"Pertanyaan pertama, dimana pohon Yggdrasil berada?" tanya Jensen.

Tentu saja yang ditanya menjadi bingung setengah mati. Nama itu bahkan baru pertama kali didengarnya. Belum sempat ia menjawab, Jensen sudah menggeleng pesimis melihat ekspresi wajah orang tersebut.

"Hmm... sayang sekali... jangan dendam padaku, dendamlah pada ketidaktahuanmu itu."

Sekali lagi kepala seseorang diledakkan oleh peluru.

Pada akhirnya, seluruh pria Sundria dibunuh oleh pertanyaan tersebut.

Tangis ratap mereka mewarnai hari-hari Sundria sejak kedatangan Jensen. Karena negeri tersebut tidak memiliki raja dan tidak kenal sistem politik, maka tidak ada yang melindungi Sundria. Namun berita mengenai apa yang menimpa Sundria akhirnya tersebar di negeri tetangganya, Terbet.

Seorang jurnalis Terbet, Peter Farrell, bergegas mengemasi barang-barangnya dan menyuruh istrinya untuk bersiap pindah.

"Kan belum tentu mereka kemari. Kita berbeda dengan Sundria, kita punya raja, dan kita juga punya satuan militer. Tidak akan mudah bagi mereka untuk menyerang kita. Raja takkan tinggal diam bila sesuatu terjadi di perbatasan," kata istrinya.

"Kau tidak mengerti, Belle. Dibandingkan Eshara,  kekuatan Terbet sangat jauh terbelakang! Kita selama ini hidup penuh damai, sementara Eshara sibuk perang saudara, kita kalah pengalaman perang dengan mereka."

"Kenapa kau tidak mendukung negara kita saja? Kenapa kita mesti kabur?"

Terlihat dari ruang tempat Peter berbicara dari istrinya, ruangan lain yang pintunya terbuka. Ada keranda bayi berwarna putih dengan kelambu nyamuk berwarna putih. Bayi perempuan yang cantik sedang tidur damai di dalamnya. "Sani tidak boleh hidup dalam perang. Aku tidak bisa mengambil risiko."

Berhubung putri mereka dibawa-bawa, istrinya tidak bisa menepis lagi keputusan Peter Farrell. Sekali lagi Peter berkata, "kita akan ke Ortarica. Di sana negeri yang kuat. Eshara tidak akan mudah menembus tempat itu dari laut maupun darat."

Ternyata tidak hanya Peter yang berpikir seperti itu. Beberapa orang yang memilih hidup damai dan menunggu perang selesai, pergi juga ke Ortarica. Beberapa dari mereka harus melewati Forest of Silence yang berbahaya yang juga menjadi pertahanan alami perbatasan Ortarica dengan wilayah lain. Di sekeliling perbatasan Ortarica, berdiri tebing-tebing alami yang menjulang kokoh dan tinggi bagaikan tembok raksasa. Karena itulah mereka memilih untuk membeli tiket kapal untuk beramai-ramai memasuki Ortarica dari wilayah laut. Tentu saja para pelaut Ortarica menjadi sibuk mengurus mereka.

Perairan Ortarica sangat tangguh karena wilayahnya memiliki sejarah pertempuran yang panjang dengan para bajak laut yang tinggal di kepulauan seberang. Eshara tidak memiliki wilayah perairan, dan bertempur di laut berbeda dengan di darat. Maka dari itu bertempur dengan Ortarica di atas air sama saja dengan bunuh diri masal.

Dengan demikian, Ortarica menjadi satu-satunya tempat berlindung yang paling aman dari serbuan Eshara. Karena kebanjiran imigran, Raja Rexes mengadakan sidang tertutup untuk membahas masalah ini.

"Selama ratusan tahun, Eshara selalu berperang dengan tetangganya, Boudica. Tapi tak berapa lama, gunung meletus di Boudica menyebabkan musnahnya negara tersebut dan Eshara pun kehabisan musuh. Dasar negara suka perang, sekarang mereka mencari musuh ke sekitarnya. Tapi sekalipun dikepung oleh negara lain, perang berkepanjangan membuat teknologi mereka sangat maju. Mungkin saat ini mereka takut melawan Ortarica karena maritim kita kuat. Tapi cepat atau lambat, mereka akan menemukan cara untuk mengatasi kendala tersebut dan pada saat itu kita mungkin hanya bisa gigit jari menonton anak-anak muda kita tewas oleh peluru mereka. Menurutku kita harus bersiap," kata Komandan Lombert dari divisi informatika.

"Aku setuju. Sejak zaman tulisan belum ditemukan, sudah banyak dongeng menceritakan mereka sebagai bangsa barbarik yang haus darah. Kita harus bertindak sebelum mereka menindak. Tapi terlebih dari itu, kita harus tahu motif mereka. Apakah karena murni ingin mencari ganti Boudica, atau karena mereka ingin sesuatu yang lain," kata Jendral Marcell.

Komandan Lombert mengganti lembaran kertas yang sedang dibacanya, "menurut seorang imigran asal Sundria, mereka mencari sebuah tanaman yang bernama Yggdrasil."

"Yggdrasil?" Raja Rexes mengerutkan keningnya sambil melirik kepada Komandan Lombert. "Bukankah itu hanya mitos?"

"Aku pikir juga demikian, yang mulia," kata Komandan Lombert.

"Kenapa Raja Hobert mau repot-repot mencari mitos? Aku yakin Eshara bukan negeri yang percaya pada sihir atau mitos," kata Raja Rexes.

"Saat ini kami belum tahu apapun mengenai itu, Yang Mulia. Tapi ada sesuatu yang menarik. Kabarnya saat menggali reruntuhan Boudica yang tertimbun letusan gunung berapi Valias, prajurit mereka menemukan kuburan Goliath."

Semua mata pria tua di sana terbuka mendengar nama dalam dongeng itu disebut. Komandan Lombert sudah menduga informasi ini akan mengejutkan para atasannya, maka dari itu dia sudah mempersiapkan foto untuk mendukung informasi yang akan diutarakannya.

"Informanku berhasil mencuri beberapa gambar yang mungkin akan menarik bagi tuan-tuan sekalian," ia membagi-bagikan foto hitam putih itu, dan lembaran foto tersebut mengelilingi meja bundar dari tangan ke tangan.

Tangan Raja Rexes gemetar saat foto itu sampai di tangannya. Bibirnya menyempit dan kelopak matanya saling menarik. Dalam foto itu ada gambar manusia bertulang besar. Tidak sebesar raksasa, namun kira-kira satu setengah kali ukuran tubuh manusia biasa. Menurut legenda, Goliath memiliki rahang dagu terbelah tiga, begitu pula dengan kerangka tersebut. Dan menurut legenda, Goliath memiliki sayap kelelawar, begitu pula dengan kerangka sayap kelelawar yang terkait dengan persendian tulang punggung kerangka di foto tersebut.

"Ini tidak mungkin...," namun ketika foto berikutnya tiba di tangan Raja Rexes, mulutnya pun terbungkam. Foto itu adalah hasil laporan ilmiah mengenai DNA kerangka tersebut. Entah apa yang tertulis di atas kertas tersebut, hanya para ilmuwan yang mengetahui maksudnya.

"Bisa kau jelaskan apa maksud foto ini?"

"Itu laporan tes DNA. Tidak serta merta menunjukkan bahwa DNA kerangka itu milik Goliath. Tampaknya orang Eshara sudah sedemikian pintar sehingga mereka bisa menganalisa berapa besar kandungan energi yang pernah mengaliri jasad tubuh manusia. Pada kerangka tersebut, pernah mengalir energi Aether."

Aether adalah energi para dewa, siapapun yang memiliki energi tersebut, memiliki kekuatan yang melebihi kekuatan manusia. Komandan Lombert masih terus berbicara, namun Raja Rexes sibuk dalam pikirannya sendiri. Bukan karena dia tidak peduli pada laporan sang komandan, namun karena dia sudah tahu kira-kira apa yang diinginkan Eshara. Tangannya gemetar. Ini serius.

Dalam mitos, Goliath memiliki kekuatan dewa setelah makan buah Yggdrasil.

War of Asgares LandWhere stories live. Discover now