BAB 2

1 0 0
                                    

Mendung menutupi permukaan bumi, seolah menggambarkan kekacauan saat itu. Pemukiman penduduk yang tadinya tenang kini berubah menjadi arena perang. Tampak sekelompok manusia bertubuh besar dengan baju kumuh menerjang setiap yang menghalangi langkah mereka. Penduduk di desa kecil itu berlari ketakutan. Jeritan wanita dan anak-anak menggema di setiap rumah. Seorang gadis berusia tujuh belas tahun berlari bersama wanita usia empat puluhan menghindari penyerbuan tiba-tiba tersebut. Mereka tidak sendiri, ada seorang pria yang membantu pelarian mereka.

"Doroti cepat!" kata pria itu.

"Aku tidak kuat Jemy. Bawa saja Vivian bersamamu," katanya dengan napas tersengal. Tubuh tambunnya menghambat langkah mereka.

"Aku tidak bisa meninggalkanmu di sini sendiri. Kau bisa terbunuh. Aku tidak bisa melakukan itu!" teriaknya. Ia berusaha menarik Doroti, tapi wanita gemuk itu melepaskan tangan Jemy.

"Bawa saja Vivian bersamamu. Cari desa yang lebih aman." Ia menatap Vivian yang kini menangis. "Jangan takut Sayang. Kau pasti selamat. Jemy cepatlah!" katanya dengan nada memerintah. Pasukan Gouwok berlari ke arah mereka.

Jemy menyerah, ia pasti menyesali ini nanti. Akhirnya ia memutuskan membawa Vivian dengan paksa. Gadis itu berteriak histeris.

"Tidak... Ibu... Ibu... Ayah bawa Ibu bersama kita... Ibu..." jeritnya dalam gendongan Jemy.

Doroty tampak menangis melihat kepergian puterinya. Vivian melihat Doroti yang diseret paksa pasukan Gouwok, hal itu membuatnya semakin histeris.

"Ibuuuu " tangisnya.

*

Mereka menjauh dari desa itu. Jemy membawa Vivian memasuki hutan. Ia mencari tempat persembunyian dan tanpa sengaja menemukan sebuah goa di sana. Gadis tujuh belas tahun itu masih terisak dalam gendongan Jemy. Ia terpukul melihat wanita yang dikira ibu kandungnya itu tertangkap begitu saja. dirinya tidak bisa membayangkan apa yang bisa dilakukan Kaum Gouwok pada ibunya yang malang.

"Kenapa Ayah meninggalkan Ibu? Ayah tidak sayang dengan ibu? Bawa ibuku kembali!" teriaknya pada Jemy, ini kali pertama ia membentak seseorang apa lagi ayahnya sendiri.

Tujuh belas tahun telah berlalu sejak keruntuhan kerajaan Starais, selama itu Vivian dibesarkan oleh Jemy dan Doroti. Mereka berpura-pura sebagai pasangan suami istri dengan satu orang puteri, yaitu Vivian demi menutup identitas mereka. Tentu saja Vivian tidak tahu kebenarannya. Ia menganggap dua orang itu sebagai orang tua kandungnya. Dan, ini sudah desa kelima sejak mereka pindah sedari Vivian keluar istana, sewaktu dia bayi.

Kejahatan meningkat tinggi sejak kaumnya musnah. Hanya satu dua Kaum Terkutuk yang selamat, tetapi tidak ada yang tahu ke mana orang-orang selamat itu kini berada. Apakah ditawan oleh Gouwok atau mungkin menyamar seperti mereka. Menutupi jati diri.

Jemy melihat Vivian yang masih menangis. Terkadang ia ingin memanggil Vivian dengan sebutan lazim "Yang Mulia" atau "Tuan Puteri", tapi keinginan itu selalu ia tahan. Orang-orang akan curiga.

"Sekarang kita akan ke mana Ayah?" tanyanya. Air mata Vivian bersinar. Jemy takut jika orang-orang melihat air mata itu, mereka pasti akan menyadari siapa Vivian sebenarnya.

Legenda Pearl Girl sudah tak asing lagi di telinga semua orang. Bahkan mengalahkan kisah panglima perang terhebat dunia. Kelahirannya selalu dinanti, dia simbol perdamaian. Bahkan sulit diprediksi kapan Pearl Girl akan lahir. Kaum Terkutuk adalah kaum yang selalu melahirkan Pearl Girl dari genersi ke generasi. Mereka memiliki kitab yang berisi rahasia Pearl Girl, tapi kitab itu mungkin sudah hancur bersama pembantaian itu.

"Vivian, berhenti menangis! Berapa kali Ayah harus bilang padamu untuk tidak menangis?" katanya sedikit memerintah dengan suara rendah. Ia masih menjaga rasa hormatnya pada Vivian.

A Pearl Girl: Story From Moon KingdomWhere stories live. Discover now