02

216 44 14
                                    

Jangan merasa sendiri, pasti ada satu orang di bumi yang bisa mengerti kamu. Cuma belum aja ketemu.
.
.
.

Abigail Adam.

Pemuda beriris hazel tersebut memijit-mijit pelipisnya yang berdenyut nyeri. Pagi-pagi saat dirnya mau berangkat sekolah, telinganya harus mendengar suara jeritan cempreng dari pemuda cebol yang kini terengah-engah sambil menatapnya kalut.

Apa yang sudah dia perbuat sampai makhluk kecil itu ketakutan? padahal dia adalah laki-laki baik bahkan taat akan agama, dia juga tidak pernah mencari gara-gara dengan siapapun. Jika masalahnya karena kejadian kemarin di toilet, dia yakin si cebol brisik ini tak perlu berteriak.

"Lu... lu ngapain di sini? bege!" Adam melotot. Setelah dihantam suara keras yang memekakkan telinga sekarang dia juga menerima umpatan.

"Mata lu buta? jelas-jelas ini jalanan, ya gua mau jalan lah. Begok!" sungut Adam tak kalah menyebalkan.

Ken pemuda cebol itu menggeleng-gelengkan kepala tak percaya. Pagi ini setelah dia sholat subuh dan mengantarkan penghuni baru kost bu Ratmi ia langsung mandi, sarapan dan berangkat sekolah tapi harus menunggu sang kakak untuk mengantarkannya. Ia keluar rumah hendak pergi ke warung sebentar membeli bolpoin. Saat di jalan ia tidak sengaja berpapasan dengan pemuda jangkung yang mengetahui banyak aibnya.

Adam masih menatap lekat pemuda cebol di depannya. Dia menunggu Ken mengucap maaf karena sudah mengganggu waktu paginya yang berharga.

"Ng- ngapain lu liatin gua!" sungut Ken tiba-tiba menutupi tubuhnya dengan kedua tangan mungilnya. Adam yang dituduh pun hanya mampu mengangakan mulutnya tak percaya. Betapa absurdnya pemuda cebol itu.

"Gua tanya sekali lagi. Ngapain lu di sini?!" Ken masih kekeh sedangkan Adam tampaknya sudah malas menanggapi perilaku konyol pemuda cebol itu.

Berjalan meninggalkan Ken. Adam menutup kedua telinganya saat pemuda cebol itu berkali-kali meneriakinya.

"Woy! woy! tunggu!" Ken lari ke dalam rumah masih dengan mulutnya berteriak memanggil-manggil pemuda jangkung yang sudah menghilang dari hadapannya. Setelah mendapat tasnya, tanpa pikir panjang lagi dia langsung mengejar pemuda itu.

Sayangnya saat dia sampai di gang tak jauh dari rumahnya pemuda jangkung itu sudah pergi menaiki angkot meninggalkannya dengan nafas terengah.

Saat nafasnya sudah kembali normal mendadak Ken mematung. Kedua tangannya yang mencekal erat tas punggung jadi mengendur, kedua alisnya mengkerut menyatu. "Tadi gua kenapa ngejar dia ya?" tanyanya pada diri sendiri. Ken bergidik geli akan tingkahnya sendiri kemudia menoleh ke kanan ke kiri mencari-cari keberadaan sang kakak yang tak kunjung datang.

Tiiiinnnn....

Suara telakson motor memekakkan telinga sukses membuat Ken mengumpat. Ia menoleh ke samping kiri melihat kakaknya yang berdiri di atas motor vario merah sambil menyengir kuda.

"Lama amat dah." gerutu Ken kemudian naik ke atas motor, tepatnya di jok belakang. Memeluk pinggang sang kakak erat dan menyenderkan kepalanya di punggung lebar itu.

"Sorry. Tadi diajak ngobrol dulu sama Pak Shaleh. Biasalah bahas anaknya." Fahri bercerita sembari menghidupkan kembali mesin mitornya. Melajukannya dengan kecepatan sedang. Ken di belakang meringis mendengar cerita sang kakak.

"Kenapa? mas dijodohin lagi sama tu perawan tua?" Ken terkikik geli menyebut bagian perawan tua sedangkan Fahri berdecak kesal.

"Lu aja deh Ken yang jadi mantunya Pak Shaleh. Lumayankan nanti dapet ladang gratis luas lagi." kini ganti Fahri yang terkekeh. Pemuda bujangan berusia dua puluh empat tahun itu terlihat tampan saat tertawa. Pantas saja Yuyun, anak Pak Shaleh kepincut.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 01, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Untuk AdamWhere stories live. Discover now