04: warning sign

Mulai dari awal
                                    

Dan sosok yang paling tidak ingin Megumi lihat muncul, tersenyum sembari mengangkat pork pie di kepala yang berwarna senada dengan jas putihnya. Sepasang manik zamrud menatap tajam. "Mau apa?" tanya lelaki berambut legam itu seraya menghalangi pintu masuk  bar.

Pertanyaan tadi sejenak dibalas dengan kekeh pelan. Lalu sosok dengan rambut merah muda dan tato di wajahnya itu membungkukkan badan serta mengulurkan tangan. "Tuan Fushiguro Megumi, jet pribadiku sudah siap untuk mengantarmu ke Hokkaido."

Helaan napas lolos dari mulut sang ketua geng. Ia menepis uluran tangan Ryomen Sukuna dan balik berjaga ke sisi pintu. "Aku sudah bilang kalau aku tidak memerlukan jet pribadi ke Hokkaido, Tuan Ryomen Sukuna. Jangan mengganggu pekerjaanku dan pergilah."

"Jam berapa kalian selesai berjaga?" tanya pria itu kemudian mengambil sebatang cerutu dari saku jas, menaruhnya dalam mulut sementara sang asisten membakar sedikit ujungnya. Lalu asap tembakau dihembuskan di udara, menandakan bahwa saat ini si pria tidak peduli dengan usiran Megumi dan akan menunggu berapa pun lamanya. Tapi Megumi enggan menjawab. Ia hanya membuang muka dan membiarkan pertanyaan tadi berlalu seperti angin. 

"Pukul d-dua pagi," celetuk seorang anggota geng sembari tergagap. Megumi langsung melayangkan sorot tajam pada lelaki berjaket kulit itu.

"Masih tiga jam lagi. Kukira akan lebih lama," gumam Sukuna kemudian menengadahkan tangan untuk meminta jadwal kegiatannya. Sang asisten langsung menyodorkan tab dan membiarkan bosnya bekerja selagi masih berdiri di depan bar.

Dan Megumi masih enggan melakukan sesuatu. Ia tahu seseorang sepenting Ryomen Sukuna pasti punya banyak pekerjaan dan mengapa pria itu lebih memilih untuk menunggunya di tempat ini. Jelas lebih baik bekerja di kediamannya sendiri, dengan meja dan kursi serta ruangan yang hangat--bukan di tempat terbuka dan angin malam yang akan semakin dingin ini.

"Terserah," gerutu lelaki Fushiguro seraya beranjak dari pos jaganya. Ia pergi ke dalam untuk menghubungi Fujinuma. Sang tangan kanan sedang berdiri di depan pintu transaksi, menjadi penghubung antara anggota geng dengan klien mereka.

"Apa mereka masih belum menyelesaikan transaksinya?" tanya Megumi dengan nada terburu-buru.

Fujinuma menggeleng cepat, "Pembelinya baru saja masuk. Mereka sedang minum-minum. Gadis-gadis barnya juga belum masuk. F-Fushiguro-san, kurasa ini masih terlalu jauh dari kata selesai."

Megumi mendengkus jengah. Ini sungguh merepotkan. Di satu sisi ia lebih baik menunggu transaksi selesai dan mendapat ongkos tiket ferinya besok pagi, namun Megumi tidak suka membuat orang menunggu--apalagi seseorang sesibuk Ryomen Sukuna yang bebal dan tetap berdiri di depan bar bersama penjaga-penjaganya.

"Argh, kenapa dia tidak pergi saja?" geram Megumi kemudian kembali lagi keluar bar. Sukuna masih di sana, mendongak dan menatap sang pujaan hati yang baru saja tiba di sisi pintu.

"Pulanglah sekarang," bentak lelaki itu lagi, namun hanya dibalas geleng pelan dan ekspresi menyebalkan.

"Kenapa tidak?"

"Karena aku menunggumu," jawab Sukuna sembari menandai sesuatu di tab dengan jarinya.

"Bagaimana kalau tidak usah menungguku? Aku terbebani," sahut Megumi dengan raut jengah. Dalam penglihatan Sukuna, ia sudah seperti seseorang yang malu karena dikunjungi kekasihnya. Sangat lucu dan manis.

"Aku tidak," sahut pria merah muda itu kemudian tersenyum lebar.

"Bagaimana kalau kau saja yang mempercepat orang di dalam sana agar aku bisa segera selesai?"

Manik merah melirik, beralih dari tab di tangannya. "Ide bagus," ucap Sukuna sembari meraih pistol di pinggangnya.

"Kau mau menembaknya? Dan membuatku tidak dibayar lagi seperti kemarin?" panik Megumi seraya mengambil satu langkah maju.

dearly | sukufushiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang