Dimulai

17 4 7
                                    

"Tank  kita hebat bener, anjir. Hahaaa," Wayan tertawa puas setelah menumbangkan satu sesama fighter*.

"Puji lagi, gue bakal makin semangat menggilas lawan."  sombong Tank dari ponsel.

"Huh."

Bau apak kaus kaki bercampur keringat semakin menguar memenuhi kamar kecil Komar berkat kipas angin yang berputar di kecepatan maksimal. Bungkus keripik kosong dan kulit kuaci bertebaran di setiap sisi kamar.

Semua pasang mata masih menatap fokus pada ponsel masing-masing. BB squad---bukan BB cream apalagi BB cushion, tapi singkatan dari budak bengal---terdiri dari 5 orang yang salah satunya belum diketahui identitasnya, mereka sudah menganggap game EmEl sebagai rumah kedua mereka.

Mau di sekolah, di rumah, di pinggir jalan, kalau sudah menemukan tempat yang nyaman sedikit, ponsel langsung miring, bahkan di jam pelajaran sekalipun. Sampai guru dan orang tua mereka sudah angkat tangan untuk urusan itu, yang penting mereka masih mau belajar dan bisa mempertahankan nilai di atas KKM, yang lainnya tidak terlalu diambil pusing jika tidak mau berpulang lebih awal.

"Eh, Kokom123, Ceci* lu kenapa? Sini ke tengah," seru Wayan dengan mata yang masih fokus ke ponselnya.

"Santai, aku itu ... spesialis mage*," ucap Baskoro dengan nada tenang nan datar khasnya.

"Halah, bacot lu anjir. Ngapain Ceci ambil buff?"

Baskoro mendongak. "Kapan? Ngapain aku ambil buff?"

"BARUSAN!" seru ketiga temannya ditambah Tank yang hanya lewat ponsel.

"Oh, teriaknya santai saja ... njir."

Pikun Baskoro yang tidak kenal tempat dan waktu memang kadang bahaya dan bisa merugikan tim, tapi permainannya sebagai mage patut diacungi 5 jempol.

Setelah lelah main, biasanya mereka hanya akan duduk-duduk mengobrol. Walaupun statusnya sudah murid SMP kelas 9 yang siap ujian, prinsip mereka masih sama, 'belajar seperlunya, main sepuasnya'.

"Menurut kalian Tank kita laki-laki atau perempuan, ya? Masih sekolah atau tidak? Hm, orang yang sombongnya tiada tanding macam dia ini kira-kira orang mana, ya?" celetuk Wayan tiba-tiba.

"Untuk apa penasaran, huh?" Panji mendengus. "Kalau laki-laki pasti mau lu gaet. Jangan mimpi!"

"Halah, jangan mikir aneh-aneh dulu, kita masih anak SMP, sudah bisa apa?"

"Mm ... buat anak?"

Seketika cap tangan Wayan menghiasi pipi Panji.

Sedetik kemudian suasana di kamar Komar semakin sepi karena Baskoro dan sang pemilik kamar sudah pindah ke alam mimpi, yang kemudian disusul Panji. Wayan yang tidak punya teman mengobrol pun ikut merebahkan diri.

Tidak ada batasan laki-laki dan perempuan dalam pertemanan mereka, Wayan yang akrab berteman dengan laki-laki pun kepribadiannya juga mengikuti. Bukan karena dijauhi teman sesama perempuan, ia hanya tidak suka sesuatu yang berisik dan sok cantik.

OoO

Sekolah yang ada di pinggiran kota besar, jangan harap menemukan sekolah yang bersih setiap hari dengan tata tertib luar biasa ketat.

Wilayah SMP Wayan dan ketiga temannya jauh lebih baik daripada sekolah lain di pinggiran kota. Walau nampak bersih hanya di hari Jumat saja, setidaknya alumni sini pernah ada yang bisa masuk SMA ternama di kota besar.

BengalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang