"Haechan?" Jaemin menarik kursi dan duduk di depan Haechan, dia letakkan kotak P3Knya di meja nakas. Haechan tidak menyahut panggilannya sama sekali. Jaemin berdiri dan keluar untuk meminta diambilkan sebaskom air juga handuk, lalu kembali masuk saat air dan handuk berbahan lembut sudah ada di tangannya. Jaemin menyingkirkan kursinya dan duduk di bawah, dia raih tangan Haechan yang terluka, tepatnya seperti habis memukul kaca atau sesuatu yang lain, Jaemin dengan penuh kelembutan membersihkan luka di kedua tangan Haechan dan setelah bersih dia mengobati kedua tangan Haechan. Membalut jemari-jemari yang mengeluarkan darah itu, bahkan telapak tangan Haechan tadi juga berdarah, kemungkinan dia menggenggam sesuatu yang tajam.

"Aku akan bereskan kamarmu, istirahat sana." Haechan tidak menggubris dan memilih untuk membaringkan diri memunggungi Jaemin. Jaemin hanya menghela nafas dan membereskan semua kekacuan di kamar Haechan, juga membereskan P3K yang tadi ia gunakan.

Saat Jaemin selesai dengan kamar Haechan, dia bisa mendengar dengkuran halus Haechan. Jaemin mendekat dan mengusap kepala pemuda yang ada di line yang sama dengannya. Jaemin mengatur suhu kamar agar lebih sejuk, dan membiarkan bias cahaya siang menerangi kamar pemuda tan tersebut.

***

Jaemin memainkan Sull'aira karya dari Mozart menggunakan grand piano di kamar Haechan. Grand piano ini beda dari yang ia temukan di ruang musik di lantai bawah waktu itu. Alunan nada yang dimainkan dengan lembut itu membuat Haechan membuka matanya. Dia menatap sisi samping Jaemin yang sedang memainkan piano itu.

"Jaemin" panggil Haechan saat lagu itu selesai dimainkan. Jaemin yang mendengar namanya dipanggil segera menoleh.

"Sudah bangun? Apa perbuatanku membangunkanmu?" Haechan mengangguk. Jaemin bangun dan mendekati pemuda tan tersebut yang kini bangun dari tidurnya, duduk bersandar.

"Apa yang terjadi padamu? Kau bahkan nyaris melukai pelayan di mansion." Haechan menghela nafas.

"Bisnis keluargaku ada di ambang kebangkrutan dan memintaku menjual saham, yang tentu saja tidak akan aku lakukan. Aku dan Jeno bekerja siang malam untuk membangun perusahaan itu, banyak orang yang bergantung pada kami, dan mereka dengan entengnya mengatakan padaku untuk menjual sebagian sahamnya." Jaemin diam mendengarkan.

"Alasan dibalik itu adalah karena adanya pengusaha yang ingin membantu keluargaku, memberikan dua syarat, menjual sahamku pada orang itu dan menikahkan aku dengan putrinya. Kedua orang tuaku asal main setuju tanpa memberitahuku, itu membuatku marah bukan main. Pengusaha tadi datang bersama putri dan putranya, dia mengancamku, jika aku tidak mau tidak masalah tapi adik perempuanku akan jadi pengganti, dan aku tidak bisa melakukan apapun selain menghancurkan meja di rumah dan guci di sana lalu pergi ke mansion." Jaemin menghela nafas pelan.

"Boleh kutahu bisnis apa yang dijalani oleh keluargamu?" tanya Jaemin.

"Eomma menjalankan sebuah butik dan appa membuka toko furniture, tapi karena persaingan yang ketat, dua bisnis besar milik keluargaku itu tidak bisa bertahan lama." ujar Haechan.

"Berapa cabang yang dibuka?" tanya Jaemin.

"Butik eomma ada empat, toko furniture appa ada lima kalau aku tidak salah hitung." jawab Haechan.

"Apa ada masalah lain?" tanya Jaemin.

"Appa tidak bisa membayar penyetok dan banyak pesanan yang ditarik kembali." jawab Jaemin.

"Kalau begitu appamu harus mengulang semua dari awal, menjual tiga toko cabang, membiarkan dua yang tetap beroperasi. Eommamu harus menjual dua  butiknya dan mengeluarkan desain baru." ujar Jaemin.

"Kalau kau bingung penyetok kain, jangan lupa kalau pabrik kain milik Dejun ge bisa menyokongmu, designer yang bekerja dengan eommamu harus bisa mengeluarkan desain baru atau sesuatu yang baru yang membuat butik keluargamu bisa kembali naik." ujar Jaemin, dan pembicaraan terus berlanjut. Haechan merasa lega saat tahu jalan keluar untuk masalah keluarganya.

[ALL X JAEMIN] OUR JAEMINWhere stories live. Discover now