^...eskul basket...^

Start from the beginning
                                        

Setelah bergelut dalam pikirannya sendiri, Aras bertanya. "Ren, kenapa pengen satu sekolah lagi bareng Aras?"

Soren yang saat itu sedang meneguk air, melirik Aras dengan tatapan bingung, "Loh, kan aku bilang pengen jagain mas."

"Alasan lain memang enggak ada?"

Aras dapat melihat Soren menggelengkan kepalanya. Ibu Aras yang sedang sibuk akhirnya berbalik, nimbrung. "Sekolah yang bener loh, nanti. Jangan ke ganggu karena ada mas di sana."

"Ren lemes kalau enggak ada mas Aras. Jadi harus satu sekolah lagi biar semangat sekolahnya."

Ibu Aras tertawa, lalu bertanya pada Soren. "Jangan bergantung sama mas terus. Ren enggak mau masuk SMK aja? Bukannya kamu senang sama kedokteran?" Soren memperhatikan Ibu Aras menghampirinya, untuk meraih piring kosong di depannya dan menumpukkan dengan piring di sekitar.

Aras menimpali, "Heeh, Oren kenapa gak sekolah ke tempat yang kamu suka? Sekolahku enggak elit. Aku gak akan kenapa-kenapa juga lagian kalau enggak ada kamu di sekolah."

"Hanya karena sesuatu itu elit bukan berarti Obi bakal menyukainya mas. Obi pilih sekolah yang udah menjamin diri Obi bakal suka. Sekolah yang ada masnya." Soren menggaruk hidungnya, salah tingkah. "Oren pernah bilang suka sama hal medis, tapi bukan Oren berarti pengen sekolah kedokteran."

Aras, "Terus apa yang Oren suka?"

"Mas."

"Maksudnya?"

"Yang aku suka ya mas, aku suka orang dan orangnya itu mas Aras."

Aras mengerlingkan matanya malas, Ibu Aras sibuk dengan kerjanya, berada jauh di belakang, jadi tidak akan mendengar ungkapan Soren yang terasa begitu ambigu di telinga Aras saat ini. "Maksudku bukan orang, masa depan kamu enggak bisa ditentuin sama orang, harus sama diri kamu sendiri, kamu harus pilih jalan kamu sendiri, jangan ikut ekor orang terus."

Soren memiringkan kepala, ekspresinya bingung. "Memang mas punya ekor?"

Membuat Aras membelalak, "Bukan gitu maksudnya Ren."

"Oren enggak tahu mas, soalnya kalau ditanya orang Ren sukanya apa Oren selalu jawab suka mas Aras."

"Enggak boleh gitu Ren."

"Kenapa?"

Aras mengerutkan kening, dalam sudut pandangnya Soren masih belum benar-benar mengetahui apa yang disukainya. Anak itu masih meikirkan sesuatu dengan perspektif yang sempit. Sedangkan Soren, kemampuannya dalam menyampaikan sesuatu apa yang ada di pikirannya masih terlalu rendah. Jadi dia hanya bisa bergumam, "Lupa in aja."

Soren memangku dagu, menatap Aras yang saat ini mengupas jeruk di tangannya. Beberapa waktu berlalu, hening menyelimuti. Soren, "Setiap orang punya preferensinya masing-masing, mas."

Aras menoleh, bingung. "Maksud Ren?"

"Mas tanya aku kenapa mau sekolah di sekolah mas, jawabannya gampang kok, karena ada mas di sana." Soren menunduk, "Kan udah aku bilang di awal, aku suka mas, dan kata mas aku harus ikutin apa yang aku suka."

Aras memasukkan jeruk yang telah dikupas, mengunyah sembari berujar acuh. "Aku bukan sesuatu yang bakal nentuin masa depan kamu Ren."

"Mas enggak perlu jadi sesuatu yang nentuin masa depan aku mas, aku pilih sekolah mas atas kemauanku sendiri."

Soren, "Mas, apa mas pikir kalau di sekolah nanti aku bakal ganggu mas?"

Aras menggeleng, anak itu tentu tidak akan paham dengan apa yang ada dalam pikirannya. Tentang Soren dan Chasen. Itu sangat mengganggu pikirannya saat ini. Dalam siklus kehidupan selalu ada berbagai rahasia tersembunyi. Untuk menghadapi rahasia-rahasia itu, bagaimana mungkin Aras akan bisa tenang melihat situasi sekarang.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 24, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

monster kunyit • soobjunWhere stories live. Discover now