990 101 12
                                    

Suara dentingan sendok dengan gelas kaca beradu didalam heningnya dapur. Satu buah ampas teh terbang tepat menuju tong sampah begitu Taeyong melemparkannya dengan satu shoot tepat. Asap mengepul dari teh panas yang baru saja dibuatnya, Taeyong meniup perlahan sebelum menyesapnya sedikit.

Flu yang diakibatkan dari hujan kemarin sore membawa dampak yang lumayan buruk untuk tubuh Taeyong yang memang sedang tidak fit. Salahkan jadwal tidurnya yang tidak teratur, melupakan jadwal makan yang terlambat beberapa jam karena terlalu sibuk bercumbu ria dengan tugas-tugas kuliahnya yang lumayan membludak akhir-akhir ini.

Dengan perlahan, ia bawa gelas yang berisi teh hangat lalu keluar dari dapur. Langkahnya pelahan, efek pusing yang masih terasa dikepalanya. Hidungnya memerah, ah tidak, hampir seluruh wajahnya memerah karena demamnya belum turun dari semalam.

Seharusnya tadi, Taeyong meminta bantuan Ten untuk dibuatkan teh panas sebelum lelaki berdarah Thailand itu pamit pulang setelah menghabiskan satu botol anggur merah fermentasi, hasil rampasannya pada Yuta yang berulang tahun kemarin lusa.

Memang hanya Ten, teman satu fakultasnya yang repot-repot datang malam-malam begini dengan alibi menjenguk dirinya. Padahal temannya itu hanya berniat untuk menghabiskan minuman laknat miliknya tanpa diomeli oleh Ibunya. Datang mengendap-endap dengan totebag yang berisi botol, berjalan merayap seperti seseorang yang sedang transaksi ganja diujung gang.

Gagang pel hampir saja menyambutnya ketika datang, Taeyong yang sedang bersantai didepan tivi pelakunya. Hampir berteriak maling karena penampilan Ten yang serba hitam mirip perampok.

Langkahnya mendadak terhenti. Taeyong meringis pelan begitu ujung jari kakinya menabrak pinggiran meja. Kakinya otomatis terangkat, gelas dipegangannya hampir saja jatuh kalau Taeyong tidak dengan cepat menyeimbangkan tubuhnya kembali.

"Kau sakit?"

Taeyong menoleh, mendapati saudara laki-lakinya berjalan menuruni anak tangga. Bertanya dengan wajah datar andalannya.

Taeyong mengangguk. "Sedikit."

"Oh."

Jawaban singkat itu ingin sekali Taeyong balas dengan geplakan ringan dikepala. Setidaknya sampai sosok dengan jaket kulit itu membenarkan isi otaknya yang sedikit rusak. Tidak ada simpatinya sama sekali sih!

"Mau kemana?" Tanya Taeyong kemudian. Gatal sekali rasanya kalau tidak bertanya ketika melihat penampilan Jaehyun yang sudah rapih. Jaket kulit, celana ripped jeans dengan sneaker usang yang biasa dipakainya.

Jangan lupakan wangi maskulin Jaehyun yang sudah menguar memenuhi ruangan. Hidungnya memang sedang mampet, tapi mungkin parfum yang digunakan Jaehyun diguyurkan keseluruh tubuhnya.

Jaehyun tidak langsung menjawab. Ujung matanya melirik Taeyong sekilas sebelum menyambar kunci mobil miliknya yang tergeletak diatas meja panjang.

"Turun."

Alis Taeyong mengeryit bingung. Turun? Apa maksudnya? Turun kemana? Kan rumah mereka tidak terletak dipegunungan bukan?

"Turun.... Turun?" Tanya Taeyong membeo. Masih bingung dengan jawaban Jaehyun barusan.

Jaehyun membuang nafasnya berat. Kakinya berjalan cepat ketika ponselnya bergetar, menampilkan satu pesan yang entah dari siapa, Taeyong tidak mau ambil pusing dengan itu.

Langkah Jaehyun terhenti sebentar ketika sampai di pintu utama rumah, menoleh ke arah Taeyong yang masih berdiri diam didepan anak tangga.

"Kunci pintunya, aku tidak pulang malam ini." Ucap Jaehyun sebelum menghilang dibalik pintu.

STEP BRO [Jaeyong] | OneshootUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum