“Orangnya kayak gimana? Ganteng? Suka main sama cewek?” Radina yang posesif merasa tersaingi.

“Pendiem, gak banyak omong, ganteng sih...” Nalani jujur.

Radina semakin marah dan menyetir mobilnya dengan gila-gilaan.

“Mas, udah, Mas, udah... Pelan-pelan nyetirnya,” kata Nalani sambil memegangi tangan Radina.

“DIEM KAMU!” bentak Radina.

Nalani langsung melepaskan pegangannya pada tangan Radina dan diam. Ia langsung menunduk dan tidak berkata apa-apa lagi.

Begitu tiba di rumah, Nalani langsung disambut oleh Adnan.

“Bubuuuu!” seru Adnan.

Nalani tersenyum dan menerima Adnan dengan pelukannya.

“Eyong, Bu, eyong,” kata Adnan.

Nalani langsung menggendong Adnan.

“Udah makan?” tanya Nalani.

Adnan mengangguk. Begitu Radina masuk ke rumah, Adnan memanggilnya.

“Babaaaa!” panggil Adnan.

“Halo,” sahut Radina lalu mencium kening Adnan.

“Baba, eyong, Babaaaa!” kata Adnan sambil menjulurkan tangannya pada Radina.

“Baba belum ganti baju. Baba ganti dulu ya,” kata Radina.

“Baba, Baba! Babaaaa!” Adnan merengek.

“Nal, urusin dulu bentar. Aku mau ganti baju dulu, tadi abis ngerokok,” kata Radina.

Nalani mengangguk dan mengurus Adnan yang menangis karena tidak dihiraukan oleh ayahnya. Begitu perhatian Adnan teralihkan dan bisa tertawa, Nalani baru membawanya ke kamar.

“Adnaaaan, sini sama Baba, Bubu mau ganti baju dulu,” kata Radina.

“Aku mau sekalian mandi, Mas, titip dulu ya,” kata Nalani.

Radina tidak berkata apa-apa dan bermain bersama Adnan. Nalani sendiri mengambil handuknya dan mandi. Ia berendam untuk menenangkan pikirannya tapi yang ada justru tubuhnya jadi tidak terasa nyaman. Karenanya Nalani langsung berpakaian lagi.

“Adnan, bobo yuk,” ajak Nalani.

Adnan menggeleng dan memeluk ayahnya terus. Ia benar-benar menikmati waktu bersama ayahnya yang biasanya jarang ada di rumah kala sore hari.

“Bubuuuuu!” jerit Adnan ketika ayahnya menggelitiki perutnya.

Nalani hanya tersenyum sambil memungut pakaian Radina yang berserakan karena dilempar begitu saja oleh yang pakai.

“Bubuuuuuu!” panggil Adnan.

“Ya, sebentar,” kata Nalani.

Adnan merangkak dan berusaha mendekati Nalani tapi Radina menghalangi usaha anaknya itu sehingga jadi menangis.

“Sama Baba aja kenapa sih?!” kata Radina.

“Bubuuuu!” Adnan memanggil ibunya lagi.

“Sini,” kata Nalani setelah menyimpan pakaian Radina di keranjang pakaian kotor.

Adnan langsung memeluk Nalani dan menyandarkan kepalanya di dada Nalani. Radina langsung melengos. Pantas saja anaknya betah, bapaknya juga pasti betah kalau diizinkan oleh ibunya melakukan hal tersebut. Radina semakin melengos ketika tangan anaknya itu menelusup ke dalam kaus Nalani. Radina baru tahu kalau anaknya suka melakukan hal tersebut.

“Adnan, Bubu buatin susu dulu ya. Kalau mau pegang-pegang nanti aja,” kata Nalani.

Wajah Radina langsung memerah dibuatnya.

“Tutu?” tanya Adnan.

“Iya, susu. Adnan minum susu,” jawab Nalani sambil membuatkan susu untuk anaknya.

Karena ASI Nalani sudah mulai sulit ke luar begitu Adnan berumur 1 tahun 3 bulan, Nalani mulai memberikan susu sapi untuk anaknya.

“Nih,” kata Nalani sambil memberikan botol susu pada anaknya.

 Adnan menerima botol susunya dan langsung minum. Nalani menidurkan Adnan di tempat tidurnya sendiri.

“Mas, mau minum apa?” tanya Nalani.

“Nggak haus,” jawab Radina sambil memainkan iPad-nya.

Nalani menunduk lalu mengambil beberapa buku pelajaran dan membuat resume. Ia harus belajar dengan giat karena sebentar lagi ujian kenaikan kelas.

“Lani! Nalaniiii!” panggil ibu Radina dari lantai bawah.

Nalani langsung meletakan pensilnya dan menghampiri ibu Radina sementara itu Radina langsung mengecek ponsel Nalani yang disimpan di atas meja belajar.

Tiba-tiba Adnan menangis keras sekali. Radina kembali menyimpan ponsel Nalani dan menggendong Adnan tapi Adnan tidak mau berhenti menangis. Radina segera membawa Adnan ke Nalani yang ternyata sedang di ruang tamu.

“Nal...” panggil Radina.

Nalani tidak menyahut dan Adnan juga tiba-tiba diam.

“Nalani...” panggil Radina lagi dan kali ini Radina mendekatinya.

Radina melihat kalau ada Agung dan seorang nenek-nenek.

“Jadi ini suaminya?!” kata nenek-nenek itu dingin.

Nalani tidak berminat untuk mendengar neneknya berbicara lagi. Ia malah menggendong Adnan dan berniat pergi.

“Tinggalkan rumah ini dan lebih baik kamu menikah dengan Agung,” begitu kata nenek Nalani.


***

halooo makasih buat yang baca, tolong vote sama comment yaaaa makasih :)

makasih yang jadi fan *terharu*

faster than a weddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang