Jeffrey : 14

46.6K 8K 2.3K
                                    

            Pernikahan akan diselenggaran beberapa hari lagi. Seperti yang telah dijanjikan, Raja Deros membawa Alice datang ke istana. Gadis itu senang, tapi di sisi lain juga khawatir, mengingat setelah perang di utara selesai, banyak rumor yang menyebar tentang calon Raja Narenth V. Kabar tersebut sampai di telinga Alice—bahkan gadis itu menyaksikan sendiri kepala Lord Elwin bergelantungan di pengadilan pusat. Ia merinding, "Meski kata Nona Maria beliau sangat tampan, tapi tetap saja saya tidak bisa membayangkan wajahnya."

"Percayalah, dari segi wajah, tidak ada pria yang lebih baik dari Yang Mulia." Emma membantu Julian memilih gaun untuk upacara pemberkatan. "Ini cocok dengan Anda, Putri."

Julian mengambil gaun yang telah dipilihkan oleh Emma. "Alice... jangan khawatir. Aku cukup bahagia sekarang."

Julian tahu, Alice sangat mengkhawatrikannya. Julian berjalan terlalu jauh, terlalu tinggi dari tempatnya berasal. Menjadi seorang Ratu adalah hal yang sulit ia bayangkan, meski ia mengulang kehidupan. Semuanya masih terasa seperti mimpi.

"Jangan memikirkan apapun. Kau harus belajar dengan baik di akademi." Julian tersenyum menenangkan.

Alice mengangguk, ia berusaha menahan air matanya. Lady yang ia sayangi akan menikah dan menjadi seorang Ratu. Ia harus berusaha keras jika ingin berada di sisi beliau. Alice pun kembali membantu Maria untuk menyiapkan wewangian. Karena pernikahan dua hari lagi, Lady Rozeanne fokus merawat tubuhnya.

"Kulit Anda sangat bagus. Tidak ada satu noda setitik pun," puji Maria.

"Aku punya tanda lahir. Tidak kah kau melihatnya?"

"Tanda lahir itu membuat punggung Anda semakin cantik."

Alice yang mendengarnya tersenyum lebar. Jika orang-orang itu tahu seperti apa bentuk punggung Lady Rozeanne di masa lalu, pasti mereka tidak akan berbicara seperti ini. Alice sangat senang luka-luka itu menghilang.

"Oh iya Putri... kediaman Putra Mahkota meminta Anda memberitahu gaun yang akan dipilih. Yang Mulia harus mencocokan setelan."

"Untuk pemberkatan warna putih, pesta dansa aku akan memakai warna biru."

"Baik, akan saya sampaikan."

Alice yang mendengarnya langsung mendekat. "Boleh saya ikut? Saya ingin melihat Yang Mulia."

Julian tersenyum, "Tentu saja. Pergilah dengan Emma."

"Terima kasih, Putri." Alice langsung merapikan pakaiannya, lalu menyusul Emma. "Yang Mulia jarang di istana. Aku pun hanya melihat wajahnya sekitar 5 atau 6 kali."

"Benarkah?"

"Hem, semoga saja hari ini beliau ada di istana."

Alice mengangguk. Karena statusnya, ia tidak bisa hadir di pernikahan Lady Rozeanne. Apalagi besok adalah hari dimana ia pergi ke akademi yang mengharuskan Alice untuk tinggal di asrama dan hanya boleh pulang dua kali dalam setahun. Setidaknya, ia ingin tahu seperti apa orang yang akan mendampingi nonanya kelak.

"Alice pasti sangat menyayangi Yang Mulia."

"Hem, beliau orang yang sangat baik."

Emma menoleh ke arahnya, "Tenanglah, aku akan menjaganya. Kau bisa belajar dengan nyaman."

"Terima kasih Nyonya." Alice senang. Setidaknya, kehidupan Lady Rozeanne di istana lebih baik dari apa yang beliau lalui di selatan.

"Lewat sini." Emma membimbingnya masuk ke istana Putra Mahkota. Ornamen yang ada di dalamnya benar-benar membuat matanya membulat. Dinding dilapisi oleh emas dan pilar-pilar besar itu terlihat kokoh—sangat berbeda dengan menara yang dulu ia tinggali.

Jeffrey, Don't Throw Me Away [END]Where stories live. Discover now