Bagian 2 - Pandangan Pertama

5 0 0
                                    

Ketika ceritanya telah mencapai separuh perjalanan, Sang Pendongeng berhenti sejenak untuk membasahi tenggorokannya dengan teh.

Pengunjung A: "Apakah benar, saat berusia lima belas tahun, dia telah mengalahkan banyak iblis dalam peperangan?"

Pengunjung B: "Fakta kalau dia bersekolah di Akademi Tianyi saja sudah menunjukkan kalau dia bukanlah orang biasa."

Pengunjung A: "Akademi Tianyi? Apa itu?"

Setelah beberapa pertanyaan diajukan berturut-turut, Sang Pendongeng menaruh cangkir tehnya lalu lanjut bercerita.

Pendongeng: "Berbicara tentang Akademi Tianyi, di sanalah tempat penerus-penerus keluarga bangsawan dan adiwangsa bersekolah."

Sinar matahari musim semi bersinar terang. Burung-burung bernyanyi riang. Bangunan sekolah dibayang-bayangi siluet hutan, terlihat bersih dan segar.

Pemuda Li Zeyan: "Tidak perlu mengantar lebih jauh. Aku akan meneruskan sendiri dari sini."

Seorang guru paruh baya mengamati alumni siswa itu dengan ekspresi rumit.

Guru: "Aku yakin, ayahandamu sudah mengatakan kepadamu, ada beberapa hal yang sebaiknya dibiarkan mengalir."

Li Zeyan mengangguk pelan.

Pemuda Li Zeyan: "Saya mengerti. Namun, saya datang hanya untuk mengenang hari-hari lalu bersama guru saya."

Dia pun berbalik lalu mulai berjalan turun keluar dari sekolah.

Siswa A: "Kelas-kelas belakangan ini sangat sulit diikuti. Bisakah kau mengerti sesuatu dari penjelasan guru?"

Siswa B: "Tentu saja! Ayah ibuku mengirimku ke Akademi Tianyi untuk menambah ilmu dan mengembangkan kebijaksanaan, bukan untuk belajar mengacau."

Siswa A: "Huh, kau benar-benar membosankan! Oh, ya, aku punya info tentang sesuatu yang menarik! Mau dengar?"

Siswa B: "Apa itu?"

Siswa A: "Aku mendengar, Calon Cenayang Kerajaan baru sudah terpilih. Tidak lama lagi, Upacara Fuyin akan kembali diadakan lagi!"

Siswa B: "Walaupun tempat latihan cenayang bertempat di Akademi Tianyi, posisi cenayang itu istimewa, tempat itu juga ditutup dari dunia luar. Rasanya kita hanya bisa diam dan menunggu."

Siswa A: "Kau benar, tapi, bagaimana pun, bisa mengadakan Upacara Fuyin lagi itu adalah hal yang bagus!"

Diskusi para siswa muda itu perlahan menghilang dari kejauhan. Apa yang didengar Li Zeyan ini membuat perasaannya campur aduk.

Seorang cenayang baru ... dia menengadah dan menarik napas panjang, menenangkan hati. Namun, sedikit kecemasan sempat menyeruak dalam pikirannya.

Dari sudut sepi sekolah, tiba-tiba terdengar suara krasak-krusuk yang aneh.

Li Zeyan pun berjalan menuju arah suara. Ketika dia memandang ke atas, satu sosok seputih salju menarik perhatiannya.

Gadis itu tak terlihat berusia lebih dari 22 atau 23. Dia sedang menggumam pada dirinya sendiri, tak sadar akan kehadiran Li Zeyan di luar tembok.

Dia menurunkan kakinya melewati dinding. Tangannya juga tidak menganggur, tangan itu membawa kantong-kantong berbeda ukuran. Wajahnya terlihat puas.

... sepertinya dia adalah siswi yang membolos untuk bermain di luar.

Gadis itu merenggangkan punggungnya. Pola unik sulaman di lengannya berkilau keemasan di tengah cahaya.

Li Zeyan mengenali pola yang hanya dikenakan oleh cenayang kerajaan. Hatinya berkecamuk beberapa saat. Tiba-tiba, dia mengingat berita yang didengarnya beberapa tahun belakangan.

Akankah Cenayang Kerajaan Baru ini ditumbalkan?

Saat itu juga, tak jauh dari sana, datanglah derap langkah barisan terlatih. Li Zeyan melirik ke arah jalan. Dapat dipastikan, patroli penjaga akademi sedang menuju kemari.

Gadis itu sedang ada di atas tembok, gemetaran karena sadar akan kehadiran patroli itu. Dia terjatuh nyaris tiba-tiba.

?? : "Huft!"

Bersamaan dengan suara berdebum tertahan itu, terdengar juga suara mengaduh kesakitan dari seberang tembok.

Sementara itu, para penjaga yang tidak melihat apa yang barusan terjadi, memberi hormat kepada Li Zeyan.

Penjaga: "Jenderal Li Muda, apa yang Anda lakukan di sini?"

Pemuda Li Zeyan: "Aku sedang ada waktu luang jadi aku berjalan-jalan."

Pandangan Li Zeyan melewati para penjaga, tiba-tiba dia sadar ada sekantong kue yang sepertinya terjatuh di antara semak.

Tak lama kemudian, satu tangan terulur dari lubang anjing di dinding, mencoba meraih kue di semak-semak.

Namun, entah karena tangan itu terlalu pendek atau kantongnya terlalu jauh, orang di balik dinding itu selalu gagal meraihnya, tak peduli seberapa kerasnya ia berusaha.

Penjaga: "Sudah lama sekali tidak melihat Anda berjalan-jalan di sekitar akademi. Selamat menikmati waktu bersantai Anda. Saya akan melanjutkan patroli."

Li Zeyan mengangguk lalu kembali memanggil para penjaga sebelum berbalik.

Pemuda Li Zeyan: "Aku baru saja lewat sana. Tidak ada sesuatu yang mencurigakan."

Li Zeyan berdeham lalu mengalihkan pandangan ke tempat lain.

Penjaga: "Baiklah! Kalau begitu, terima kasih! Saya akan mengecek sekitar asrama."

Penjaga itu mengangguk, dia berjalan pergi seraya bertanya-tanya pada dirinya sendiri mengapa Jenderal Li Muda masih berdiri di sana. Mungkinkah pemandangan di sana begitu indah?

Li Zeyan mengembuskan napas, matanya memandang lubang anjing di tembok.

Lengan baju seputih salju itu ternoda lumpur, pemilik lengan baju itu masih menggapai-gapai, tak rela melepaskan makanan di sana.

Tangan itu melambai-lambai di udara dan ketika lelah, tangan itu terkulai di tanah.

Li Zeyan menutup rapat bibirnya lalu berjalan ke lubang itu. Dengan lembut, dia mendorong kantong kertas itu ke depan. Tangan itu, yang masih belum mundur, bergeming saat merasakan sentuhan dengan kantong kertas itu, lalu, dengan cepat ia menarik kantong.

??: "Te ... terima kasih!"

Suara rendah penuh kehati-hatian itu terdengar sedikit waspada dan Li Zeyan tak mampu menahan tawa. Lalu dia mendengar suara berderap dan memperkirakan orang itu pasti sudah melarikan diri, jadi dia pun ikut pergi dari sana.

Di jalan kecil berangin sejuk itu, Li Zeyan kembali sendirian. Namun, karena beberapa alasan, perasaan muram beberapa waktu lalu itu terganti perasaan bebas lepas.

Namun, apakah burung kecil dalam sangkar tadi sadar akan keberadaan sangkarnya?

Alis Li Zeyan bertaut, dia menggerakkan kepala, mengamati gunung tinggi dan perbukitan nun jauh di sana. Di langit yang cerah, sekumpulan bangau putih melayang melalui perbukitan, meninggalkan bunyi bergaok dan guguran bulu-bulu.

Embusan angin gunung meniup kencang bulu-bulu itu hingga terombang-ambing di udara sebelum jatuh ke tanah.

[ MLQC ] Terjemahan Destiny of Desire Victor: JourneyWhere stories live. Discover now