10. KAU YANG KUBUTUHKAN

Start from the beginning
                                    

"Apakah setelah ini kita masih akan susah untuk bertemu?"

Pelukan Tombak mengerat.

"Aku nggak butuh psikiater-"

"Sssssttttt." Tombak membelai lembut kepala istrinya. "Jangan bicara seperti itu."

Aira mulai terisak. "Aku nggak mau ke psikiater."

"Aira..." Tombak memejamkan mata saat mendengar isakan istrinya yang mengeras. "Oke. Kita cuma akan jalan-jalan hari ini."

***

Arthur memandang adik bungsunya yang menghampirinya saat sarapan. Dilihat dari penampilannya, satu-satu saudara perempuannya itu nampak mau pergi. "Mau ke mana kamu sepagi ini?"

Amdrea menghela napas dan memandang kolam renang rumahnya. "Aku mau pulang."

"Kamu sudah pulang."

"Pulang ke rumahku sendiri, Bang."

Selama beberapa detik Arthur memandang Andrea yang menghindari tatapannya. "Kenapa nggak tinggal di sini aja?"

Dengusan Andrea meluncur mulus. "Bang Arthur kaya' baru pertama kali aja lihat aku ninggalin rumah. Aku kan terbiasa diusir."

Pegangan Arthur di garpu dan pisau menguat. Pria itu membuang muka seraya menghela napas, sebelum meraih ponselnya. "Kalau begitu pulang sama Gembul."

Kedua mata Andrea melotot tak terima. "Ngapain sih, Bang? Aku bisa pulang sendiri!"

"Keadaan lagi nggak kondusif, Ndre!" Intonasi Arthur meninggi. "Cukup Tombak aja yang buat Abang stress. Kamu harus nurut!"

Andrea mengerutkan alisnya. "Kenapa bawa-bawa Bang Tombak, sih?"

Tak ada sahutan dari Arthur yang tengah mencari kontak Gembul di ponselnya.

"Yang harusnya stress itu Bang Tombak, bukan Bang Arthur. Hidupnya tertekan sekarang karena permintaan Papa."

"Permintaan terakhir, Ndre. Garis bawahi!" sahut Arthur dingin.

"Lalu?" Tanpa sadar Andrea menaikkan intonasinya. "Kalau Papa minta Bang Tombak ninggalin keluarganya juga harus dituruti? Apa itu termasuk tugas organisasi? Bang Tombak bahkan sudah bukan anggota-"

"ANDREA!" Tatapan kedua mata Arthur nampak tajam menegur adiknya. "Cukup! Kamu nggak tahu apa-apa."

"Aku ngga tahu karena memang kalian nggak pernah mau melibatkan aku." Satu sudut bibir Andrea terangkat sinis saat menghela napas. "Dari sini sudah jelas kan bagaimana aku dianggap?"

Arthur tak menyanggah apa-apa, hanya memandang kepergian adik bungsunya dengan ekspresi tak terbaca.

***

Saat baru saja masuk ke dalam mobil, Tombak memperhatikan Aira yang tengah melamun menatap jendela.

"Berangkat sekarang?" tanya Tombak seraya memasang sabuk pengaman.

Aira sedikit terkejut sebelum menegakkan punggungnya. "Yuk."

Tombak menyalakan mesin mobil dan kembali menoleh istrinya. "Kita makan siang dulu, ya?"

"Boleh."

"Ke restorannya Delvi mau?"

"Boleh, ke sana aja. Sup iga di sana enak."

.

.

"Pegawainya bilang, kalau Delvi lagi ke bandara mengantar tamu," ucap Tombak seraya menarik kursi di hadapan Aira.

BERTEDUHWhere stories live. Discover now