***
Sesampainya dirumah Rudy langsung meletakkan hasil tangkapannya didapur dan kemudian berlalu untuk menggantung coat-nya yang sedari tadi menjaga tubuh kecilnya tetap hangat. Misha juga serupa namun, ia langsung mengganti pakaiannya dan bersiap menuju dapur untuk langsung memasak dan menghidangkan ha masakannya dimeja, namun sebelum itu.
"Yah habis, Rudy! Bisa tolong ibu sebentar?" Panggil Misha dari dapur. Rudy kemudian berjalan mendekat ke dapur dari perapian, mendekati sangat ibu.
"Kayu bakar? Air? Peralatan masak?" Tanya tanya Rudy dengan teliti.
"Ahaha! Kamu ini paham sekali, iya, kayu bakar cadangan kita habis, bisa tolong belah sebentar?? Please~🥺?" Pinta Misha. Rudy menghela nafas geli melihat sifat ibunya yang masih seperti anak remaja, iya menyanggupi permintaan ibunya dan berjalan keluar dengan sarung tangan, coat, dan syal-nya.
Ia terus membelah kayu bakar itu hingga menjadi 4 bagian agar bisa masuk kedalam tungku api mereka, hingga secara tiba-tiba, ia tersadar kalau terdapat sosok dari balik pohon besar yang memperhatikan dirinya agak lama, awalnya ia pikir hanya beruang yang lewat, namun instingnya berkata lain saat sosok itu berjalan mendekat dan semakin dekat dari dalam hutan, menuju ke arah dirinya. Ia menggenggam kuat kapak yang ada ditangannya dan berjalan menuju pohon yang ia rasa ada orang dibaliknya. Dan benar saja, terdapat sepasang bola mata yang sempat melirik kearahnya sebelum berlari menjauh kedalam hutan, kakinya yang sudah terbiasa berlari diantara salju, dengan ringannya menembus lautan putih nanti dingin, mengikuti dan mengejar sosok misterius itu.
"Berhenti!!" Perintah Rudy yang diabaikan orang itu, kaki panjangnya ternyata imbang dengan Rudy yang tengah berlari mengejar dirinya.
Rudy yang mulai kesal pada orang itu akhirnya melempar kapak ditangannya ke arah kepala sang pria tanpa ragu-ragu lagi, pria yang menyadari ada senjata yang mengarah padanya langsung menghindar hingga hilang keseimbangan, dan terjatuh. Dengan cekatan Rudy mengambil kesempatan ini dan langsung berlari kearah pria itu, membalikkan tubuhnya, dan menahan seraya mengunci salah satu tangannya agar tidak bisa melawan lagi. Ia melihat sekeliling dan memeriksa tubuh pria itu dari ujung kepala hingga kaki.
"Vision? Siapa kau? Kenapa kau memperhatikan rumahku seperti itu? Apa maumu? Jawab." Perintah Rudy dengan datarnya. Ia menguatkan kunciannya berharap pria itu menjawab pertanyaannya, dan tentu saja ia menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang Rudy lontarkan dengan senang hati.
"Sebelum itu, Aku bukan memperhatikan rumahmu, tapi seorang anak yang dulunya, adalah bagian diriku." Jawabnya simpel. Namun untungnya, Rudy masih belum paham arti kata-kata ini dan akhirnya jawaban itu berlalu begitu saja.
"Bagian? Bicara apa kau dasar penguntit? Apa niatan mau sebenarnya? Kenapa kau terus menerus menguntit sedari kami pulang dari danau tadi? Jawab!" Perintah Rudy yang makin kesal.
Pria itu menyengir lebar setelah mendengar jawaban Rudy, sedangkan Rudy, masih terfokus pada pria yang ada di hadapannya ini dan tak bergeming sama sekali.
"Niatan yah? Begini saja, bagaimana kalau kau saja yang menjawab pertanyaan anak ini, Misha." Balas pria ginger itu dengan mantapnya, nada suaranya yang terdengar tak berdosa itu membuat bingung Rudy.
"Ibu?" Ia menoleh dan mendapati sosok ibunya yang berdiri tak jauh dari tempatnya berada, ia nampak sangat terkejut bukan main, ekspresinya itu tergambar dengan sangat jelas diwajahnya yang memucat, matanya mengarah tajam pada pria yang ditahan oleh anaknya.
"Kenapa kau kesini? Kukira tempat ini sudah sangat tersembunyi, apa maumu? Kenapa kau mendekati Rudy?" Tanya Misha dengan nada ketakutan. Ingatan masa lalunya kembali berputar bagai gulungan film, hari kelam yang diselimuti putihnya angin salju, persis seperti waktu itu. Ia ketakutan, sangat ketakutan.
"Kenapa katamu? Tentu saja, untuk menyapa seseorang yang sepertinya sudah tumbuh dengan sangat baik tanpaku. Tadi dia memanggilmu 'ibu', bukan?" Balas pria itu yang kemudian menyeringai ke arah Rudy. Pria itu seketika membalikkan keadaan dan menahan Rudy tepat di lehernya, Rudy berusaha melawan namun tenaganya jauh kalah dari pria itu, ia kesulitan bernafas karena saluran pernafasan sedikit terhalang oleh tangan yang menahan lehernya saat ini.
"Rudy, bukan? Kau tak mengenaliku sama sekali sedari tadi? Jahatnya, Padahal warna rambut kita sama loh! Kau tau Rudy, dunia ini sempit, sangat sempit. Dan ayahmu ini berusaha mati-matian untuk bertemu dirimu, namun ibumu memilih diam tak berkata apa-apa tentang dirimu. Jahat sekali bukan dirinya itu? Padahal kan, ayahmu ini hanya ingin bertemu sapa dengamu, apa aku sebegitu menakutkannya??" Ucap Childe panjang lebar.
"L-Lepaskan dia-- kumohon, jangan sakiti dia-- dia anakku, tuan Tartaglia..." Pinta Misha yang mulai Bersimpuh menangis ketakutan.
Rudy yang mulai kehabisan nafas hanya bisa memperhatikan kosong wajah sang harbinger yang telah ia gantungkan nyawanya saat ini, tangannya mulai kehilangan tenanganya sedikit demi sedikit, hingga tersisa tangan kanannya saja yang masih setia menggenggam lengan yang ada di lehernya saat ini dengan sisa tenaganya.
"K-u.. --kan... A--hku..." Ucap Rudy sesaat sebelum dirinya tak bersuara dan bergerak lagi.
"Huh? Apa kau bilang nak?" Tanya Childe yang mendekatkan telinganya ke mulut Rudy yang sudah tak melawan lagi. "Hmm? Kenapa kau tiba-tiba hening??"
Panik menjalar ke seluruh tubuh Misha, dengan kakinya yang tanpa alas itu, ia berjalan perlahan dan mendekat ke arah putranya yang kini terlihat menatap kosong wajah ayahnya, tanpa suara, dan gerakan apapun.
"Rudy??" Panggil Misha yang semakin dekat dengan tubuh anaknya. Pikirannya terfokus hanya pada anaknya yang berada dalam keadaan yang tak tentu itu, rasa takutnya akan Childe berpindah pada rasa takut akan kehilangan putra satu-satunya. Ia berlutut, berusaha melepaskan cengkraman kuat sang harbinger dari leher putranya. Ia tau dan sadar sekali, bahwasannya tenaga dirinya tak seberapa dengan sang harbinger ini. Rudy masih tidak bergerak, matanya masih kosong walau sudah berulang kali ibunya panggil.
Childe melepaskan genggamannya seraya berdecih kasar, Misha menangkap tubuh anaknya dan memeluknya erat.
"Rudy, ayo lihat ibu, ibu disini, hey, ayo jawab ibu, Rudy? Jangan melamun begitu ibu mohon, jawab panggilan ibu." Pinta misha yang wajah dan matanya semakin memanas. "Rudy-- kenapa? Kenapa kau tidak menjawab panggilan ibumu? Hmm??"
YOU ARE READING
• | • 原審 x Reader • | • Genshin X Reader • | • (Bhs & Eng story mix) • | •
FanfictionGenshin Impact was owned by miHoYo, I'm just writing fan fiction based on their story so far I played, anyway, this book might end up in hiatus if I really forget about this teehee~💗(〃^▽^〃)o~ NOTE ⚠⚠⚠ Mostly angst & 💧🔶!! & it's probably gonna go...
• | Black Rose | •
Start from the beginning
