"Ijinkan saya mengemukakan pendapat." Xiao Zhan berujar, sambil menunduk hormat.

Semua orang mengunci mulut mereka rapat-rapat, saat Xiao Zhan mulai angkat bicara.

"Saya sudah menelusuri kasus ini. Mahasiswa terdorong untuk memberontak, akibat tulisan seorang jurnalis yang sangat kritis."

"Kami juga tahu itu, tapi bagaimana solusinya? Jika ini dibiarkan, pemilu mendatang bisa saja gagal," sahut seorang anggota yang tampaknya sedikit tidak suka melihat karisma seorang Xiao Zhan.

"Saya sedang mencari tahu tentangnya. Segera setelah itu, saya akan bertindak."

"Kita bisa serang dia dengan menggerakkan pengurus bawah!"

"Atau kita buat berita untuk memfitnahnya, agar ia bungkam!"

Xiao Zhan tersenyum mendengar pendapat anggota lain, di sidang rapat siang itu.

"Saya sudah memiliki cara yang baik, agar tidak menimbulkan suatu sengketa yang bisa berdampak buruk pada partai kita."

.
.

Suara telpon berdering saling bersahutan, bunyi keyboard yang dipijat dengan cepat mendominasi ruangan. Banyak kertas, banyak orang, banyak pemikiran.

Suara-suara teredam, di sebuah ruangan dengan dinding kaca tembus pandang. Ruangan bertuliskan 'Pimred' di pintu masuknya. Dialah Kim Jongin yang duduk di kursi jabatannya. Ia sedang berdiskusi dengan seorang pria yang sepertinya bukan salah satu dari karyawannya.

Pria itu memakai pakaian yang terlalu santai, celana robek di bagian lutut dan memakai anting di telinga kirinya. Ia tanpa sungkan menghisap rokok di depan Kim Jongin dan berbicara dengan satu kaki yang ditekuk di kursi.

"Aku pastikan apa yang akan kubawa nanti adalah skandal yang besar," ucapnya sambil mengepulkan asap rokok ke samping

"Tapi itu terlalu berbahaya, kau dan karirmu akan tamat." Kim Jongin mencoba memperingatkan, menyenggol anggota inti sebuah partai besar sama saja cari mati.

Sebagai pemimpin redaksi yang sudah berpengalaman, Jongin tahu batasan yang bisa ia sentuh dan yang tak boleh ia usik kehidupannya.

"Kenapa tak mencari sensasi selebriti atau skandal para astis k-pop? Aku dengar ada member sebuah boyband besar adalah pasangan gay. Cobalah cari tahu itu!"

Pria itu menggeleng keras, ia mematikan rokoknya di asbak yang ada di meja.
"Kau tidak tahu, aku sudah lama mengincar orang ini. Situasi politik yang memanas, adalah momen yang pas untuk menhancurkannya sampai ke akar."

Jongin menekuk muka, temannya ini sangat keras kepala. Jika ia sudah mengambil keputusan A, maka tak ada yang bisa menyuruhnya memilih keputusan B. Dengan usaha terakhir Jongin berkata.

"Kau akan hancur setelahnya, Bo!"

"Tujuanku membuatnya hancur, aku berani membayar mahal untuk itu. Termasuk menghancurkan diri sendiri."

Jongin hanya bisa menggelengkan kepala, mendengar jawaban temannya. Obsesi apa yang membuat Yibo bersikeras dengan pilihannya, apa motif yang melatar belakakangi itu semua. Jongin sungguh ingin tahu.

.

.

Di pinggir danau Taisan, gubuk-gubuk kecil dari bambu dibangun beraturan, dengan jarak 3 meter di setiap rangkaiannya. Temaram lampu yang bersinar kekuningan membuat tempat itu terlihat sakral.

Pantulan bulan purnama, memancing pengunjung untuk berdecak kagum. Panorama indah di malam hari, di restoran Baiti yang ekslusif.

Tempat ini berada di pinggiran kota Dernia, meski jaraknya agak jauh dari pusat kota. Tapi jalan menuju tempat ini mulus tanpa hambatan.

Restoran dengan kombinasi keindahan alam ini, tidaklah bisa disinggahi kaum muda-mudi yang ingin melihat sisi romantis pasangannya. Selain makanan yang mahal. Untuk mendapatkan kursi di sini, kalian harus memesan tempat sebulan sebelumnya, belum lagi pajak yang tinggi membuat para penikmat kuliner harus berpikir dua kali.

Karena Xiao Zhan adalah putera dari politikus terkenal, di mana ayahnya adalah senator senior yang pernah duduk di kursi parlemen ibu kota. Membuat akses untuk pemesanan kursi eksklusif di restoran itu cukup mudah.

Xiao Zhan berangkat dari kota bersama ajudan dan supirnya. Dari awal Zhan bersikeras untuk berangkat sendirian. Namun, demi keamanannya sebagai salah satu orang penting di Dernia.

Zhan akhirnya menyetujui perintah ayahnya untuk membawa ajudan mereka. Dengan syarat, sang ajudan tidak berada dalam lingkup 1 meter saat ia membahas masalah partai nanti bersama seseorang.

Mobil itu juga diikuti diam-diam oleh anggota partai lain. Entah untuk menjaga keamanan Zhan atau untuk mengawasi gerak-geriknya. Xiao Zhan juga tidak tahu.

Sepanjang perjalanan, ia mengecek beberapa berita lokal terkait demo mahasiswa yang terjadi dalam beberapa minggu terakhir.

Xiao Zhan mengamati setiap gambar yang ada di media massa. Mencari celah untuk mengetahui siapa pemimpin mereka.

Xiao Zhan begitu jeli, sebagai putera seorang politikus. Selain dididik menjadi pria cerdas dan berdedikasi tinggi, ia juga dilatih menjadi kritis dan penuh ambisi. Namun, ada beberapa sifat mendiang ibunya yang masih melekat pada Xiao Zhan. Yakni, ramah, murah senyum, dan terlalu mudah empati.

Xiao Zhan tahu jika sifat-sifat itu bisa menghambat karirnya di dunia politik yang kejam. Tapi tak ada alasan bagi Zhan untuk menjadi penjahat total. Ia akan bersaing tapi tetap mengedepankan hati nurani.

Mobil Xiao Zhan mulai memasuki kawasan parkir restoran yang terletak 50 meter dari gubuk-gubuk kecil yang tersedia. Pohon palm berdiri di sisi kanan dan kiri menciptakan pemandangan yang asri.

Lampu-lampu kuning menyambutnya di pintu masuk. Dengan dua pelayan perempuan dan laki-laki dengan pakaian khas yang terbuat dari kain jarik.

Xiao Zhan mendatangi penerima tamu yang ada di meja depan. Dengan buku besar yang berisi nama-nama pemesan.

"Selamat malam!" sapanya dengan senyum ramah, begitu melihat Xiao Zhan.

"Aku sudah memesan kursi atas nama Xiao Zhan."

"Kursi anda ada di nomor 12 tepat di pinggir danau!" tunjuk wanita muda itu dengan sikap ramah.

Xiao Zhan melihat di gubuk kecil yang atapnya terbuat dari anyaman daun kelapa. Duduk bersila seorang pria dengan style serampangan.

Yah, bagi Xiao Zhan yang setiap hari bertemu orang-orang dengan baju rapi, jas dan kemeja formal. Tampilan pria itu termasuk serampangan. Dengan celana dan jeket denim, dan rambut yang acak-acakkan. Lengkap dengan sepuntung rokok yang terselip di tangan kirinya.

Itulah jurnalis pembuat kehebohan yang sangat dicari oleh banyak partai, yang sudah membuat para mahasiswa gempar.

Suasana yang remang-remang membuat pandangan Xiao Zhan tidak begitu jelas, pada wajah sang jurnalis.

Ia berjalan mendekat, dan berdiri di depannya. Sampai ia melihat dengan kedua netra-nya. Sosok yang kini juga melihatnya dengan tatapan tanpa ampunan. Tajam dan penuh dendam.

Bukankah dia ini ....





Tbc.






Batin Zhan menjadi kacau.
















Cerita ini tersedia dalam bentuk pdf yang sudah tamat. Untuk pemesanan silakan hubungi nomor ini 081357926122

Untuk di wp tetap akan dilanjut sesuai jadwal.
Makasih semua🙏🙏

Trap The SenatorWhere stories live. Discover now