Part 2 : Loneliness

16 5 1
                                    

Senja telah kembali, baru saja gerimis reda

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Senja telah kembali, baru saja gerimis reda. Angkasa begitu anggun dengan warna abu muda. Zhao Yunlan mengharapkan hujan es, tapi dia tahu bulan ini belum waktunya. Angin senja yang lembut membelai kesepian si pemuda tampan berpakaian serba hitam sewarna aura berkabung yang akhir-akhir ini menjadi favoritnya.

Zhao Yunlan memikirkan kembali pertemuan dan pembicaraan singkatnya semalam bersama Shen Wei. Tidak terlalu banyak yang bisa dikenang selain kilau mata indah sewarna batu topaz kala diterpa cahaya lampu jalan, serta senyuman lembut di wajah pucatnya. Shen Wei dengan lantunan biolanya, alunan musiknya, serupa peri dari negeri dongeng, menawan hati pemuda kesepian yang malang seperti dirinya.

Kini, Zhao Yunlan kembali berjalan kaki ke arah yang sama, rute yang sama, bermimpi akan satu lagi perjumpaan singkat bersama sang peri tampan.

Hatinya makin berdebar, melonjak tak karuan dengan irama tumpang tindih saat langkah mendekat ke flat di mana Shen Wei berdiri di balkon memainkan biolanya. Sesuai harapan, Shen Wei berada di sana. Di antara tanaman hijau honeysuckle, dalam pendar samar lampu balkon serta cahaya dari tiang lampu jalan.

Zhao Yunlan membisu, tanpa bisa mengungkapkan pujian apa pun yang terlintas di pikirannya.

Irama itu, Zhao Yunlan tidak terlalu paham musik atau permainan biola. Tetapi dia sempat mendengar potongan nada serupa.

Berdiri di tepi jalan, terhalang pagar dan semak bunga, Zhao Yunlan bebas menikmati keindahan sosok Shen Wei, menikmati permainan musik yang dimainkan dengan sepenuh hati, menyebar lara ke udara. Entah apa yang dirasa sang pemain biola, Zhao Yunlan tiba-tiba merasa sedih.

Tetapi sedekat atau sejauh jarak di antara keduanya, pada akhirnya Shen Wei yang berdiri di posisi lebih tinggi melihat kehadiran Zhao Yunlan lewat sudut mata yang sedari awal terpejam kemudian terbuka perlahan. Mungkin akan lebih mudah jika Zhao Yunlan mendekat dan bertepuk tangan atas permainan musiknya. Tetapi situasi hening yang diciptakan sikap diam dan sembunyi-sembunyi Zhao Yunlan membuat Shen Wei kesulitan menyapa dengan cara sewajarnya.
Pada akhirnya, mereka hanya saling menatap, dan tangan Shen Wei yang memainkan biola perlahan berhenti dan jatuh lunglai di samping tubuhnya. Dia tersenyum pada Zhao Yunlan, memberi isyarat bahwa sebentar lagi dirinya akan turun ke halaman.

"Kau datang lagi, kukira kemarin kau hanya bercanda." Shen Wei berjalan mendekat. Blazer warna beige dilengkapi syal coklat tua miliknya menggeletar di bawah angin senja yang kini telah berubah menjadi malam.

"Aku terpikat pada permainan biolamu," Zhao Yunlan tersenyum, pada sang pemilik paras indah, pemilik senyum lembut merekah yang menggoyahkan hati siapa pun. Shen Wei adalah mahluk terindah yang pernah ia lihat secara langsung.

"Aku tahu," Shen Wei berkedip lambat, anak rambut jatuh di pelipisnya dengan manis.

"Terus terang, aku teringat padamu sejak perjumpaan kemarin malam," Zhao Yunlan menjelaskan secara tidak langsung alasan yang mendorongnya, dengan lebih jujur dan berani, itu terdengar lebih menyenangkan bagi Shen Wei alih-alih omong kosong Yunlan tentang musik.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 15 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Café Noir (Weilan) Where stories live. Discover now