" Hmm ku fikir kau tidak bisa meninggalkan ku, Baiklah aku akan kembali ke kamar, thankyou" Mark beranjak dari duduknya mengelus pelan kepala Haechan yang kini wajahnya sudah memerah.

.

.

.

Mark dengan susah payah meraih obatnya di meja nakasnya, Mark kini terkulai lemas di lantai, jantungnya berdebar dengan cepat dan nafasnya tersenggal. Pandangannya mulai kabur tapi Mark berusaha dengan sekuat tenaga untuk menjaga kesadarannya.

" Hey Siri.. Call Lee Haechan, put on speaker" Pintanya sedikit berteriak agar suaranya terbaca oleh sensor ponselnya, Mark beruntung hidup di zaman modern, bayangkan ia hidup dizaman dimana ponsel belum dilengkapi dengan teknologi AI, maka ia sudah mati karena berjalan mengambil ponselnya.

 Semenjak kejadian Mark yang menunggu Haechan selama tiga jam, Haechan terpaksa dengan berat hati memberikan nomor ponselnya kepada Mark, karena percuma saja memarahi Mark menunggunya seperti itu, Mark akan tetap melakukannya. Niat Haechan untuk menjauhi Mark pun semakin pudar karna kini pria itu sudah memiliki nomernya. 

Setelah beberapa kali dering akhirnya Haechan mengangkat panggilan itu

" Apa maumu?" Mark bisa mendengar suara Haechan

" Bisakah kau ke kamarku sekarang?" Lirih Mark pelan, ia benar benar kesulitan untuk mengeluarkan suara

" Hah? Kau bicara apa? Aku tidak bisa mendengarmu"

Mark berusaha merangkak dan sedikit berteriak untuk mendekatkan dirinya pada ponselnya agar suaranya lebih terdengar

" Kekamar ku sekarang!... aku butuh bantuanmu, Pinnya 0208"

" Hey ada apa dengan suara mu itu?"

" Cepatlah"

" Aku sedang di halte bis bertahanlah sebentar, jangan matikan ponselnya ok?"

" hmm"

Haechan berdecak kesal, walaupun ia tidak tau kenapa Mark menyuruhnya ke kamarnya tapi dari suaranya Haechan tau pasti jantungnya kumat. Haechan tadi berencana untuk mengunjungi Jaemin, beruntung ia masih di halte sehingga ia bisa dengan cepat kembali pulang. Haechan tidak pernah berlari secepat itu bisanya, setelah sampai di unit Mark ia memasukan pin yang Mark ucapkan sebelumnya. Sesekali dalam larinya, Haechan meneriaki namanya untuk mengecek apakah Mark masih sadar.

" Ya! Kau kenapa?" Teriak Haechan yang melihat Mark yang terbaring lemah di lantai

" Hai... Hehe bisakah kau mengambilkan obat itu, aku tidak bisa menggapainya" Mark menunjuk botol obat yang ada di meja belajarnya

" HAI? KATAMU! AISH" Haechan dengan kesal membantu Mark berbaring di kasurnya dan mengambil obat yang Mark minta.

Haechan menatap Mark dingin, Mark duduk di tempat tidurnya dan bersandar pada dinding, ia masih memegang dadanya yang masih terasa sesak.

" Ya! Harusnya kau berbaring kenapa malah duduk"

" Aku tidak ingin..." Mark sedikit mengerang kesakitan, Jantungnya masih berdebar, tapi setidaknya tidak membuatnya sekarat seperti tadi

" Apa yang kau lakukan?"

" Latihan boxing dan sedikit push up? Dan beberapa pull up?" Mark ragu-ragu mengucapkan apa yang ia lakukan sebelumnya

" Kau gila? Dengan jantungmu seperti itu? Kau ingin cepat mati ha?" Teriak Haechan

" Aku hanya ingin melindungimu" Mark menatap Haechan dengan sangat teduh, Haechan yang tadinya sangat marah, kini sedikit meredam emosinya karena tatapan tulus dari Mark.

[COMPLETED] Our Story || MarkHyuck Where stories live. Discover now