9. the broken leg and those lingering feelings

Start from the beginning
                                    

Lalu Jeno yang memang dasarnya memiliki hormon seperti lelaki normal lainnya pun membalas lampu hijau dari Siyeon. Tangannya tanpa sadar sudah naik menangkup pipi gadis cantik yang seumuran dengannya itu sebelum ia mengikis jarak dan mencium Siyeon. Ia tidak tahu apakah ia melalukannya dengan baik dan benar, namun setelahnya mereka menjalin sebuah hubungan dan putus sebulan kemudian.

Jeno lebih muda kala itu ketika ia dan Mark melakukan pekerjaan mingguan di pasar kota, membantu kakek Mark menjual barang-barang antiknya yang disimpan keluarganya secara turun-temurun, namun terpaksa harus berpindah kepemilikan karena masalah ekonomi yang mereka hadapi.

Yah, niat awal Jeno hanya untuk membantu sahabat sehidup sematinya itu, namun Kakek Lee datang dengan segenggam won di tangan, memberikannya pada Mark dan Jeno yang langsung melesat ke toko arak untuk membeli soju murah. Euforia malam itu terasa kembali ketika rasa panas liquor bening pembakar tenggorokan memenuhi jasmani dan sanubari. Mereka langsung meminumnya di gang kecil samping toko setelah membayar, membiarkan cairan pahit tersebut memenuhi tenggorokan dan melepaskan dahaganya hingga tetesan terakhir menyentuh lidah mereka sebelum Jeno muntah bersama Mark akibat efek arak yang terlampau keras.

Keduanya berjongkok lemah setelah mengeluarkan isi perut mereka di sungai belakang toko. Keduanya berpandangan sebelum tertawa keras dan saling berangkulan, memutuskan untuk tidak lagi mencoba arak murahan yang dijual Paman Choi di tokonya yang tak terjamin kebersihan.

Oh, betapa Jeno kini sudah tumbuh dewasa, dan ia benar-benar tidak sabar untuk pulang.

Tiny Dancer masih mengalun dari radio bersamaan dengan terus melajunya jeep Jeno menembus jalanan desa. Ia lalu berhenti di sebuah restoran yang sudah ada semenjak dirinya masih belia, memarkirkan jeepnya di pekarangan sempit restoran daging bakar milik Keluarga Moon tersebut.

Jeno memasuki kedai dengan perasaan hangat yang memenuhi relung hati. Aroma lezat kecap asin dan bumbu daging bakar menyeruak memasuki penghidu, membuat perutnya ganti merespon dengan bunyi gemuruh pelan di dalam sana.

Ia lalu melangkah mendekati meja bar yang kini sudah dilengkapi turntable, memandang interior sekitarnya yang sudah berubah total sejak terakhir kali ia singgah untuk mengisi perut disana.

Seorang koki datang dengan apron dan buku menu, yang lalu disambut Jeno dengan senyum tipis, membuat koki yang baru saja menyodorkan buku menu menariknya kembali, menatap wajah Jeno untuk meyakinkan dirinya bahwa apakah benar ini adiknya si Lee yang kabur tujuh tahun lalu?

"Jeno? Lee Jeno? Kamu kah itu?"

"Hai, Kak Taeil. Lama tidak bertemu."

Detik berikutnya, pria Moon itu sudah memeluk Jeno begitu eratnya, membuat Jeno terkekeh dan membalas pelukannya tak kalah erat.

"Kamu masih ingat rumah ternyata?" Tanya Taeil begitu pelukannya terlepas, terkekeh sembari mengambilkan minum untuk adik dari sahabatnya itu.

"Tentu saja aku masih mengingat kalian," Jeno menjawab sambil berterima kasih menerima gelas berisi bir dari Taeil. "Apa kabar yang lainnya?"

"Banyak sekali yang telah berubah disini selama kamu pergi," jawab Taeil. "Kamu ingin makan?"

"Boleh, Kak. Bulgogi satu ya."

"Bulgogi akan siap dalam sepuluh menit!"

Jeno tersenyum bangga melihat figur kakak yang berjeda usia dengannya sejauh enam tahun itu. Ia kembali memandang berkeliling, menemukan figura foto Taeil bersama seorang pria jangkung yang dipajang di dekat pintu masuk dapur. Detik berikutnya, Jeno mengenali sosoknya. Itu-

"Kudengar adiknya Taeyong disini? Mana?"

"Kak Youngho!" Jeno berseru senang, melompat turun dari kursinya sebelum melompat memeluk Youngho.

Starlit Night - [nomin]Where stories live. Discover now