Lo pulang, ya? Ini... Lo simpen foto ini." Ku taruh selembar foto polaroid yang baru saja tadi kami foto. "Tapi, May... Gue mau pulang sama lo. Gue mau pulang sama orang yang gue cintai," Aku menggelengkan kepala ku. "Maaf... Gue gak bisa. Lo pulang, ya? Janji sama gue, lo harus hidup lebih baik setelah ini." Arka menggigit bibir bawahnya, ia nampak terlihat frustasi. Aku dapat memahaminya, ini pasti sulit baginya. Ia ingin pulang, namun ia juga ingin tinggal disini bersama ku.

Pada akhirnya, Arka memutuskan untuk tetap pergi. Ia meniup tanda di pergelangaan tangannya dan membuka sebuah portal di pohon tersebut. Sebelum ia pergi, ia menoleh ke arah ku dan memberi sebuah isyarat. "Gue... Suka sama lo." Aku hanya mengangguk dan membiarkannya pergi begitu saja. Setelah portalnya tertutup, aku membalikkan tubuh ku dan berlari ke arah Chandra dan yang lain.

Ku peluk erat tubuh Chandra sembari menangis. "Gue gak mau pulang, gue mau tetep disini. Gimana bisa gue ninggalin kalian gitu aja..." ucap ku. Mikey dan yang lain lantas memelukku. Chandra membalas pelukan ku dengan erat.

"Selamat datang kembali, cinta pertama ku. Arnetta Maya Cakrawirama."

Next Epilogue.

[✓] Evanescent ¦¦ Mitsuya Takashi.Where stories live. Discover now