{6} I Miss You, Papi

17 3 0
                                    

Dua minggu setelah acara makan malam itu, Eya dan Cross tetap kuliah seperti biasa. Bedanya, Cross dan Eya jadi sedikit lebih akrab walau pasti ada aja percekcokan.

Ya memang harusnya akrab, mereka kan mau menikah.

"Kok kalian bisa dijodohin gitu sih, Ya? Kan baru kenal dan ketemu."

Lory bertanya saat mereka tengah menyantap Mie Ayam di kafetaria kampusnya, bersama dengan Chad juga-pacarnya Lory.

"Gak tahu, Mami," jawab Eya malas sambil terus mengunyah mie ayam yang pedas itu.

"Terus lo seneng gak pas denger mau dijodohin?" Lory kembali bertanya.

Membuat Eya menggantungkan sumpitnya di udara; tampak berpikir.

"Sebenarnya nih ya, gue tuh juga bingung." Eya berujar.

Chad dan Lory menatap Eya berbarengan, menunggu kelanjutan ucapannya.

"Bingung gimana?" tanya Lory tak sabar.

"Kalau misalkan nikah tuh gimana sih? Kita tinggal bareng gitu, ‘kan?" jawab Eya dengan pertanyaan.

"Iyalah tinggal bareng, makan bareng, sekamar bareng, tidur bareng, mandi bar—aduh!"

Lory langsung memukul lengan berotot Chad saat pria itu akan mengatakan hal-hal yang tak senonoh.

"Hah? Apa?" Eya bingung.

Lalu Lory langsung mengambil alih atensinya. "Emang kenapa lo nanya gitu, Ya? Masa lo gak tahu sih kalau orang nikah tuh kayak gimana?" ucap Lory.

Membuat Eya menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Nih ya, misalkan gue sama Cross nikah. Nah terus kita tinggal bareng kan ... berarti gue sama Mami misah dong rumahnya? Iya nggak?" Eya kembali bertanya.

Kali ini Chad hanya diam, tak mau menjawab. Takut salah bicara lagi.

"Ya ... tergantung sih, lo sama Cross udah punya rumah belum? Kalau udah ya tinggalnya misahlah sama Tante Zely," jawab Lory.

Eya mengangguk-anggukan kepala, sumpitnya sudah dia taruh. Mie Ayamnya sudah tidak membuat dia tertarik, obrolan ini yang lebih menarik.

"Terus, terus ... kalau misalkan gue udah punya rumah, berarti misah. Nah terus, Mami gak bakal ngomel-ngomel lagi dong? Kan kita udah pisah rumah?"

Lory dan Chad hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban.

"Wah! Enak banget dong kalau gitu," pekik Eya.

"Lagian nih ya, kalau misalkan lo udah nikah otomatis Tante Zely udah gak punya tanggung jawab lagi atas lo, lo udah jadi tanggung jawabnya Cross," ucap Lory menambahkan.

Membuat Eya senyum-senyum sendiri.

Duh ... Eya jadi tak sabar ingin cepat-cepat menikah.

a f f e c t e d

"Mami!" teriak Eya.

Zely menggelengkan kepalanya bingung, dia yang sedang membaca majalah gaun pengantin pun beranjak dari duduknya.

"Kamu kalau di depan Cross jangan teriak-teriak gitu ya! Malu tahu," kata Zely memperingatkan.

Eya hanya nyengir, sambil lalu mencium lengan Zely.

"Tapi Cross gak pernah protes," kata Eya polos. Padahal kemarin-kemarin Cross juga sudah ngomel.

"Denger nih Eya, yang namanya anak gadis itu harus lemah lembut, gak boleh barbar. Kamu kan anak perempuan." Zely kembali menasehatinya.

Eya sendiri malah mengabaikan ucapan sang mami, dan duduk selonjoran di sofa; melihat-lihat majalah tadi.

"Eya, denger Mami ngomong gak?" kata Zely mulai kesal.

AFFECTED || 2019 ✓Место, где живут истории. Откройте их для себя