Berdua Bersamamu - Hijikata Toshiro

Start from the beginning
                                    

"Kalau benar mendengarkan cerita dosen, terus kenapa bisa sambil makan sesuatu yang manis?"

Toshiro menyeka bubuk putih—diasumsikan sebagai gula tabur—pada sudut bibir Riesha dengan ujung ibu jari, kemudian membawanya ke hadapan bibir sendiri agar dapat dijilat seolah itu bukan masalah besar.

Riesha melebarkan mata. Bahaya. Jujur saja, berpacaran cukup lama belum mampu menjamin keadaan jantung Riesha baik-baik saja dihadapkan dengan aksi Toshiro yang selalu tanpa peringatan. Bertingkah seperti tidak memiliki beban dan seenaknya, padahal jelas-jelas nyaris membuat jantung anak orang meloncat keluar dari tempatnya.

Riesha segera menyentuh area bibir, mengusap-usap bagian manapun yang menjadi tempat kemungkinan sisa gula berada agar tidak ada lagi yang tertinggal. Malu? Jelas, tetapi sudah biasa sih karena ini bukan pertama kalinya Toshiro memergoki Riesha makan dengan belepotan. Memang Riesha ini sudah tidak ada harga dirinya di hadapan pacar sendiri.

"Sudah? Sudah bersih 'kan?" tanyanya.

"Sudah," tandas Toshiro singkat. Sorot matanya belum berubah, masih setia menunggu penjelasan terkait alasan mengapa gadis itu membuatnya menunggu lama di sini, "Jadi, kenapa?"

"Hehe." Riesha mengawali dengan ringisan, berharap Toshiro menjadi lebih lunak. "Tadi sebenarnya temanku ada yang ulang tahun, jadi kita pesen donat bareng-bareng buat dimakan."

Toshiro hampir membuka mulut guna menyuarakan alasan tidak terima, tetapi Riesha lebih cepat dua detik membungkam mulutnya dengan tangan.

"Ah, daripada itu, ayo kita pergi! Bukankah tadi mau makan bersama?"

Pintar. Pintar sekali gadis satu ini mengalihkan pembicaraan. Toshiro mengdengkus. Baiklah, dia akan membiarkan Riesha untuk kesempatan ini, toh, memang mereka lama tidak pergi bersana dan sama-sama memutuskan ingin menggunakan momen kali ini untuk makan bersama. Riesha mengelus dada ketahui respons Toshiro melegakan hati. Dia berhasil menyelamatkan diri dari omelan sang kekasih, tetapi untuk yang selanjutnya, siapa yang tahu.

"Mau makan apa?"

Tangan Riesha bergerak menggeser-geser pilihan menu yang tertera pada aplikasi online ponsel, matanya juga dengan teliti membaca sekilas nama menu yang tersedia.

"Hm, soto enak kalau masih hangat. Rawon juga, aku sudah lama nggak makan itu, atau mungkin satai? Eh, tapi ada nggak ya satai yang buka siang-siang begini? Nasi goreng juga enak sih." Riesha mendumel tanpa henti. Dia tidak menyukai bagaimana semua masakan dapat menggoda iman di saat seperti ini. Maklum sih, perutnya lapar karena belum sempat sarapan, tetapi tidak adil jika dia dihadapkan dengan begitu banyak pilihan menarik. "Bingung ..." keluhnya, "Toshi mau apa?"

"Apa saja pilihanmu."

"Kok tidak membantu!"

"Ya sudah, dicari sambil jalan saja," pungkas sang adam berikan usul yang ditanggapi dengan gerutu kecil.

"Iya deh ..."

Dua insan berlawanan jenis itu lalu mulai beranjak. Tidak perlu repot menggunakan kendaraan sebab di sekitaran kampus banyak terdapat warung makanan yang rasanya tidak kalah dengan rumah makan kelas atas, dan tenth saja memiliki harga yang jauh lebih ramah bagi dompet mahasiswa. Berjalan kaki sekitar lima belas menit juga hitung-hitung olahraga usai lelah menatap layar selama kelas seharian.

Keuntungan lainnya, Toshiro bisa mendengar Riesha mengoceh lebih banyak tentang kesehariannya, atau mengenai kejadian menarik lain. Itulah mengapa mereka berdua lebih menyukai berjalan kaki. Namun sebelum mereka menempuh jarak lebih jauh, Toshiro menggapai tangan Riesha, menautkan jari-jari mereka dengan lembut; reflek membuat Riesha menoleh secepat kilat.

"Kenapa?"

"Takut ada yang nyulik, nanti hilang."

Perempuan itu menaikkan sebelah alis, bingung memahami maksud Toshiro, "Memang siapa yang mau nyulik?"

"Aku."

Riesha bergeming dan awaban Toshiro dibiarkan menggantung. Dalam waktu kosong terbetut, tampak jelas keritan pada raut wajah Riesha. Dia sedang berpikir, mencoba mencerna baik-baik perkataan yang terasa janggal baginya.

Panantian Toshiro terhadap Riesha yang menghabiskan waktu terlalu lama untuk memproses ucapannya terbayar saat perlahan namun pasti, air muka miliknya berubah tersentak kaget.

"LOH BERARTI SEKARANG DONG?"

Toshiro tidak bisa menahan diri menanggapi perubahan ekspresi Riesha yang dirasa lucu, berujung mengeluarkan tawa singkat ketika dirinya sedang lengah, memerangkap Riesha dalam kondisi detak jantung berpacu lebih cepat daripada biasanya, untuk kedua kalinya, dalam selisih waktu singkat. Tidak terbatas pada jantung, tetapi efeknya menyebar luas ketika Riesha merasakan kedua pipi menghangat; tanda bahwa sekujur wajahnya pasti memerah seutuhnya.

Oh menyebalkan, sampai kapan Riesha harus terus mengalami ujian bagi hatinya yang lemah dalam merespons tindaka sang lelaki?

· · ─────── fin ─────── · ·

LokalWhere stories live. Discover now