"Hahh, aku kecewa."

"H-huh?"

"Aku kecewa denganmu, Yuna."

Yuna menatap Kenta yang tampak memasang ekspresi serius itu dengan bingung.

"Dulu kau tidak seperti ini, dulu kau junior yang begitu manis dan asik diajak bicara, kemana sekarang Choi Yuna yang aku kenal itu, hm?"

"Kak Kenta, aku-"

Kenta tertawa lagi, tangannya terulur mengacak puncak kepala Yuna dengan gemas.

"Aku bercanda, kau masih sama. Masih sama-sama cantik dan menggemaskan, Yuna."

Kenta berjalan lebih mendekat, dan ia mendapati Yuna refleks memundurkan tubuhnya selangkah, membuatnya terdiam sesaat.

"Kau seperti ini karena Yuta, kan?"

"M-maksudmu?"

Kenta tersenyum kecil, "Mau makan siang denganku?"

Yuna menggeleng, "Aku sudah makan,"

Bukan Kenta Takada namanya jika menyerah begitu saja.

Kenta meraih tangan Yuna. "Kalau begitu, cukup temani aku,"

Yuna kembali refleks menarik tangannya hingga terlepas dari genggaman tangan Kenta.

Yuna menundukkan kepalanya sekilas, "Aku sungguh minta maaf, tapi aku tidak bisa. Aku harus pulang, sekali lagi maaf."

Setelah mengucapkan itu, Yuna langsung bergegas berjalan meninggalkan Kenta yang masih setia berdiri ditempatnya.

Kenta memandang sosok Yuna yang perlahan menjauh darinya.

Lelaki tampan itu tersenyum misterius.

"Dulu dan sekarang, kau masih sama, selalu membuat orang penasaran."

Kenta meraih ponsel yang ia simpan disaku jasnya, membuka galeri, kemudian sebuah foto lama seorang gadis cantik dengan seragam sekolah itu membuat Kenta semakin melebarkan senyumnya.

"Kau tidak bisa membuatku seperti ini, cantik."

...

Yuna berjalan keluar dari gedung kantor penerbitan itu, ia menghela nafas lega.

Sekarang, ia merasa harus lebih hati-hati jika datang kesana, sebisa mungkin ia harus menghindari Kenta.

Sikap agresif lelaki itu sedikit membuatnya risih.

"Seingatku dulu kak Kenta bukanlah orang yang seperti itu," gumamnya heran.

Yuna bergegas berjalan menuju taksi yang dipesannya sudah tiba, ia harus pulang sekarang.

Disepanjang perjalanan, Yuna kembali termenung, pikirannya kembali tertuju pada Yuta.

Apa Yuta makan dengan baik? Tidur dengan baik? Apa dia ingat membawa obatnya? Bagaimana jika ia terlalu stres?

Yuna menggeleng kuat, mencoba menghilangkan pikiran negatifnya.

Ia yakin Yuta akan baik-baik saja. Semoga begitu.

Dan saat melewati sebuah restoran Jepang yang lumayan familiar untuknya, Yuna tertegun.

Restoran itu, mengingatkannya pada saat pertama kali Yuta mengajaknya makan malam diluar, saat sepatunya rusak, dan saat lelaki itu menggendongnya.

Yuna tanpa sadar tersenyum mengingat momen itu.

Dan sedetik kemudian, ia memikirkan sesuatu.

"Aku tidak bisa menemuinya, tapi bukan berarti aku tidak bisa menitipkan sesuatu untuknya, kan?"

Let Me Be Your Healer, Mr. Nakamoto! | NAKAMOTO YUTA (Completed)Where stories live. Discover now