Janji

20 7 6
                                    


       Jam menunjukkan pukul 23.05 . Rasa kantuk mulai menyerang Raina, tanpa sadar ponselnya jatuh ke atas sofa. Raina tertidur.

Bian masih meneruskan gym-nya. Keringat mengalir di sekujur tubuhnya membuatnya terlihat keren. Benar-benar cool.  Sayang Raina tidak melihatnya.

Bian yang melihat Raina tertidur dengan posisi duduk tersenyum tipis, ia menyudahi latihannya. Sambil berjalan ke tempat Raina berada ia menegak air mineral lalu membasahi tubuhnya dengan air tersebut membuat rambutnya basah.

        Bian duduk disamping Raina. Ia mengamati tiap inci wajah gadis yang menyita semua perhatiannya itu. Bulu mata lentik, hidung mungil, bibir tipis, ditambah pipinya yang chubby membuatnya terlihat lebih imut. Lagu Who would think that love  yang dibawakan oleh Now United mengalun lembut, tanda bahwa ada telepon yang masuk. Bian mengambil ponsel Raina. Nomor tidak dikenal? Tanpa pikir panjang Bian mengangkat telepon tersebut.

"Halo? Raina, ada yang mau gue omongin sama lo." Bian diam, menunggu kelanjutannya.

"Gu-gue suka sama lo. Gue udah lama suka sama lo Raina. Bisa gak lo lepasin Bian? Apa bagusnya dia? Oke, dia emang punya bakat tapi dia gak baik buat lo Raina." Bian tersenyum mendengarnya. Tahu apa orang ini tentang dirinya?

"Apa gue gak bisa dapetin hati lo? Gue udah suka lo bahkan sebelum lo pacaran sama si brengsek itu. Apa lo gak ngrasa tiap hari gue kodein? Gue selalu jailin lo, gue selalu nye-pam lo, gue selalu deketin lo. Apa itu kurang buat buktiin kalo gue cinta sama lo?"

"Raina?" Bian berusaha berfikir jernih. Dia tidak mau gegabah, Bian akan menunggu sampai Raina bercerita padanya.

"Raina?"

"Gue Bian." Setelah mengucapkan itu Bian menutup teleponnya secara sepihak bertepatan dengan itu pula, Raina terbangun. Ia menguap panjang.

"Siapa yang nelfon? Gak tau waktu banget." Pertanyaan Raina dijawab Bian dengan memberikan ponsel Raina pada Raina, Raina melirik sekilas lalu menerimanya.

Raina menghela nafas, "dia pasti ngomong yang aneh-aneh." Tebak Raina. Bian hanya menatapnya.

"Kamu jangan terkontaminasi sama dia. Aku sama dia gak ada hubungan apa-apa cuma temen biasa. Gak lebih." Beri tahu Raina.

"Dia suka lo."

"Aku tau."

"Sering ganggu?"

"Lumayan, tapi kadang gak aku peduliin. Risih." Raina menjawab ala kadarnya.

          Tiba-tiba mata suci Raina terpaku pada pemandangan yang ada di depannya. Bian masih bertelanjang dada. Raina terbelalak, sontak ia menutupi wajahnya.

"Bian pake baju!!"

"Masih keringetan."

"Gak mau tau! Cepet pake!!"

"Jauh."

"Nih jaket."

"Kecil."

"Bian!!! Aku ruqyah kamu lama-lama." Bian terkekeh senang karna berhasil mengerjai sang kekasih. Ia lalu beranjak untuk mengambil kaus putihnya dan memakainya lalu kembali ke tempat semula. "Udah?" Bian berdehem pelan, ia meniup telapak tangan Raina. Perlahan Raina menurunkan kedua tangannya dan bernafas lega.

         Raina mengerjap, tampak di depannya wajah tampan pacar dinginnya. Kulit putih, hidung mancung, bibir menawan, rahang keras, alis tebal. Tatanan yang sempurna untuk seorang Bian. Tanpa sadar tangan Raina terangkat untuk menyentuh pipi Bian. Sama seperti Raina, Bian pun seakan terkunci oleh wajah cantik Raina. Ia menggenggam tangan Raina yang berada di pipinya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 09, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

REBYAN DAN RAINAWhere stories live. Discover now