19. BAGIAN YANG HILANG

Start from the beginning
                                    

"Arghh!"

Damar tersadar dengan cepat disaat mendengar suara teriakan Mahesa. Dia segera melangkah masuk dan melihat Mahesa terbatuk-batuk sambil memegangi lehernya. Tidak dapat terbendung lagi rasa kasihan saat melihat wajah Mahesa memerah penuh dengan keringat.

"Hesa, lo diapain? Lo gak apa-apa kan?" tanya Damar cemas sambil memegangi bahu Mahesa dengan erat.

Cowok dengan rambut terbelah samping itu tertunduk perlahan dan saat itu juga tangisnya mulai bersua, dia mengangkat kepalanya menatap Damar dengan tatapan putus asa.

"Itu pembunuh yang lo maksud kan? Dia yang telah membunuh Danu." Damar menatap Mahesa yang menambah ketakutan saat dia berkata seperti itu. Tangan Mahesa bergetar hebat sambil mencengkram kuat pahanya.

Setelah beberapa menit Damar mendiamkan Mahesa yang tampak sudah sedikit tenang, kini dia mendekat dan duduk di samping ranjang. Di atas ranjang Mahesa terduduk lemas dengan bibir memucat bahkan tatapannya tidak memiliki kehidupan sama sekali, dia tidak menyangka akan berakhir seperti ini karena rasa takutnya sendiri.

Damar tidak tau harus berkata apa, melihat kondisi Mahesa yang masih lemah seperti ini apalagi dengan kejadian tadi. Psikopat itu benar-benar tidak akan berhenti begitu saja sebelum mencelakai Mahesa sebagai saksi dari pembunuhan yang telah dia lakukan. Damar berpikir jika dia berani melawan apakah semua akan membaik? Apakah psikopat itu bisa di tangkap? Membayangkan untuk bertemu dengannya lagi terkadang membuat jantung Damar berdetak tidak karuan sebab membayangkan bagaimana Danu ketakutan pada malam kejadian.

"Damar," panggil Mahesa pelan membuat Damar dengan sontak beralih menatap. "Gu-gue sudah mencoba menghentikan Danu untuk tidak mencari tau soal dokumen yang dia bawa. Tapi ... dia tidak mau mendengarkan gue dan berakhir seperti ini."

"Dokumen?" Damar menelisik cepat ke arah Mahesa.

Mahesa menatap sendu ke arah Damar yang duduk di sampingnya sambil mengangguk pelan.

"Andai saja gue bisa lebih cepat membantu Danu, ini semua gak akan terjadi Damar." Mahesa kembali menangis sambil menunduk lesu.

"Gue harus bagaimana ... gue takut pelakunya akan kembali ke sekolah. Dia pasti mencari ponsel Danu yang hilang. Lo harus temukan ponsel Danu, Mar. Ada sesuatu rahasia besar yang akan lo tau, lo harus menemukannya," ungkap Mahesa cepat sambil menarik tangan Damar dengan wajah gelisah.

Damar tersentak untuk bangun dari duduknya dan menatap Mahesa dengan wajah tegang. Perkataan Mahesa membuatnya berpikir cepat apa yang dimaksud.

"Rahasia besar? Rahasia apa?" tanya Damar cepat.

"Gue juga gak tau apa itu, tetapi saat terakhir kali psikopat itu menyiksa Danu, dia terus-terusan memaksa Danu untuk menyerahkan ponselnya, tetapi Danu tidak memberikannya. Pasti di dalam ponselnya berisi informasi pelaku atau apa, lo harus menemukan terlebih dahulu," jawab Mahesa takut-takut.

Damar terdiam sejenak dengan wajah cemas, bola mata bergerak-gerak menatap Mahesa yang masih ketakutan. Hingga akhirnya dia teringat sesuatu.

"Benar juga, pasti malam itu psikopat itu kembali ke gudang untuk mencari ponsel Danu," tukas Damar mengingat kembali pertemuannya dengan sosok bertopeng itu di gudang dan sekarang menyambungkan kejadian tersebut dengan perkataan Mahesa.

"Apa? Psikopat itu kembali ke gudang?" tanya Mahesa cepat sambil menarik-narik tangan Damar dengan ketakutan.

"Ya, kami bertemu dengannya semalam, makanya Reno dirawat karena terluka gara-gara dia. Sepertinya kata lo benar, dia kembali ke gudang untuk mencari ponsel Danu." Damar menggenggam erat tangan Mahesa yang terasa cukup dingin.

"Hesa, jawab gue dengan jujur, lo tau siapa kan pelakunya? Bukankah kita harus menghentikan ini semua supaya lo juga aman?" Damar bertanya sambil menatap bola mata Mahesa dengan sendu, menggenggam erat tangan dingin itu yang mulai gelisah.

"Lo tau kan siapa pelakunya?" tanya Damar lagi yang langsung dianggukkan oleh Mahesa. Sontak membuat Damar semakin ingin mengetahui kebenaran yang selama ini disembunyikan oleh Mahesa. Bahkan, yang membuat kasus ini kembali terkuak juga karena Mahesa yang menyebar video penyiksaan Danu.

Mahesa menunduk cepat, dia tidak ingin menjawab pertanyaan terkait pelaku, dia cukup takut untuk membuka suara. Jujur saja, dia memang tau siapa pelakunya, tetapi ancaman terakhir kali yang dia dapatkan membuat dia bungkam untuk tidak memberitahu semua orang siapa pembunuhnya. Itu sebabnya terakhir kali Mahesa seperti orang kerusakan di ruang klub renang sambil menyebutkan 'Pembunuh ada di sekolah.'

"Di-dia bisa sangat jahat, bisa semanis permen, bisa dingin seperti air, bisa menjadi iblis seperti neraka, dan bisa setia seperti tentara. Semua tergantung pada lawannya," jawab Mahesa dengan nada bergetar menatap Damar yang berbalik menatapnya dengan kening berkerut.

"Maksud lo apa, Hesa! Lo tinggal jawab saja siapa, dia murid SMA DS kan?" hentak Damar sambil menggoyangkan tubuh Mahesa agar tersadar untuk menjawab pertanyaan mudah ini.

Mahesa dengan takut-takut langsung menggangguk cepat.

"KALAU BEGITU KATAKAN, SIAPA!" Kesabaran Damar sudah tidak bisa ditahan lagi, ini semua membuat dia muak. Untuk menjawab siapa pelakunya saja dia harus berpikir lama dan membuat teka-teki terkait siapa pelakunya. Ini tidak akan mudah dan gampang untuk ditebak, ucapan Mahesa bahkan membuat kepala Damar terasa berdenyut.

Namun, bukannya menjawab, Mahesa kembali terisak-isak sambil mencengkram punggung tangannya dengan erat. Menampakkan bekas luka dengan kuku-kukunya yang menancap di kulit tangan.

"Bukan gue pembunuhnya."

"Bukan gue!" Jerita Mahesa kembali terdengar, dia memukul kepalanya dan meronta-ronta ketakutan.

Damar terdiam dengan tatapan cemas, dia tidak menyangka keadaan Mahesa cukup mengenaskan. Entah dia bisa mengenali diri sendiri atau tidak, Damar menalan ludah, merasa keadaan Mahesa sangatlah mengerikan.

***

Apa kamu melihatnya dude? Yok, tinggalkan jejak dulu di sini 👇

Mahesa semoga kamu baik-baik saja, gak tau seberapa tersiksanya kamu di teror seperti itu. Semoga kamu bisa menegakkan keadilan bersama Trigon.

DANGEROUS SCHOOLWhere stories live. Discover now