𝐇𝐢𝐬 𝐋𝐢𝐭𝐭𝐥𝐞 𝐆𝐨𝐝𝐝𝐞𝐬𝐬 × Ø1

Comenzar desde el principio
                                    

Namun, Mr. Fredrickson tetap pada pendiriannya, ia akan selalu berada di sisi istrinya, tidak peduli jika mereka tidak memiliki anak, yang terpenting kebahagiaan sesungguhnya ada di Mrs. Fredrickson.

Saat mengetahui kisah mereka, aku tidak bisa menahan diriku, yang terharu dan betapa manisnya ikatan cinta di antara mereka.

Jauh di lubuk hatiku, aku juga mengharapkan kisah seperti mereka, seseorang yang dapat menerima segala kekurangan dan kelemahanku dan mencintaiku dengan diriku yang sesungguhnya.

Aku melepas kedua earphone di telingaku saat masuk ke dalam salah satu cafe yang sering aku datangi. Bunyi bel berdenting saat pintu di dorong.

Nama cafenya adalah Aladdin's.

Namanya lucu kan?!

Furniture nya dan nuansa di dalam cafe bergaya vintage. Kesan pertamaku saat datang ke cafe ini, karna unik dan terlebih aku suka yang berbau vintage. Kalian pasti akan menemukan keindahan di barang-barang yang telah usang.

Aku melihat antrian di pemesanan tidak terlalu panjang. Aku tersenyum dalam hati.

Aku berhenti dan mengantri di belakang dua perempuan, yang nampaknya tersenyum-senyum sambil berbisik-bisik, dengan mata mereka tidak berhenti melirik ke arah salah satu barista cowok yang fokus membuatkan pesanan mereka.

Aku menahan senyumku, melihat Hero mencoba untuk mengabaikan tatapan genit dari dua perempuan itu, aku bisa melihatnya dari ekspresi wajahnya saat ini, hanya saja dua perempuan itu terlalu asik sendiri, tidak menyadari ekspresi risih Hero.

Begitu Hero selesai membuatkan coffee, ia menaruh dua cup coffee di hadapan mereka, mata Hero bertemu dengan mataku, senyum lebar terbit di bibirnya dan suara jeritan tertahan terdengar dari dua perempuan di depanku.

Aku dan Hero, secara mengejutkan, sama-sama memutar bola mata dengan malas.

Tidak heran lagi, Hero memiliki wajah yang enak di pandang, dan tidak merasa bosan. Hero sangat attractive, handsome, cute dan sweet. Perempuan lain pasti akan terpesona dan terbuai.

Tapi, anehnya, aku tidak merasakan apa-apa, hatiku tidak berdetak cepat dan nafasku tercekat saat pertama kali bertemu.

Aku memandang Hero sebagai seorang teman meski Hero beberapa kali suka flirting atau menggombal. Aku tidak mempermasalahkannya, karna memang sifatnya yang periang dan jahil.

Aku membuat jelas hubungan diantara kita hanya sebatas teman.

Untungnya saja, Hero mengerti dan menghargai status diantara kami.

"Terima kasih, silahkan datang kembali." Ucap Hero manis dan tersenyum. Aku tau, cowok itu sedang berusaha.

Kedua perempuan itu menyelipkan secarik kertas yang aku lirik berisi nomor telfon sebelum mereka berjalan pergi sambil melambaikan tangan mereka gemulai.

Aku berjalan maju, menyandarkan diriku di meja counter, dan melihat kedua tanganku di atas meja.

Aku terkekeh kecil melihat Hero menghembuskan nafasnya seraya memejamkan kedua matanya.

Cowok itu kembali membuka kedua matanya dan meremas secarik kertas yang tadi diberikan dan melemparnya ke tong sampah yang sayangnya melesat.

"Seriously, kenapa semua ini terjadi pada diriku?!" Ucap Hero kesal, melempar kedua tangannya ke udara.

"Aku terlalu lelah meladeni para pelanggan terutama perempuan, tapi juga ada pelanggan cowok, yang genit dan tidak berhenti membuatku jengkel." Dumel nya.

"Kalo lelah kenapa ga berhenti aja?" Usulku.

Hero menatapku seakan usulku terdengar gila, ia menaikkan kedua alisnya.

𝐇𝐢𝐬 𝐋𝐢𝐭𝐭𝐥𝐞 𝐆𝐨𝐝𝐝𝐞𝐬𝐬 [ON HOLD]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora