"Apa sejak usia delapan belas, saat kau mulai datang ke mansion, kau sudah memutuskan itu?" Jeno mengangguk.

"Kalau saja aku bisa lebih cepat datang ke sana, sejak dulu, sejak appa menikah lagi, aku sudah ingin sekali pindah ke mansion, tapi sayang, appa hanya mau melepasku saat usiaku delapan belas. Sampai saat itu tiba, aku menjadi bonekanya." ujar Jeno.

"Maaf, boleh tahu kapan eommamu meninggal?" tanya Jaemin.

"Sejak usiaku tiga belas, lalu dua tahun kemudian appa menikah dengan Soo Min eomma, sejak awal sebenarnya aku sudah menentangnya, tapi noona selalu bilang ini untuk kebaikan appa, jadi aku bisa apa selain menurut?" keduanya duduk di bangku yang ada di bawah pohon.

"Jadi sampai sekarang hubunganmu dengan kedua orang tuamu masih memburuk?" tanya Jaemin.

"Makin memburuk tepatnya, aku tidak pernah pulang dan selalu menolak perjodohan yang coba mereka lakukan untukku." Jeno melonggarkan dasinya dan membuka dua kancingnya, dia menatap ke arah sungai.

"Perjodohan?" Jeno mengangguk.

"Bukan hal yang mengejutkan lagi kan kalau orang-orang seperti kami dijodohkan?" Jaemin mengangguk kecil.

"Kenapa kau menolak?" tanya Jaemin.

"Ck, orang tuaku selalu ingin ahli waris, mereka ingin cucu, tapi aku tidak mau, semua yang mereka jodohkan, orang-orang itu hanya mengincar harta, aku tidak mau terlibat hubungan dengan orang yang rakus dan tamak." ujar Jeno.

"Tapi bagaimana kalau salah satu dari orang yang dijodohkan denganmu adalah orang baik?" tanya Jaemin.

"Aku akan menerimanya, mungkin. Tapi sayang sekali, tidak pernah ada yang 'baik'." ujar Jeno.

"Begitu rupanya" gumam Jaemin, dan setelah itu keheningan melanda mereka, angin sepoi membelai rambut Jaemin, menggerakannya dengan lembut.

"Aku jadi mengantuk" gumam Jaemin.

"Tidurlah di pundakku." Jaemin menatap Jeno yang kini balik menatapnya.

"Gunakan saja, tidak apa." Jaemin menurut, dia mulai memposisikan diri, diletakannya kepala di bahu lebar Jeno. Jas yang tadi sudah dilepas Jeno kini dipakaikan untuk menyelimuti tubuh depan Jaemin.

"Terimakasih" ujar Jaemin, Jeno mengangguk, tangannya mengalung di bahu Jaemin, mengusapnya perlahan.

"Jaemin"

"Ne?"

"Pernah jatuh cinta?" Jaemin diam.

"Pernah tentu saja, tapi tidak berjalan baik." ujar Jaemin.

"Kenapa begitu?" tanya Jeno.

"Aku tidak pernah beruntung dalam berhubungan, saat aku SMP aku pernah menyukai seorang yeoja, kami sempat berhubungan sebentar, satu minggu lalu putus, karena dia ternyata hanya menggunakanku sebagai bahan taruhan dengan teman-temannya, setelah kami putus dia tidak hentinya menghinaku." usapan Jeno berhenti.

"Saat aku SMA aku bertemu dengan seorang pria, kami menjalin hubungan saat aku kelas dua, kami kenal sejak  aku kelas satu, dia adalah kakak kelasku. Saat berhubungan dengannya, salah seorang temanku mengatakan padaku agar aku segera memutuskannya karena dia selingkuh dan hanya memanfaatkan otakku. Aku tidak percaya awalnya hingga akhirnya aku mendengar semua itu sendiri, setelah itu aku memutuskannya, dia memohon-mohon tidak aku pedulikan. Karena aku memutuskannya dan tidak menerima permohonannya untuk kembali bersama, dia mencaciku, menyebar rumor bahwa aku adalah seorang pelacur, aku hampir kehilangan beasiswaku juga, tapi berkat bantuan temanku itu, aku berhasil menyelamatkan beasiswaku dan orang itu dihukum." Jeno masih diam mendengarkan.

"Terakhir saat aku kuliah, hanya enam bulan, orang yang aku jalin hubungan ternyata adalah orang yang kasar dan suka main tangan, selama enam bulan sudah banyak luka yang aku dapat, dan pria yang kukencani saat kuliah inilah yang sudah merengut hal yang selama ini kujaga. Tapi beruntungnya dia selalu mengeluarkan itu diluar, karena kalau iya aku bisa hamil karena aku namja istimewa." Jeno menunduk melihat wajah lega Jaemin.

"Seungmin yang membantuku menjauhi orang ini, dan selama dua bulan dia mengejarku kembali, tapi karena bantuan Seungmin aku dan dia tidak bertemu, terakhir yang aku dengar dia masuk penjara karena kasus kekerasan pada salah seorang anak dari donatur kampus." Jeno mengangguk kecil.

"Kau terluka terlalu banyak rupanya." Jaemin tertawa kecil.

"Ne, tapi karena itu aku bisa belajar juga untuk lebih berhati-hati pada orang lain." ujar Jaemin.

"Kau tidak takut pada kami yang pertama kali baru kau temui, bahkan mengajakmu tinggal bersama?" Jaemin menggeleng.

"Aku takut itu jelas, karena kalian orang baru, tapi melihat Taeyong hyung terluka, melihat Yuta hyung yang saat itu panik karena Taeyong hyung, dan kau yang menawarkan diri untuk mengantarku mengambil barang, aku merasa aku akan baik-baik saja, karena semua yang kalian pancarkan dari mata kalian adalah sebuah ketulusan." ujar Jaemin, Jeno tersenyum dan mengusap kepala Jaemin lembut.

"Pengamat yang baik." Jaemin hanya terkekeh lembut.

"Ne, Jeno sendiri pernah jatuh cinta?" tanya Jaemin, Jeno menggeleng.

"Hidupku hanya berkutat di sekolah dan pekerjaan, melirik wanita atau pria itu sudah tidak akan sempat kulakukan karena banyaknya tuntutan yang aku dapat dari appaku sendiri. Tapi kalau boleh jujur, aku ingin merasakan bagaimana jatuh cinta, dari drama yang biasanya Haechan dan Ten hyung tonton, cinta itu merupakan perasaan yang tidak bisa didefinisikan, cinta menurut setiap orang berbeda. Saat aku tanya Haechan, bagi Haechan cinta itu adalah dimana kau memberikan seluruh perasaanmu dan juga pengorbananmu pada satu orang yang benar-benar menjadi pusat hidupmu. Saat aku tanya Ten hyung, dia bilang cinta itu adalah perasaan berharga yang kau berikan kepada orang yang bisa menerimamu dengan baik dan membahagiakanmu." Jaemin mendongak menatap Jeno dan Jeno menunduk menatap Jaemin.

"Lalu menurut Jeno cinta itu apa?" tanya Jaemin, Jeno menatap mata Jaemin, mata bulat cantik yang membuatnya dan penghuni mansion jatuh hati pada pandangan pertama.

"Cinta itu..." Jaemin menatap Jeno.

"...kau"

***

_12_

[ALL X JAEMIN] OUR JAEMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang